Ilustrasi: Gede Gunada
JUNGGA SANG GEMBALA
melodi jungga mengirama jemari
gembala sunyi, nyanyikan laguku
biar enak hati kau kudengar
hingga fajar menepis bayang-bayangku
melodi jungga mengirama jemari
gembala sunyi, hela kudaku
hingga enak hati kau kucari
lembah berduri, tanahku menanti
jungga tua mulut kemarau,
teriakkanlah namaku
sabana sunyi, kau kunanti
hingga angan-anganku terkejar mimpi
pengobat rindu, dukalaraku
hai gembala sepi, mainkan melodimu
jangan biarkan sabanamu sunyi
dan teriakan lagumu juga pada matahari
hingga enak hati, kau kudengar
MENGAPA
entah mengapa,
aku tak mau menelan sisa waktu
sementara gemerisik ilalang pun saja,
tak lagi senada irama kemarau
semuanya gaduh, membising telinga
seperti resah risau membangunkanku
dari lembab keringat igau semalam
pohon kesambi tengah zaman, menjelma tiang kering
yang ngilu dihantam terik mentari
musim demi musim
mengeja sebuah tangis, menjadi rindu
pada tandus sabana
pada wajah lusuh bocah-bocah gembala
mantan siswa sekolah dasar, korban harta ternak sang ayah
pada geram bongkahan karang-karang berduri,
penuh garang
pada ocehan tanah-tanah leluhur yang habis terbeli keserakahan
dollar pada rupiah, mengapa?
Seperti resah risau mengejaku
pada sebatang pohon kering yang tak enggan
memeram rindu
pada sabana,
pada padang ilalang
KEMARAU
kemarau yang kurindu
adalah sukma dari sukmaku
yang mengagah kering, membatu sepi
tanpa air
dulu diri pernah terbakar terik mentari musim garang,
tapi raga tetap tegak menengadah langit
menegah pada panasnya fatamorgana
rumput, akar rumput dan jerami bekas rumput
bila hendak mati nanti,
aku tak ‘kan pernah meminta Tuhan
dalam diri
walau ribuan gagak mencongkel mata
mencabik-cabik jasadku,
sekalipun,
tak!
bagai patung tiang tamat,
dukalara pengembaraan sunyiku
akan selalu murka memahat menhir
nisan batuku
sampai ke penghujung batas
syair-syair tua tanah leluhurku
purba
BIODATA
Kristopel Bili, lahir di Waikabubak, Sumba Barat, NTT, 1 April 1982. Lulusan Institut Pertanian STIPER Yogyakarta, Jurusan Teknologi Hasil Hutan. Puisi-puisinya terangkum dalam buku Puisi Peduli Hutan (2016), Matahari Cinta Samudera Kata (2016), Gemuruh 1001 Kuda Padang Sabana (2017). Buku puisi tunggalnya adalah Menyongsong Mentari Pagi Padang Sabana (2017), Musafir Kemarau (2019). Ia adalah penggagas dan pendiri Sakolah Wanno dan komunitas Seni Sastra Budaya Sumba (SSBS).
Gede Gunada lahir di Desa Ababi, Karangasem, Bali, 11 April 1979. Ia menempuh pendidikan seni di SMSR Negeri Denpasar. Sejak 1995 ia banyak terlibat dalam pameran bersama. Ia pernah meraih penghargaan Karya Lukis Terbaik 2002 dalam Lomba Melukis “Seni itu Damai” di Sanur, Bali; Karya Lukis Kaligrafi Terbaik 2009 dalam Lomba Melukis Kaligrafi se-Indonesia di kampus UNHI Denpasar.