Informasi: Rubrik Sastra Balipolitika menerima kiriman puisi, cerpen, esai, dan ulasan seni rupa. Karya terpilih (puisi) akan dibukukan tiap tahun. Kirim karya Anda ke [email protected].

Hukum & Kriminal

Tiba-Tiba Tersangka, Prof. Bakta: Aturan Mana yang Saya Langgar?

CARI KEADILAN: Guru Besar Hematologi dan Onkologi Fakultas Kedokteran Unud, Prof. Dr. dr. I Made Bakta Sp.PD (KHOM). 

 

DENPASAR, Balipolitika.com- Status tersangka yang disandang Prof. Dr. dr. I Made Bakta Sp.PD (KHOM) sesuai SP2HP (Surat Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penyidikan) Bareskrim Mabes Polri Nomor: B/1452 Subdit-I/III/2022/Dit Tipidum tertanggal 25 Maret 2022 dinilai sebagai sebuah pendzoliman. Rektor Unud periode 2005-2013 mengaku bingung apa pemicu atau alasan kuat yang membuat dirinya harus menanggung status sebagai tersangka. “Saya ditersangkakan sebagai kapasitas rektor tahun itu. Maka saya serahkan pada universitas. Bagaimana pun sebagai manusia saya terus terang saja merasa dizolimi. Kenapa? Karena kok saya yang tidak bersalah karena melakukan tugas rektor. Dibilang melanggar aturan, aturan mana yang saya langgar? Kok saya yang salah? Saya menjalankan tugas kantor. Dokumen yang dipakai dokumen lama, tidak ada pembaharuan dokumen,” jelasnya ditemui langsung di Denpasar.

Guru Besar Hematologi dan Onkologi Fakultas Kedokteran Unud itu menyebut melalui salah seorang rekannya yang berpangkat jenderal polisi, kasus yang menyeret dirinya menggunakan dokumen yang sama sejak gugatan pertama bergulir tahun 2011. Itu masa kedaluarsanya 12 tahun. Jadi, kalau lewat 12 tahun, maka tidak bisa diganggu gugat. “Saya melihat kejanggalan. Merasa heran sekali,” keluh kesahnya.

Seperti diberitakan sebelumnya, kasus perdata antara Unud dan warga Jimbaran mencuat di tahun 2011. Mengemban tugas selaku Rektor Unud kala itu, Prof. Bakta menugaskan tim hukum untuk fokus menghadapi gugatan hukum pasca terbitnya surat pemberitahuan dari Pengadilan Negeri Denpasar yang menerangkan bahwa Ni Nepreg (istri almarhum I Pulir) dan Nyoman Suastika (putra dari Ni Repreg dan almarhum I Pulir) mengajukan gugatan kepada Universitas Udayana dengan obyek sengketa berupa satu bidang tanah seluas 2,7 hektar yang diklaim sebagai harta warisan dari milik penggugat yang berasal dari kakeknya atas nama I Rimpuh atau ayah kandung dari I Pulir.

Kasus tersebut ungkap Prof. Bakta dimulai dari pembebasan tanah pada kisaran tahun 1981-1983 yang seluruhnya dilakukan oleh panitia pembebasan tanah yang dibentuk oleh Pemerintah Provinsi Bali yang kala itu dipimpin oleh Prof. Ida Bagus Mantra. “Tahun 1983 oleh Pemda Bali dengan secara kolektif dalam bentuk buku pembebasan tanah. Salah satu tanah itu milik I Pulir (almarhum, red) yang keturunannya menggugat atas bidang tanah seluas 2,7 hektar. I Pulir meninggal tahun 2022. Selama itu, surat pembebasan sudah dipakai untuk membuat sertifikat dan sebagainya, tapi tanah ini (2,7 hektar) belum bersertifikat, tanah yang diperkarakan ini. Sampai 2011, tidak ada masalah sebelum akhirnya Unud digugat,” ucap Prof. Bakta. (bp)

Berita Terkait

Baca Juga
Close
Back to top button

Konten dilindungi!