Ilustrasi: Gede Gunada
Sajak Lengkung
Di lengkungan jembatan, melengkung cabang-cabang dahan
Ada pula yang kaku mau patah mempercaya
Kelopak riak bergetar risau derai air
Sedang matanya menggenang senja bunga mawar
Mengapung-apunglah daun-daun mati
Di lipatan tepi sebongkah batu memecah pusaran air
Menghisap mataku ke lubang pipih pada bibirmu sedikit melengkung
Dua ekor ikan melompat-lompat di atasnya
Wonosobo, 2023
Satu Detik, Satu Detik
Jika kau kasih aku lagi
Aku tetap tidak tau kapan dan nanti
ketidakpastian apalagi
Surga dalam diri dalam-dalam
Kembang-kembang metana mekar di atas pemakaman, tanah terlalu mahal harganya
Yang masih kembang kempis dada
Matanya kaca-kaca karena angin menabur duka serbuk timbal sari
Ditimang sarang bahaya siang dan malam kita bersenandung: Ini dada penuh nyawa dan partikulat kimia!
Satu detik berarti
Satu detik tidak berarti
Aku benci waktu, katamu suatu kali
Tapi kita pernah tidak jujur pada diri sendiri
Wonosobo, 2023
Kemarau Mimpi
Jenggirat!
Air bah tumpah kemarau mimpiku.
Sumurku dahaga, pecah.
Di luar kucing-kucing mengeong menguak sumbatan malam.
Dari jendela yang tak tertutup sempurna menerobos hawa dingin.
Hawa dingin menyingkap kabut telaga air tawar mukaku.
Berlayarlah duka dan cinta saling berpagut-pagutan di atas sampan.
Wonosobo, 2023
Sajak Patah-Patah
Berapa lamakah sebentar?
Dan sudah sampai.
Dan tidak kemana-mana.
Dan tidak selesai.
Lalu ucapkanlah kata buat yang sudah patah-patah.
Tiba-tiba kita sedang hujan, badai membelah selat rambutmu, segenggam rempah-rempah, dan dua ribu lima ratus buku sejarah yang putus-putus melayari sayu ombak pipimu sebagai daya tawar kepada duka berlinang kelampauanmu
Beri aku waktu yang mengalir dari ketiak sungai kemarau
Beri aku kata dari tangis bayi-bayi timangan senjakala
Beri aku bahasa mantra buat malam-malam bahaya
Lalu kutiupkan bisik sajakku melaui gerimis di atas ubun-ubunmu
Wonosobo, 2023
Sajak Nyaris
Nyaris seperti gemiricik air
Tawa seseorang yang lebih gunung dari gunung
Bahwa mendung terkubur di tanah yang pudar
Daun-daun mengiring akar-akar mencabut dirinya sendiri
Menjadi sabda pertapa yang tak pernah terdengar
Kini telah sepenuhnya gemericik air
Kesunyian pada satu-satunya yang tersisa, perasaan lengang tak bertepi
Wonosobo, 2023
Percakapan
Aku tidak tahu kenapa puisiku
Menghisap percakapan yang mengendap-endap
Di dasar cangkir separuh buram
Lalu melesat ke langit-langit
Berputar-putar sebentar
Buyar.
Aku tidak tahu kenapa, tapi
Puisiku buram
Dan berputar-putar
Dan aku terhisap ke dasar cangkir
Aku tidak tahu kenapa percakapan yang selintas itu
Mengendap-endap di langit-langit puisiku
Wonosobo, 2023
BIODATA
Khajat Purnomo lahir di Wonosobo, 22 Januari 1999.