Ilustrasi: Ignatius Darmawan
Langit yang Tua
Langitnya tua
Kau lihat dari senja yang menggantung di pagi ini
Langitnya renta
Kau saksikan dari redup matahari yang tak bikin dingin terhela
Langit-langit di kamarku menggambar langit-langit itu
Dan aku kuyup oleh hujan puisiku tentang kalian yang mengelu-elukan seorang lelaki tua dari rumah tua
Dan aku terbakar oleh terik pikiran orang-orang muda yang renta
Yang akan buat gambar di langit-langit kamarku menjadi nyata
Duh senja
Duh redup matahari
Akan melambaikan malam saja
Untuk ambangnya menelan kita
Dengan cahaya purnama di tengah gulita
Sumbawa Timur, Februari 2024
Seorang yang Menceburkan Diri ke Dalam Gelas Kopi
Tiap perjalanan hanya mengantarkanku pada pintu-pintu terkunci
Sedang hiruk pikuk di dalam sana
Dan cahaya benderang
Jadikan aku laron:
Getar kelepak menyuarakan kelam gua-gua
Akhirnya aku kembali ke kedai ini
Tempat hiruk-pikuk dan cahaya itu kutemukan pula
Dalam cengkerama buruh pabrik, supir angkot dan guru honorer
Pada muram hari mereka yang diletakkan sejenak atas meja
Tiba-tiba seorang lelaki perlente memasuki tempat yang salah
“Bapak nyasar?” tanya mereka
Tapi aku paham kehadirannya
Ketika ia menceburkan diri dalam gelas kopi buruh pabrik, supir angkot dan guru honorer itu
Lekas kututup gelasku
Aku ragu apakah masih senang menyesap kopi nikmat dengan pemanis palsu.
Sumbawa Timur, Februari 2024
Kutatap Mata Anakku
Kutatap mata anakku
Masih aku berenang di telaganya
Tetap aku berlayar di samuderanya
Masih aku, ah entah
Yang pasti musim penghujan ini belum menjadikannya genangan lumpur
Atau kali mampet pekat
Harus selalu kutatap
Sebab ada bayangan hitam kemarin sore
Melintasi beningnya
Yang membuat malam datang cepat
Dan kungkung negeri kami hingga siang ini
Duh
Aku cemas matanya kabur
Lamur
Sebelum waktu
Dan tak lagi melihat bulan dan matahari
Yang selalu kurekahkan di wajahku
Ketika ia menatapku.
Sumbawa Timur, Februari 2024
Pengkhianatan
Deras hujan di kamar
Memintaku memilah sejuk dari dingin
Badai dan desau desah yang kukenal
Tapi aku diseret banjir
Desau desah itu pun menampar
Namun riuh badai merupa musik
Leleh puisi oleh tempias nadanya
Ya, Tuhan
Kurasa mereka –kekasihku- mengetuk pintu
Sebab begitu malam di luar
Dan butuh tempat lari dari gulita
Tempat hangat untuk bermimpi
Mereka tak mungkin lagi kubiarkan masuk
Tak mungkin
Di sini hujan kian deras
Tak bisa kupilah dingin dan sejuk
Badai dan desau desahmu juga
Aku menggigil aku terseret
Aku tertampar aku leleh
Tak ingin pula kujebak mereka
-kekasihku-
Dalam gulita baru
Tempat mimpinya-mimpinya akan basah
(Ruh-ruh kekasih yang menyalakan puisiku
Mengapung-apung sudah di genangan sejarah)
Sumbawa Timur, 22 Februari 2024
Bunga yang Gugur
Bunga-bunga yang gugur
Menggelantung di pohon batin
Ada yang harus kupertahankan
Serupa kau yang terus pula menulis di lembar-lembar kelopaknya
Berharap itu adalah mantera
Buat kelopak jadi perahu
Dan tegak bendera di samudera itu
Ya di samudera itu
Yang takkan paham bagaimana perahu-perahu menentang jeram dan batu dari hulu
Agar berlabuh petuah di muara
Kutakut pohon batinku condong
Ke arah gelombang yang bergantian datang menebah
Sumbawa Timur, 22 Februari 2024
BIODATA
Yin Ude, penulis Sumbawa Timur, Nusa Tenggara Barat. Menulis sejak 1997. Karyanya berupa puisi, cerpen, novel dan artikel terpublikasi di media cetak dan online dalam dan luar daerah Sumbawa, antara lain Lombok Pos, Suara NTB, Sastra Media, Elipsis, Suara Merdeka, Kompas, Republika dan Tempo. Memenangkan beberapa lomba penulisan puisi dan cerpen. Buku tunggalnya adalah Sepilihan Puisi dan cerita Sajak Merah Putih (Rehal Mataram, 2021) dan Novel Benteng (CV Prabu Dua Satu Batu Malang, Mei 2021) dan antologi puisi Jejak (Penerbit Lutfi Gilang Banyumas, 2022). Puisinya termuat pula dalam belasan antologi bersama para penyair Indonesia. Facebook: Yin Ude
Ignatius Darmawan adalah lulusan Antropologi, Fakultas Sastra (kini FIB), Universitas Udayana, Bali. Sejak mahasiswa ia rajin menulis artikel dan mengadakan riset kecil-kecilan. Selain itu, ia gemar melukis dengan medium cat air. FB: Darmo Aja.