Ilustrasi: Wayan Jengki Sunarta
Cheng Beng
Musim dingin berlalu
Bunga persik berjatuhan
di tanah pekuburan
Lembar-lembar kertas perak
tergelantung di pepohonan Liu
Langit cerah,
layang-layang meliuk mengikuti arah angin
Para peziarah mempersembahkan Sam Seng
Membakar dupa dan kim ci
Membungkuk di depan nisan leluhur
(2024)
Di Tiongkok Kecil Matahari Tenggelam Dalam Sungai Yang Panjang
Angin musim penghujan
Menggugurkan dedaunan
Di Tiongkok Kecil matahari tenggelam
dalam sungai yang panjang
Aroma wangi batang-batang dupa,
semerbak menemani perjalanan asing
Kertas-kertas emas luruh di cawan abu pembakaran
Langit rekah,
cahaya lilin memantul dari balik lampion merah
Matahari telah berlayar
Pendoa khusyuk di altar pemujaan dewa-dewi
Seorang penyair, mengeja sajak-sajak Li Bai
di setiap gerbang kelenteng yang dilewatinya
(2024)
Kelenteng Poo An Bio
Bulan kedua, hujan lebat
Sungai Kemendung yang jernih hampir meluap
Alirannya bertemu Sungai Lasem,
menuju ke Pelabuhan Tua
Tak tampak tiang-tiang kapal layar
Dayung-dayung lesap menjelma lumpur
Seorang perempuan berselendang sutra
tanpa kata, menunduk di altar sunyi
Segala pilu tercurah
Sejenak menatap pada dewa yang dipuja
Baris air matanya
serupa tetesan mopit bertinta hitam
membentuk lekuk-lekuk Tiga Negeri
(2024)
Kelenteng Cu An Kiong (1)
Lampion-lampion merah tertiup angin
Aroma hio menyengat serupa gaharu
Dari balik pintu,
aku tunduk hormat pada dewa-dewi
yang terlukis di dinding kelenteng
Asap hio merebak
Baunya mengingatkan masa kanak
Di langgar tua, wewangian kasturi
menyambut jiwa-jiwa suci
Anak-anak khidmad membaca Maulid Diba’
Merapal puja-puji mulia
(2022/2024)
Kelenteng Cu An Kiong (2)
Sepanjang tepian Sungai Lasem
Lampion-lampion merah bergoyang
Kawanan burung berloncatan di atap Ying Shan
Lilin melelehi altar pemujaan
Para pendoa patuh dalam sembahyang
Lelaki tua membakar kayu cendana
Asapnya mengepul ke langit
Membawa pengharapan pada Dewi Ma Zu
“Tian Siang Sing Bo,
biarkan burung Hong
membawaku ke lautan,” bisiknya
(2024)
BIODATA
Leenda Madya, lahir di Wonogiri, Jawa Tengah, 9 Agustus 1984. Menulis puisi di beberapa media, seperti Suara Merdeka dan Batam Pos. Lulusan S1 Jurusan Komunikasi FISIP Universitas Diponegoro. Dia telah menerbitkan buku puisi tunggal berjudul Kenang Aku Sebagai Penyair, Liburan Penyair ke Negeri Anggur, Dongeng Penyair untuk Kekasihnya, Setiap Orang adalah Penyair, Setiap Hari adalah Ibu dan novel berjudul Candikolo. Tahun 2018 dia mendapat Penghargaan Prasidatama dari Balai Bahasa Jawa Tengah, tahun 2019 menjadi penulis terpilih (Promising Writers) Banjarbaru’s Rainy Day Literary Festival. Buku puisi terbarunya adalah Di Tiongkok Kecil Matahari Tenggelam Dalam Sungai Yang Panjang (2024).