Ilustrasi: Wayan Jengki Sunarta
KITA PERNAH BERTEMU AKU YAKIN ITU KAU
–In Memoriam Kriapur–
Kukubur bulan di kali
Sehabis gerimis. Mengikis tangis
Langit mati. Sepanjang jejak setapak
Jiwa-jiwa kita menghantar sampai pekuburan
di jalan ini kita pernah bertemu
aku yakin itu kau
tapi kau tak tahu aku
pun ketika kukatakan tentang bunga yang sama-sama kita kagumi
kau tak mengerti
memang sulit untuk percaya
aku di sini sangat bersahaja, jauh dari kata mewah
pun sepotong ucapan yang masih baru sama sekali tak kukenal
sedang kau bukan cuma pengembara yang berpikir tentang maut
(tapi di luar semua itu kupikir keadaan kita tak berbeda
kau pengagum langit, aku perindu musim bunga
jalanan sekali waktu jadi tumpuan pelepas jemu)
dan di jalan ini kita bertemu
kau demikian ria berbicara tentang langit kekagumanmu
meramalkan maut dan mengatakan semua sangat mengagumkan
“bolehkah semua orang berpikir demikian?” tanyaku ternganga
tapi kau tak dengar
lantas datang malam daun-daun gugur mengganti cuaca
kauceritakan tentang mimpi, kisah2 mawar
desau rumputan dan laut yg bermain di atas badai
tapi aku yg tak mengerti
mataku berat pun ucapanmu terlalu asing
aku hanya ingin melihat bunga yg berkembang
dan di jalan ini kita bertemu
dan aku yakin itu kau
tapi kau tak tahu aku
pun ketika kukatakan tentang bunga yang sama-sama kita kagumi
tak juga kau kunjung mengerti
memang sulit untuk dipercaya
tapi kita memang pernah bertemu
dan aku yakin itu kau
lantas setelah itu kau lewat setelah bercerita
sementara aku sendiri ternganga dalam pesona
kau lebih mengagumkan dari pada ceritamu
setelah itu, setelah lewat musim dan aku di jalanku yang lain
aku hanya mendengar kisahmu dari orang lalu
ceritamu sendiri padaku cuma sepotong yg masih kuingat
dan ketika kupikir lagi:
kita memang berbeda
kau pengembara yang tidak cuma berpikir tentang maut
sedang aku perindu musim bunga
yang ingin tidur lelap sambil bermimpi
SAJAK BIRU BUAT SUNIA
kaki siapakah yang patah di sampingku?
tangan siapakah yang terkulai di depanku?
tangis siapakah yang terisak di telingaku?
air mata siapakah yang menetes di pangkuanku?
hati siapakah yang tergeletak di dadaku?
mimpi siapakah yang terjatuh di kepalaku
membangunkan tidurku yang lelap?
(maafkan
aku tak tahu kalau semua itu
milikmu
tidurku terlampau lelap
setelah semusim lalu tak bisa tidur
mencari dirimu sepanjang mimpi yang menyelimuti malam)
NYANYIAN CINTA BUAT SUNIA
kalau sudah demikian jauhnya antara kelahiran dengan kelahiran
kau mestinya mengingat di mana harus menggali kubur-kubur baru di tanahmu
di sini jarak telah terhapus, jarak yang diharap semakin rapat
(dari mana dulu kita mulai sebuah kehidupan)
sama sekali terlupa sebab tak ada kini kata merdu buat merayu
juga ini dengan kemiskinan sehari-hari kita hadapi pergantian waktu
tanpa gelisah berhias menjaga ajal sewaktu-waktu merenggut
dan musim demi musim kita biarkan gugur memutih
menutup garis-garis percintaan tahun-tahun lalu
tak ada yang mesra antara kita dalam keabadian
atau memagar sendiri halaman tanpa mau peduli di mana lewat
sebab kau tak ada aku tinggal sendiri bercanda
tanpa kata pun mati setiap ayat al-kitab sebelum menjelma doa
NYANYIAN MUSIM GUGUR
musim gugur daun-daun gugur
gugur di padang, di ladang
sebelum datang angin
