Ilustrasi: Handy Saputra
SAJAK BULAN PERDU
kau bulan perdu, mengetuk malam dengan lagu-lagu berlalu.
pada diriku, hujan masih sepenuhnya bicara, antara tanya
dan jawab kerap mendua. kau bulan perdu, bermandi rindu
sebelum jatuh menghanyut hulu, kekal ciuman
dan wingit doa batu-batu. batu-batu yang mengingatkanmu
pada sembahyang arus , di mana segala doa mengudara ke langit kaca,
langit tempat kalimat-kalimat berebut silsilah keramat,
langit tempat berpulangnya sepasang cinta yang pernah tersesat!
gubeng, 2023
SUNGAI-SUNGAI MENDENGKUR
sungai-sungai mendengkur dalam kuburku, nyenyak segala ibu
penyair lahir dari rahimnya, menenun doa yang berkaca
ada malam dengan iringan purnama, jauh di luar suara
perahu-perahu menjauh cahaya
ada kalimat yang berlarian dari muara, menyusun ulang kembara
sebelum akal pecah dan mengambil paksa bunga-bunga
jiwa sepenuhnya terbuka, mekar dengan keharuman doa
lajulah segenap cinta, lajulah nyanyi musim yang mendua
gubeng, 2023
MEMO PENGHABISAN
kucumbu tangis penghabisan,
sebuah telaga menunggu
dengan doa-doa yang hitam,
keinginan siapakah menyusur dukacita
di antara nyawa timbul-tenggelam?
seorang perempuan
menunggu di dasar keheningan
berpeluk batu
dan cumbu maut yang biru
ruangkopi, 2023
BANGKAI KATA-KATA
ke muara, kucari bangkai kata-kata
dua pekan berlalu belum sempat kutengok ia
atau masih betah sebagai hantu
yang mengudara diiringi kumandang senjakala?
kata-kata pernah manusia, menulis puisi cinta
pada beranda linimasa
agar dunia tak sepenuhnya buta metafora
dunia semerbak bunga, menerima kata-kata
sebagai bagian dari hidup manasuka
ruangkopi, 2023
CATATAN DARI SUNGAI
sungai-sungai telah dituliskan, tapi puisi
tak cukup mampu menampung
sungai-sungai telah dituliskan
tapi dunia yang kemarau
kembali menguburnya
jauh di pusara keheningan
sungai ingin bicara
sebelum kembali tiada
“jikalau deras arus
adalah metafora paling pukau
maka tarik kembali mayatku
pada malam-malam yang rawan
kembalikan aku pada riuh ibu
dan doa-doanya yang kekal merindu”
ruangkopi, 2023
BIODATA
Muhammad Daffa, kelahiran Banjarbaru, Kalimantan Selatan, 1999. Alumnus Jurusan Sastra Indonesia,Universitas Airlangga. Puisi-puisinya tersiar di Koran Tempo, Radar Tasikmalaya, Majalah Sastra Kandaga, Majalah Mata Puisi, Tribun Bali, dan Harian Rakyat Sultra. Bergiat di Kelas Puisi Bekasi(KPB). Buku puisi tunggalnya berjudul Talkin (2017) dan Suara Tanah Asal (2018).
Handy Saputra lahir di Denpasar, 21 Februari 1963. Pameran tunggal pertamanya bertajuk The Audacity of Silent Brushes di Rumah Sanur, Denpasar (2020). Pameran bersama yang pernah diikutinya, antara lain Di Bawah Langit Kita Bersaudara, Wuhan Jiayou! di Sudakara Artspace, Sanur (2020), Move On di Bidadari Artspace, Ubud (2020), pameran di Devto Studio (2021), pameran Argya Citra di Gourmet Garage (2021). Instagram: @handybali.