Informasi: Rubrik Sastra Balipolitika menerima kiriman puisi, cerpen, esai, dan ulasan seni rupa. Karya terpilih (puisi) akan dibukukan tiap tahun. Kirim karya Anda ke [email protected].

PuisiSastra

Puisi-Puisi Nana Sastrawan

Ilustrasi: Renta Ivonne Dewi Arimbi Situmorang

 

 

Doa Bayi Sebelum Dilahirkan

Hari ini aku akan membuka rahim
menempuh perjalanan menghampiri liku
aku akan memandang semesta
mendengar bumi
dan nasib bercerita di antara musim-musim
merupa kata

hari ini aku akan menangis
membayangkan dosa-dosa
yang semakin lama bermukim
pada rumah waktu
di tubuh gigil telanjang
menyatu dengan takdir
yang akan mencari jalan pulang

Kereta Bayi dan Tidur yang Sunyi

Melihat bayi tersenyum dalam tidur, kuingin berikan kereta bayi
membawa berkeliling di jalanan sambil memamerkan senyumnya
ke setiap orang yang melintas, ia sangat lucu, terdiam dan bersih seperti sunyi
ia begitu pulas, mengambil seluruh tidurku
sepanjang malam kulari dari ranjang
mengganti popok, membuatkan susu, dan menggendongnya
berayun-ayun pada pelukan,

menghangat dalam kasih sayang

orang-orang yang memandangnya membayangkan senja, angin yang berhembus
rahang bunga yang mekar, menyaksikan kupu-kupu berputar, melarutkan kebosanan
hidup yang tajam, dan sejenak lari dari persoalan negara yang lusuh
mereka akan tertidur sunyi setelah sekian lama terjaga pada peristiwa genting
ketika itu keindahan hampir punah, peristiwa yang hadir seperti kopi tanpa gula

bayi tertidur sunyi, menatapnya seperti menghadirkan gerimis, aroma tanah basah, daun mengembun, kabut merendah dan hening, ia menghidupkan yang mati, waktu menjadi abadi
pada dengkurnya, lapar dan dahaga berguguran, pada pipi mungilnya

menjadi muda seperti gaung suara, menempel di tebing, di dinding-dinding goa
tertiup udara menjauh dari tubuh sendiri, kenyataan dan kemayaan getir pada waktu
bayi menjelma pohon, pada mulanya hanya benih
tumbuh, bercabang lalu berbuah
menjadi tua mewujud air, mengalir membasahi musim kering

menjalani hidup mendengar bumi, tanpa keluh meski dedaunan jatuh

bayi menangis dalam kereta, orang-orang riang, saling bergantian menimang-nimang
bersenandung untuk meredakan air mata dan rasa lapar, sesekali mencium, berbisik
menghembuskan angin musim semi
ternyata hidup ini indah
itulah mengapa bayi menangis sekeras-kerasnya

Bayi, 1

Ada bayi di tengah tempat tidur tanpa ranjang
kasur yang dibeli dari pasar tradisional
terbungkus seprai kado pernikahan
melihatnya menumbuhkan impian
barangkali bayi itu adalah utusan Tuhan
pembawa sabda pada hidup perantauan
dalam setiap bayi ada bara untuk menghangatkan
tubuh-tubuh gigil di hari-hari yang resah
pada berita ekonomi di televisi
tentang memanasnya politik
menggerus tradisi
dan bencana alam yang bergemuruh
sepanjang malam kita berada di sampingnya
menjaga hidup terombang-ambing
gelombang peradaban

Bayi, 2

Balon berwarna-warni, mainan tergantung, boneka
dan musik box yang melantunkan lagu riang
bayi tertawa, mengangkat kedua kaki
melambaikan tangan

wajahnya putih
kita pun bersih memandangnya
setia sampai batas usia
masih adakah yang kau tanyakan
tentang cemburu?

kaki bayi menendang-nendang
membalikan badan kemudian mengoceh
seolah berkata dan merupa tanda
bahwa gerimis akan mencipta pelangi
dan hidup getir mewujud warna
pada waktu bersilau matahari

Bayi, 3

Bayi lahir setiap hari, dunia menjadi ramai
tangisan dan lengkingan menyusup jauh pada tidur
orang-orang membuat berita
tentang bayi yang tak menyakiti
kecuali perempuan saat dilahirkan
apakah itu alasan bayi ditinggal dalam hujan
pada sunyi dan gelap malam
di pinggir jalan, tempat sampah, semak-belukar
tepian rumah, sungai dan gorong-gorong kota

bayi mati kena aborsi
tubuhnya di penjara pada tabung
dikubur di sebuah tikungan waktu
bayi merindukan ibu
ia ingin menggigil dan beku bersamanya
atau memanas di tungku kehidupan
setiap bayi-bayi menangis
hari digenangi air mata