gugur pula bulu-bulu beruang padang
yang mengembara dengan jerit-jerit panjang
dan kian jauh:
kita memburunya membidikkan senapan
searah angin tanpa berkedip
kita menatap, masing-masing lihat:
anak beruang mungil menggelepar
tanpa jeritan bulu-bulunya berguguran
bercampur pasir dingin
kemudian pergi, di sini meneguk anggur penghangat
dan panggang burung yang terjatuh mati beku
tanpa bulu-bulu sayap terjerat hancur
aku yakin, ada yang coba mengerti
bertanya hilangnya catatan sehari-hari
di balik tenda:
tertimbun runtuhan dahan-dahan lapuk
atau karena kesal menempuh pengembaraan melelahkan
sementara tak ada putik bunga berkembang
tanpa gairah kita di bawah pohon gundul
bersandar: menanti musim akan datang
ODE
telah kulepas sebuah kereta perang lagi
ke padang pertempuran
telah kulepas, kekasih
sebelum berakhir hari ini
kau akan dengar ringkiknya amat pilu
juga kembali malam nanti
langkahnya tersaruk-saruk
sepanjang jembatan, merintih dan terkantuk-kantuk
telah kulepas, kekasih, ke padang pertempuran
sebuah kereta perang lagi
seperti kau pernah tidur pertama kali
mimpikan dosa abadi lekat di tangan
kau akan dengar jeritnya
bersama lepasnya pedang telanjang, jangan menangis
dan sekian ribu jiwa lagi akan menyusul
bersujud di roda-roda melaju
pasrah diri
:ikrar pahlawan-pahlawan baru
jangan menangis
bila esok kautemukan kereta pecah berserakan
dan pengendara mati tanpa tangis
jangan diratapi, kekasih
aku siap lepaskan kereta perang
yang baru lagi
POTRET HITAM-PUTIH
sepanjang gugus pasir pantai kelabu
merapat perahu-perahu
terbawa alun kidung: nyanyi mimpi bocah-bocah
terpanggang cahaya matahari
–tetes demi tetes darah mengalir
membasahi tanah kelahiran yang terlupa–
terseret arus ke tengah-ke tepi
dan terdampar
di tepi pelabuhan penghabisan tuhan melukis
bayangku: berserak
hitam-putih
LUKISAN
belum habis perjalanan
berlalu unggas-unggas mengikuti peralihan musim
di jiwaku, sebelum gugur yang lain gugur
merekahkan hari semaikan serbuk-serbuk
bunga hijau daunan alam
pada setiap kelahiran sebelum mati yang mati
tiba-tiba sebuah dunia terbuka
menerimaku mengantar sampai ke lembah
entah habis perjalanan kupa pula, nyatanya
yang kuingat cuma musim sudah menjauh
ke dunia baru, samar-samar
dalam bayangmu lepas
di belakang tinggal sendiri mengubur segala ihwal
di mana diriku lahir pernah menangis dengan cinta
=================================
Biodata
Gimien Artekjursi. Lahir 3 Agustus l963. Tinggal di Banyuwangi. Puisinya di publikasikan di media cetak dan on line di Indonesia. Antologi puisi: Para Penyintas Makna(Teras Budaya, 2021), Pujangga Facebook Indonesia (PT Metaforma Internusa, 2022). Memenangkan lomba menulis puisi tingkat nasional yang diselenggarakan Sanggar Minum Kopi Bali l989 dan Nagerikertas.com 2022. Fb: Gimien Art.
Wayan Jengki Sunarta, lahir di Denpasar, Bali, 22 Juni 1975. Selain dikenal sebagai sastrawan, belakangan ia gemar melukis yang merupakan hobinya sejak kanak-kanak. Pameran seni rupa yang pernah diikutinya, antara lain Pameran Bersama SahabART di Rumah Seni Paros, Sukawati, Gianyar, Bali (2020), pameran Silang Sengkarut di Dalam Rumah Art Station, Denpasar (2022). Tahun 2020, tiga karyanya masuk Semi Final Lomba Lukis “Titian Art Prize”, Yayasan Titian, Bali. IG: @jengki_sunarta.