Ilustrasi: Handy Saputra
PAK MAD ALLAHUL KAFI
Sebuah subuh dalam kenangan dengan subuh yang lain. Di serambi mesjid, aku menghambur dalam pelukan orang tua yang tertatih, dia lirih berkata, bahwa dia hanya berusaha istiqomah, selebihnya Tuhan yang punya kuasa. Aku memandang lekat matanya, matanya berair hangat, jauh ke dalam mata orang tua itu berkata kalau dia begitu merindukan gurunya yang telah tiada.
Sudah berbilang tahun, orang tua itu telah tiada, ingatan tentang dia yang memelukku dan cerita soal dia dan gurunya suka datang jelang subuh begini, saat ada suara- suara merdu bertamu di gendang telinga dari speaker mesjid.
/ KedindingLor, 2022
BERHENTILAH SERAKAH, JOE !
Sekalipun pedih ini setia menyala
di awal musim dingin
di Ukraina
di Palestina
di lubang- lubang berapi
kehilangan
ratapan masihlah sulur- sulur harapan
tetap tumbuh dan bergoyang dari tangan
penari- penari kecil dan mistis tabuhan
gamelan yang menyambut
di kaki pesawatmu
yang mulia.
/Bali-G20, 2022
JAJARE JARE JARE JARE PAVAN
-Kepada Fuad
Sobat, tiap kali angin
meniup daun- daun
aku datang menemuimu
membawa burung- burung
menjelma layang- layang
mengajakmu kembali
memandang batang
pohon terkelupas
di penghujung tahun
kulihat mereka berlinang
dalam hitungan yang tak
terhitung lagi
ada tanya,
tentang pasir- pasir yang
terbawa angin
tentang mata kail
ikan yang sabar
terpajang di kotak
toko yang kau singgah
saat kau jengah
kau sebut apa kepastian itu
saat menepi ke ketepian
terjauh.
…
momentum tertawa bersama
adalah menghela pelan – pelan
kegundahan baru saat salah
satu akhirnya usai, di relung
waktu.
kita menangis mengundang
bahagia sedang pengharapan
lingkar- melingkari
di sepanjang kosong
yang kau isi. kekosongan lain
menggurita
akan sebuah apa
bakal menerpa
jika tuju yang kau
ratapi adalah penanda
masa yang kan tiba
jauh sebelum
kita berperahu
menuju pulau
ketetapan yang menyendiri
atas tak berada
bawah juga tiada
semua kiri dan
kanan adalah semesta
wajahku yang kau
temui.
/Lembah Indus – 2022
TIGA NONA
Kepada Edy Oktovan
Ah, sulit ku percaya, tapi
baiklah nona
teruslah bernyanyi
semoga ada kedai tak jauh
di sunyi- sepi ini
cukuplah
sepoci kopi
hangati mimpi lama
kita.
…
Ah nona, tariklah,
bersama petikan nada
kukisahkan hujan
malam dan angin
gunung
saat kami
duduk bersila
merapal rindu
di rumah panggung.
…
Lihatlah, nona depan kamera
terbahak rekah,
sebab mimpi kitakah
yang tersendat di arus waktu
dalam senyum nona
Tuhan menarik kita
” majulah, terus maju
bocah nakal ”
cepat lambat kita
toh, bersua juga
setelah nada – nada
dinyanyikan nona
munkar nakir di alam kubur.
/Georgia – 2022
BIODATA
Husni Hamisi, lahir di Ternate Maluku Utara, sehari – hari berprofesi sebagai pedagang baju dan celana di Pasar Senen, Jakarta Pusat. Puisi-puisinya terhimpun dalam beberapa buku ontologi puisi seperti buku Jejak Sajak, Sketsa di Atas air, Sepuluh Kelok Di Mouseland dll, setelah 12 tahun menulis sajak, buku kumpulan puisi tunggalnya diterbitkan di tahun 2022 dengan judul “ Api, kita dan Tuhan”.