Ilustrasi: Ignatius Darmawan
Lika-liku
Aku menyusuri hutan lebat yang pohonnya rindang
Batang dan dedaunannya menutupi setapak jalan.
Tidak ada cahaya yang masuk sepercik pun
Sesampainya, suara ricikan air terdengar oleh telingaku
Aku pun mengikuti ritme yang ada
Langkah demi langkah.
Meski terjal, jalan itu tetap aku susuri dengan senang hati
Alangkah dahsyat, matamu seakan teriak begitu saja
Seketika melihat keindahan bebatuan menggunung,
yang dilapisi oleh hijaunya lumut
Menyelimuti kasarnya batu itu.
Airnya jernih sebening kaca, dan dingin bagaikan salju
Aku duduk di atas punggung bebatuan yang hitam,
kaki kucelupkan pada air yang mengalir.
Seperti mimpi yang tidak pernah dirasakan sebelumnya
Lalu, mataku tertuju pada jalannya air itu
yang membawa sedikit dedaunan yang mengambang
Kulihat saja begitu, daun itu terus menyusuri arus,
terkadang terbalik-balik dan menabrak bebatuan yang ada.
Kadang juga ia berhenti sejenak,
lalu tidak lama kemudian berjalan seperti sediakala.
Oh begitu, gumamku
Terkadang, hidup juga seperti itu, sembari melipat bibirku
Iya. Perlu kita berhenti,
menjalani apa yang ada terkadang terjungkal dan bolak-balik.
Hidup tidak dituntut seperti apa yang kita inginkan,
melainkan atas apa yang tuhan kehendaki.
Berjalan begitu saja dan menghadapi segala pelik yang ada.
Sampai berhenti, renungan itu kuambil.
Berdiri dan pergi menyusuri jalan yang aku lalui kemarin.
Cirebon, 8 Mei 2023
Payung-payung
Sesaat gerimis turun
Tanah-tanah menjadi setengah kering
Bayangannya menabrak cahaya lampu kota
Yang aku pijak
Sekian banyak orang-orang merasakan dinginnya angin saat itu
Ada yang memeluk dirinya sendiri bagaikan anak ayam yang tertinggal induknya
Ada juga yang berpelukan mesra
Aku melihat pada langit yang hitam pekat,
tidak ada bintang segelintir pun untuk mewarnai sorot mataku
Meski dingin menerpaku, aku sigap dengan segala cara untuk menepisnya
Salah satunya dengan alasan aku memeluk diriku sendiri dengan kenangan yang ada.
Cirebon, 8 Mei 2023
Tapak Rasa
Aku tahu, setiap jalan yang dipijak akan menyisihkan bekasnya
Setiap waktu yang dirasakan, akan ada cerita di dalamnya
Dan setiap angin yang berhembus ada sesuatu yang terhempas olehnya
Begitu juga dengan hati, setiap ia yang pernah singgah kendati pun akan tinggalannya
Cirebon, 8 Mei 2023
Jendela Tua
Pagi, seorang laki-laki duduk merenung di kamarnya
Yang sepi, hanya berteman dengan ranjang tua
Ia beranjak dari kasur
berdiri dan berjalan menyusuri dapur,
membuka laci dan melihat persediaan tehnya
Mengambil sedikit air, dan memasaknya
sembari menunggu air itu mendidih
laki-laki tersebut mengambil cangkir tua
beserta lepeknya mengisinya dengan gula
Suara buih air sudah terdengar dan membentuk bulatan balon,
pertanda air itu sudah matang dan siap dituangkan.
Ia berjalan menyusuri ruang tengah,
menengok berbagai koleksi foto dulu bersama keluarga dan sahabatnya,
lalu tersenyum sipu malu
Di balik jendela tua itu,
laki-laki duduk dengan santai di atas kursi jengki jati,
mengambil tumpukan buku dan mulai membacanya
Cirebon, 8 Mei 2023
Adakah
Kuberi jalan pada orang yang berlawanan,
aku berhenti dan sampaikan senyum dengan baik
Hari itu kebetulan sedang cerah-cerahnya,
matahari bersinar terang dan awan membiru laut
Perjalananku tidak berhenti di situ,
aku terus melewati rumah-rumah berpenghuni,
yang di dalamnya banyak perjuangan dan harapan
Yang mereka saling cinta satu sama lain,
saling melengkapi kekosongan menuju cerita abadi
Dan inilah malapetaka bisu yang membawa keheningan kepadaku,
Di depan bayang-bayang siang
yang mengunci lidahku membelenggu tanganku,
tetapi tidak bagi pikiranku.
Cirebon, 8 Mei 2023
BIODATA
Hadad Fauzi Musthofa, lahir di Cirebon, 04 Maret 2001. Tulisannya dimuat dalam antologi Terbungkam Dalam Lafadz (2019), Jendela Aswaja, Negeri Kertas, dan Monologkita17.
Ignatius Darmawan adalah lulusan Antropologi, Fakultas Sastra (kini FIB), Universitas Udayana, Bali. Sejak mahasiswa ia rajin menulis artikel dan mengadakan riset kecil-kecilan. Selain itu, ia gemar melukis dengan medium cat air. FB: Darmo Aja.