Informasi: Rubrik Sastra Balipolitika menerima kiriman puisi, cerpen, esai, dan ulasan seni rupa. Karya terpilih (puisi) akan dibukukan tiap tahun. Kirim karya Anda ke [email protected].

PuisiSastra

PARADE PUISI

Agus Widiey, Mimi Marvill, Muhammad Sholeh, Heru Patria, Zulfadhli

Ilustrasi: Ignatius Darmawan

 

Agus Widiey

TEOREMA
; Pythagoras

di antara tiga sisi segitiga siku-siku itu
aku tersesat, karena rumus kehidupan
nyatanya, tak serumit yang kau ajarkan

di kepalaku
angka-angka belum selesai
jumlahnya melebihi kapasitas akalku

aku tak mampu
memecahkan masalah waktu
apalagi terbuat dari masa lalu
meski berkali-kali telah kubaca bukumu.

Yogyakarta, 2023

 

Mimi Marvill

TOPENG

Topeng-topeng berjajar
Mulai dari wajah polos hingga penuh jambang
Mulai kulit mulus hingga keriput menonjol tulang

Topeng-topeng berjajar penuhi ruang
Mata tertarik memeluknya
Jemari meraih, menyingkap satu-satu
Tamparan keras mendarat di pipi
Panas perih dadaku

Selanjutnya
Kuraih dan menyingkapnya kasar
Tak terhingga berapa sudah kubuang
Hingga di paling ujung
Topeng paling bijak kusentak, kulempar
Seraut wajah penuh noda terpampang
Seribu godam menghantam
Suaranya terdengar: aku wajahmu!

Temanggung, 20 Juni 2022

 

Muhammad Sholeh

RUMPUT TETANGGA

kepada rumput di rumah
kau tak perlu iri pada tetangga sebelah
katanya lebih hijau, lebih indah
sebab pesonamu lebih sumringah
cairkan segala beku suasana

candamu, candu paling puisi menuntun pulang
rajukmu jadi rindu, ‘tuk selalu merujak rasa
rayumu merujuk diri rayakan bahagia
atas lika-liku di luar sana yang hilang seketika di rumah

bersama adalah surga tanpa batas dosa
berahi paling purna mencecap sunnah-Nya.

Pekanbaru, 20 Oktober 2023

 

Heru Patria

PADA TIANG PENYANGGA TOL

Ini kisah usang anak tiri didera susah
Menggantungkan hidup pada tumpukan sampah
Pada kardus dan plastik mereka berkeluh kesah
Tentang tak adanya cahaya dalam langkah lelah
Pada tiang penyangga tol yang perkasa
Anak-anak tiri benturkan segala persoalan hidup
Meski tak ada kepastian yang diterima
Mereka tetap bertahan dengan asa meredup
Pada tiang penyangga tol anak tiri mengadu
Tentang dengus napas yang berpacu dengan waktu
Tentang masa depan yang terbawa asap kendaraan
Tentang kemakmuran yang roboh akibat penggusuran
Pada tiang penyangga tol anak tiri meratap
Soal tak adanya sesuatu yang bisa diharap
Soal hidup yang bagai ikan terlempar ke darat
Megap-megap dan nyaris sekarat

Blitar, 2023

 

Zulfadhli

ANAK-ANAK

Anak-anak yang berlarian di masjid itu
Adalah serentetan kaki yang kian menderaskan larimu ke arah Tuhan

Sejengkel apapun telingamu menangkup celotehnya
Tetaplah bersabar, karena mulutmu tengah menderaskan kalam Tuhan.

Anak-anak yang berlarian di masjid itu
Adalah serentetan tangan yang menghibakan ampunan berkah bagimu kepada Tuhan

Simpanlah amarahmu pada hal lain, pada energi lain: kemiskinan, ketimpangan, kebodohan, ketertinggalan.

Bukan pada mereka yang dinaungi kegembiraan.

Anak-anak yang berlarian di masjid itu,
Adalah aku
Adalah kau,
Pada masa lalu.

Sebegitu cepatkah kau melupakan?

 

—————————————————-

BIODATA

Agus Widiey, lahir di Sumenep 17 Mei 2002. Ia pernah memenangkan lomba menulis puisi yang diselenggarakan Majelis Sastra Bandung (2021).

Heru Patria adalah nama pena Heru Waluyo. Buku puisinya yang telah terbit, antara lain Orasi Anak Negeri (2023), Rapsodi Dua Hati (2023).

Mimi Marvill, lahir dan menetap di Temanggung. Buku puisinya berjudul Kupuisikan Hatiku (2017).

Muhammad Sholeh lahir di Tembilahan Hulu, 4 Desember 1995. Bukunya yang telah terbit adalah Kepingan Renjana Matamu (2023).

Zulfadhli, adalah wartawan Riau Pos. Peraih nominator Ganti Award (2006) dan Anugerah Jurnalistik Sagang (2012).

Berita Terkait

Baca Juga
Close
Back to top button

Konten dilindungi!