Celana Bayi

/1/
Kita ingin membeli celana bayi
untuk pergi jalan-jalan ke taman
agar tampak lebih riang
dan menggemaskan

kita telah mencocokan kepada bayi
dengan berbagai model di toko busana
wajah kita semakin gembira
padahal setiap malam
kita senang tidur tanpa celana

di depan pramuniaga kita pamerkan
bayi yang memakai celana
sewaktu-waktu ia bisa membuat ompol
namun kita masih saja bertepuk tangan

demikianlah kita membuat tawa
melepas usia tua
meski akhirnya bayi akan berlayar ke laut
mencopot celana
berkelana mengarungi gelombang
meninggalkan kita dalam sepi
menanti kubur yang abadi

/2/
Berulang kali iklan celana bayi
kita tunggu di malam hari
selain tampak lucu dan geli
di rumah suasana tak terasa sunyi
lelah dan resah tak bersembunyi
kita berjoget-joget sendiri
bahkan sampai selfi

di hadapan waktu kita tontonkan
kegembiraan hidup yang mati-matian
berdesakan di tengah kota yang runcing
slip gaji, laporan kantor dan wajah bos
membayang pada setiap langkah
menuju pergi maupun pulang

kita seperti jendela renta
sebentar jatuh dimakan usia
terpelanting diterbangkan angin
terserak pecah oleh gema peradaban teknologi
terombang-ambing pada gelombang ideologi
semakin pintar, kita semakin kafir

namun, bayi kita jingkat-jingkat
di depan televisi
memakai celana yang baru saja di beli

demikianlah kita lari
dari berita demontrasi dan politik politisi
meski akhirnya bayi akan menuju kereta
mengenakan agama, ilmu pengetahuan dan norma
menutup pintu rumah
menghilang di tengah kerumunan zaman

/3/
Setiap malam celana bayi itu
tertidur dengan lelap
walaupun basah kuyup dan bau pesing
dia seperti takdir
melekat pada bayi
pada kelahiran
meskipun akhirnya terlunta
di bak-bak sampah
ketika bayi sudah tak pipis di celana
pada saat mereka mengenal kamar mandi
di kamar hotel, di dalam gedung
di bandara, di pelosok dunia
dia seperti rindu
membawa kenangan
mengajarkan hidup untuk terus mengenal
perpisahan dan kematian

Bayi yang Belajar Berbicara

Ciluuuk…
ba…

aku akan mengajarkanmu mengucapkan kata
agar kau dapat menyimpan ingatan pada percakapan
menghapus dusta di bibirku dengan bibirmu
meskipun memulai dengan terbata
aku masih percaya kalimat itu bukan yang terakhir
mungkin saja menjadi awal mengungkap rahasia
walaupun sesekali aku membujukmu
untuk membuka mulut
dengan sup dan bubur

suara menumbuhkan riwayat
mustahil melahirkan sepi

dan bayi yang belajar berbicara
merupa ladang di musim basah

Ba…
pa…

aku mengenalkanmu pada laut
gelombang, karang, ikan dan garam
kau akan memecah rahasia cuaca
burung samudra yang mencari dermaga
dengan jemarinya diciptakan perahu
agar kau dapat mengarungi tanpa karam
menemukan detik detak waktu

karena pantai menghampar pelangi
pasir putih serupa mimpi

dan bayi yang belajar berbicara
mewujud angin utara menerbangkan sasar

Ma…
ma…

aku membawakanmu daratan
ia akan lebih sabar menahan tubuhmu
menyediakan tanah untuk ditanami rasa
juga tenda tempat berteduh pengembara
melupa kenangan menggambar masa depan
ia akan menceritakan kepadamu tentang berburu
lalu kubayangkan kau mengemasi takut dan ragu
menyembunyikan kesedihan
kau akan menempuh percakapan riuh
dengan sendirian

karena bahasa seperti angan
saat dalam pikiran

dan bayi yang belajar berbicara
nekat menerobos waktu

Bayi yang Belajar Tengkurap

Karpet plastik untuk menahan ompol di kasur
kini sudah pudar warnanya
tubuh sudah mulai miring
dan tangan nakal menggapai apa saja
seolah sudah tak ingin terlentang di atasnya
gajah, kelinci, kura-kura
dan bola mainan
dilempar-lempar
ia semakin jahil menarik-narik ujung seprai
menggigit dan menghisap
lalu tertawa
kini tubuhnya sudah bisa tengkurap
kedua tangan terlentang
kaki menendang-nendang kasur
baginya kasur adalah angkasa
dari sinilah ia akan mendarat
menapakan kaki
ia berguling-guling di atas kasur
selalu tertawa
membuat hidup bahagia

