Informasi: Rubrik Sastra Balipolitika menerima kiriman puisi, cerpen, esai, dan ulasan seni rupa. Karya terpilih (puisi) akan dibukukan tiap tahun. Kirim karya Anda ke [email protected].

Hukum & Kriminal

Kejati Bali Sebut Kerugian Negara Rp105 M, Dewa Palguna: Bagaimana Cara Ngitungnya?

RESPONS KASUS SPI UNUD: Mantan Hakim Mahkamah Konstitusi RI, Dr. I Dewa Gede Palguna, SH, M.Hum.

 

DENPASAR, Balipolitika.com– Kepala Seksi Penerangan Hukum Kejaksaan Tinggi (Kejati) Bali, Putu Agus Eka Sabana P., SH, MH. dengan penuh keyakinan mengatakan Rektor Universitas Udayana, Prof. Dr. Ir. I Nyoman Gde Antara, M.Eng.IPU ditetapkan sebagai tersangka dugaan tindak pidana korupsi Dana Sumbangan Pengembangan Institusi (SPI) mahasiswa baru seleksi jalur mandiri Universitas Udayana Tahun 2018 sampai dengan Tahun 2022 sejak Rabu, 8 Maret 2023.

“Berdasarkan alat bukti yang cukup berupa keterangan saksi-saksi, keterangan ahli  dan surat serta alat bukti Petunjuk, disimpulkan tersangka Prof. Dr. INGA berperan dalam  Tindak Pidana Korupsi Dana Sumbangan Pengembangan Institusi (SPI) mahasiswa baru  seleksi Jalur Mandiri Universitas Udayana Tahun 2018 sampai dengan Tahun 2022, yang merugikan keuangan negara sekitar Rp105.390.206.993 dan Rp3.945.464.100,- juga  perekonomian negara sekitar Rp334.572.085.691,” jelas Putu Agus Eka Sabana atas sepengetahuan Asisten Tindak Pidana Khusus (Aspidsus) Kejati Bali Agus Eko Purnomo, SH.,M.Hum., Senin, 13 Maret 2023. 

Banyak pihak yang mengaku terkejut pasca penetapan Rektor Unud sebagai tersangka dugaan tindak pidana korupsi Dana Sumbangan Pengembangan Institusi (SPI) mahasiswa baru seleksi jalur mandiri Universitas Udayana Tahun 2018 sampai dengan Tahun 2022 dengan angka fantastis, yakni Rp105.390.206.993 dan Rp3.945.464.100. 

Pasalnya, status tersangka yang disandang Rektor Unud ini otomatis menggugurkan 5 audit yang menyatakan tidak ada masalah terkait keuangan di kampus tertua Pulau Dewata.

Dengan kata lain, mantan Kepala Kejaksaan Tinggi Bali Ade T Sutiawarman dan jajaran membantah audit yang dilakukan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Republik Indonesia, Inspektorat Dikti, Satuan Pengawas Internal, dan Akuntan Publik.   

Diwawancarai terkait hal tersebut, sosok yang dua kali menolak kembali menjadi Hakim Mahkamah Konstitusi RI, Dr. I Dewa Gede Palguna, SH, M.Hum mengatakan asas praduga tak bersalah harus dikedepankan. 

“Sebagai orang Unud saya juga berkepentingan. Bukan membela kesalahan loh, tetapi menegakkan prinsip praduga tak bersalah itu penting buat saya supaya juga masyarakat mengerti. Ya kalau memang nanti Bapak Rektor salah silakan salahkan, tetapi jangan diadili sebelum proses hukum itu memang betul-betul berjalan. Ini yang penting untuk kita sampaikan. Pertanyaan-pertanyaan mendasarnya kan harus terjawab dulu,” ucapnya kepada awak media.  

Terkait jumlah kerugian negara yang diklaim oleh Kejati Bali yang berbanding 180 derajat dengan audit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Republik Indonesia, Inspektorat Dikti, Satuan Pengawas Internal, dan Akuntan Publik, Dewa Palguna pun bertanya-tanya sembari menekankan sejumlah hal prinsip sebagai pijakan berpikir.

“Bagaimana cara menghitungnya? Apa itu uang negara? Apa itu kerugian keuangan negara? Siapa yang boleh menghitung kerugian keuangan negara? Apakah boleh keuangan negara diperkirakan, dikira-kirakan? Kalau boleh, siapa yang boleh melaksanakan itu? Itu kan harus jelas. Ini yang selama ini tidak terjadi. Pemberitaan yang seimbang itu sangat penting,” tandasnya.

“Kenapa bisa objek yang sama, yang diselidiki oleh begitu banyak pihak, tapi menghasilkan kesimpulan yang berbeda? Ini kan pasti ada sesuatu yang salah. Ibaratnya begini, jika terhadap satu fakta ada dua orang yang memberikan keterangan berbeda, salah satunya pasti berbohong. Kan begitu nalarnya? Ya nggak? Nah, siapa yang sekarang berbohong? Inilah yang harus dibuktikan oleh hukum. Kalau misalnya Bapak Rektor memiliki alasan-alasan yang kuat untuk menyatakan diri Beliau tidak bersalah kita harus bela, tapi sebaliknya kalau memang terjadi tindak pidana ya tidak usah diadili lewat media. Biarkanlah proses hukum itu berjalan,” tegas Dewa Palguna. (bp)

Berita Terkait

Back to top button

Konten dilindungi!