Informasi: Rubrik Sastra Balipolitika menerima kiriman puisi, cerpen, esai, dan ulasan seni rupa. Karya terpilih (puisi) akan dibukukan tiap tahun. Kirim karya Anda ke [email protected].

Hukum & Kriminal

Ditersangkakan, Prof. Bakta Sebut Hati-Hati Karmaphala

TEGASKAN DIRI TIDAK BERSALAH: Guru Besar Bidang Ilmu Hematologi dan Onkologi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana, Prof. Dr. dr. I Made Bakta Sp.PD (KHOM) siap berjuang memulihkan nama baiknya.

 

DENPASAR, Balipolitika.com- Terhitung sejak 25 Maret 2022, Guru Besar Bidang Ilmu Hematologi dan Onkologi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana, Prof. Dr. dr. I Made Bakta Sp.PD (KHOM) sadar harus berjuang memulihkan nama baiknya. Gayung bersambut, permohonan perlindungan hukum yang diajukan mantan Rektor Unud (2005-2013) kepada eks institusi yang dipimpinnya berjalan mulus. Pasca menyandang status tersangka dari Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Mabes Polri atas dugaan pemalsuan akta autentik, Prof. Bakta menegaskan seyakin-yakinnya bahwa dirinya tidak bersalah.

“Jadi orang kalau betul dia mentersangkakan saya dengan cara seperti ini, orang itu pasti dia kena karma phalanya. Itu urusan Yang Di Atas. Nama saya sudah dianggap kotor dan cemer. Dikira korupsi dan lain-lain,” ungkapnya dengan nada tenang saat ditemui langsung di bilangan Denpasar.

Tentang permohonan perlindungan hukum dari Unud di bawah kepemimpinan Prof. Dr. Ir. I Nyoman Gde Antara, M.Eng., IPU, Prof. Bakta mengucapkan terima kasih sekaligus bersyukur.

“Itu usaha saya secara pribadi memohon kepada Unud untuk mendapat perlindungan. Karena saya sama sekali tidak ada salah. Saya menjalankan tugas untuk menyelamatkan aset negara, kata Prof. Bakta

Dengan perlindungan hukum dari Unud, Prof. Bakta berharap segera terbit surat perintah penghentian penyelidikan (SP3). “Mudah-mudahan berhasil melalui SP3. Itu kan urusan Bapak Rektor (Prof. Dr. Ir. I Nyoman Gde Antara, M.Eng., IPU., red) nanti bersama tim dan kementerian. Tanah itu atas nama kementerian bukan atas nama Unud,” tandasnya sembari menegaskan dirinya tidak bersalah karena proses mengenai akta yang menjadi sengketa dilakukan pada 1983, jauh sebelum dirinya menjabat pucuk pimpinan Unud.

Selanjutnya, saat gugatan bergulir pada tahun 2011, Prof. Bakta menegaskan sikap yang diambilnya semata-mata merupakan tugas institusi. Karena Unud digugat, dirinya bertindak atas nama rektor dan memenangkan sengketa di PN Denpasar dan melalui perjuangan tim hukum. Sayangnya, saat permasalahan tanah tersebut sampai di Mahkamah Agung, Unud kalah. “Pengganti saya, Prof. Swastika pun akhirnya mengajukan PK dan Unud kembali menang,” ungkapnya.

Atas dugaan pemalsuan akta autentik kasus tanah yang berlokasi di Jimbaran, Kecamatan Kuta Selatan, Kabupaten Badung, Bali, yang membidik dirinya sebagai tersangka, Prof. Bakta kembali menegaskan dirinya tidak tahu-menahu sebab seluruh hal terkait hal tersebut ditangani oleh tim hukum Unud. “Saya sendiri tidak tahu surat palsu itu. Yang mengurus itu semua tim hukum. Saya tidak pernah berhubungan dengan surat itu,” tegasnya. (bp)

Berita Terkait

Baca Juga
Close
Back to top button

Konten dilindungi!