Bayi yang Belajar Merangkak

Bayi yang belajar merangkak
kedua tangan dan kakinya menulis jarak
ia akan mencapaimu
menceritakan sebuah rahasia
dalam lutut yang bergesekan dengan lantai
ada bunyi dan gerak-gerik di sana
ia akan menghilangkan jejak
dan hanya dapat ditemukan kelak
dalam isyarat pada kenangan

ia dengan sabar bersitahan terhadap rasa sakit
mesti pinggiran keramik melukai
sesekali ia mencoba nungging
meskipun tangannya gemetar
terjatuh lalu bangkit
bayi yang belajar merangkak
mengirimkanmu makna perlawanan
menyerah berarti kalah

bayi yang belajar merangkak
seperti fajar menyingsing
menyingkap teka-teki kehidupan
mengantarkan kaki
menempuh perjalanan luas

Bayi yang Belajar Berjalan

Nang ning nang ning nang ning nung …

kukenang rimba yang jauh ketika bayi belajar berjalan
dedaunan lebat, lembah dan lereng curam dengan suara angin
pepohonan rapat menghalangi merah cahaya matahari
dengan akar menjalar ke sungai dan rawa-rawa
sebagai manusia menempuh perjalanan adalah takdir
seperti adam dan hawa yang belajar berjalan di bumi
saling mencari untuk pertemuan
begitu pun dengan bayi selangkah demi selangkah
menahan beban tubuh
lalu terjatuh kemudian bangkit
agar kaki semakin tegar berdiri

nang ning nang ning nang ning nung …

telapaknya mulai menatah tanah
lutut sesekali mengerjap gemetar
berjinjit dengan tangan melambai meminta bantuan
kita bertepuk tangan sambil menggoda
bayi gembira tertawa
berjingkat-jingkat
ia ingin menghimpun perjalanan
mengantarkan pada masa depan
seolah menunggu adalah kemurungan
ia tak mau kehilangan impian

kaki-kaki yang terlatih akan kuat berjalan
mencapai pendakian

nang ning nang ning nang ning nung …

Bertemu Dokter

Mendadak kau mengeluh sakit
lutut yang bengkak
badan panas
matamu redup

diam-diam kau pergi kepada bayangan

di sana, kau bertemu dr. reddy
dia pun berkata:

/1/
dalam dirimu mengalir sungai
berisikan darah
seekor nyamuk berumah
sembunyi untuk bertelur
meninggalkan demam

/2/
hanya rasa pahit yang tersisa
pada mulutmu
wajah putih pasi
meskipun berdiam pada malam dingin
suhu tubuhmu mendidih

/3/
ada yang terasa sakit
pada perut dan punggungmu
kau berada pada kekosongan
mendekat maut

setelah itu, kau menangis sekeras-kerasnya
membangunkanku yang tertidur di tepi ranjang
aku saksikan ventilator
bunyinya bergetar dalam telinga
kabel-kabel menempel di tubuh
infus menancap di tangan
tabung oksigen dalam pernapasanmu

kita diam berpandangan

Saling Berbisik

Kita sedang belajar menyimpan rahasia
saling berbisik

kita berdua saja
mengetahui sepi

aku memesan warna pelangi
kau mencintai langit biru

lalu bayi kita ikut nakal
berbisik pada telinga
menceritakan hidup yang kekal

Setelah Kelahiran Bayi

Setelah kelahiran ini
ada suara tangis mengisi hari
rumah dipenuhi perabotan bayi
mengepung sejarah sepi

kini aku tak bisa lari dan sembunyi
dari wajah bayi yang putih dan suci
polosnya seperti bumi
ia akan tumbuh bersemi
menjadi hiburan di sela politik televisi

bayi adalah biji sekaligus mimpi
menghapus jejak-jejak kaki
dalam perjalanan yang berduri

aku biarkan lapar dan haus di terik matahari
di tengah keramaian berapi
di keterasingan hidup dalam sebuah negeri
aku berjanji untuk tegak berdiri
sampai luka pergi

setelah kelahiran bayi
jiwa-jiwa merdeka dari sunyi

================================

Biodata

Nana Sastrawan, seorang penulis dari Kuningan, Jawa Barat. Karyanya yang terbaru adalah Sumbi, Perempuan yang Mengawini Anjing (2020), Ingin Kuhapus Lipstik di Bibirmu dengan Bibirku (2021), Televisi Tanpa Antena (2021), Protes Para Anjing (2021). Ia mendapatkan penghargaan Acarya Sastra IV dari Badan Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI tahun 2015.

Renta Ivonne Dewi Arimbi Situmorang lahir di Tanjung Enim, Sumatera Selatan, 21 September 1980. Dia lulusan Sekolah Tinggi Pariwisata, Bandung. Dia menggemari lukisan dan puisi-puisi yang bertema kesendirian. Kemudian, sejak awal 2019, dia belajar melukis secara otodidak menggunakan media kertas, batu, kayu, dan kanvas. Akun FB: Jeung Ipon. IG: @ivonnearimbi.

Berita Terkait

Back to top button

Konten dilindungi!