Ilustrasi: Hendra Utay
KUBACA PUISI ANAKKU
Ini puisiku
kutulis tanpa tanda titik dan koma
juga tanpa tanda tanya
karena aku tak ingin bertanya
juga tanpa tanda seru
karena aku tak ingin menyeru
Ini puisiku
kutulis tanpa meniru puisimu
juga meniru puisi bapakku
karena puisiku adalah nyanyian hatiku
yang dulu sering dilantunkan ibuku
saat menyusuiku
Banten, 2021
RINDUKU TERLUNTA DI KECIPAK KAKI HUJAN
Rinduku tergerus kaki-kaki hujan
meleleh mengalir menyumbat selokan
mencari wajahmu
terbawa perahu kayu milik bocah-bocah pengembala waktu
“lihat, ada wajah perempuan berbibir merah jambu tersangkut di perahuku!”
Tapi perempuan berbibir merah jambu itu tiba-tiba berjalan menyusuri kisi-kisi hujan
dengan pantat sedikit bergoyang
payung hitam menutupi separoh tubuhnya dari hujan
Aku lari lintang pukang
segera menemukan pembawa payung hitam
Itu adalah kau pemilik bibir merah jambu yang beberapa saat lalu terombang-ambing terbawa perahu kayu
Sekejap saja kau menghilang
lenyap dari jangkauan
bersama rinduku yang mengiba
menggelepar terinjak kaki-kaki hujan
Banten, 2021
KOPI TINGGAL SETENGAH GELAS LAGI
Semburat sore perlahan memudar
kuseruput kopi berpuluh kali
kau tak juga datang membawa senyummu yang menawan
terlupa atau sengaja menghindar?
Harapku semakin hilang
Kopi tinggal setengah gelas lagi
aku beranjak pergi
kuremas gemas sejuta kecewa
kulempar geram ke wajah senja
Banten, 2021
MAK
Maaf mak
aku tidak bisa menulis puisi
hanya kutulis kata-kata yang kujajar rapi
agar dikira puisi
Apakah aku tetap anakmu, mak?
puisi yang kau inginkan
tak pernah satu kalimat pun kutuliskan
darimana harus kumulai kata yang sedikitpun tak pernah terlintas di pikiran
Suruh saja aku menggambar langit dan bulan bintang
atau matahari pagi yang terbit di atas pegunungan
akan kugambarkan di seribu kanvas yang kau gelar
asal jangan lagi kau suruh menulis puisi
kau tahu, mak
aku tak bisa basa-basi
seperti orang-orang yang sibuk mondar-mandir meneriakkan literasi
Mak ….
Mak ….
lho, kok malah pergi
anakmu masih bicara hingga berbusa mulut ini
Baiklah, mak
akan kutuliskan satu saja bait puisi
tapi kau jangan meninggalkanku lagi
Banten, 2021
GADIS KECIL DAN HUJAN
Gadis kecil menggenggam erat jemari hujan
berlarian
berlompatan
bercanda bagai dua saudara
yang tak terpisahkan
Gadis kecil kuyup dipeluk hujan
tawa ceria tak henti dari bibir mungilnya
saling dorong
bergurau bersama
bernyanyi dan berdansa
Gadis kecil itu adalah kau
yang berteriak memanggiliku dari luar jendela kayu
tiga puluh tahun lalu
Banten, 2021
BULAN SABIT INI (SEHARUSNYA) UNTUKMU
Ini malam keseratus kali aku menemuimu
keseratus kali juga kau tak menemuiku
Seandainya kau tahu apa yang kugenggam di tangan kananku
pasti kau akan meloncat kegirangan dan menciumiku seratus kali tanpa henti
Bulan sabit yang kelelahan menggelantung di langit malam
terjatuh di rerumputan
kuambil lalu kebersihkan dan kuberi pita warna jingga
Ya, bulan sabit yang seratus hari lalu ingin kau miliki untuk penghias bando di rambutmu, sekarang ada di genggamanku
Banten, 2022
=======================
Biodata
Sulistyo. Lahir di Kudus. Saat ini berprofesi sebagai disc jockey (DJ). Beberapa karya puisinya terkumpul dalam antologi bersama dan antologi tunggal. Fb: Sulistyo
Ig: om_suliess
Hendra Utay adalah aktor, penulis naskah, sutradara, pelukis, yang lahir di Cimahi, Jawa Barat, 14 Oktober 1976.