Informasi: Rubrik Sastra Balipolitika menerima kiriman puisi, cerpen, esai, dan ulasan seni rupa. Karya terpilih (puisi) akan dibukukan tiap tahun. Kirim karya Anda ke [email protected].

Hukum & Kriminal

Polda Bali Periksa Pelapor Jro Baudha Suena

Terkait Kebencian terhadap Sulinggih PHDI MS XII

LANJUT: Sosok Jro Baudha Suena (JBS) yang diduga melakukan tindak pidana UU ITE (Informasi dan Transaksi Elektronik, sesuai Pasal 28 (1) dan ayat (2) UU ITE dan pasal lainnya.

 

DENPASAR, Balipolitika.com Sempat dinyatakan berakhir, pelaporan terhadap Jro Baudha Suena (JBS) yang diduga melakukan tindak pidana UU ITE (Informasi dan Transaksi Elektronik, sesuai Pasal 28 (1) dan ayat (2) UU ITE dan pasal lainnya faktanya masih berlanjut.

Setelah dilaporkan ke Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Bali tertanggal 31 Juli 2022, Senin, 5 September 2022, Polda Bali memanggil dan memeriksa Nyoman Iwan Pranajaya sebagai pelapor atas status akun facebook Jro Baudha Suena.

Usai memberi keterangan dalam BAP (berita acara pemeriksaan), pelapor Nyoman Iwan Pranajaya yang didampingi kuasa hukum Putu Wirata Dwikora, SH, Wayan Sukayasa, SH, Made Bandem Dananjaya, SH, MH menjelaskan, bahwa dirinya sudah memberikan keterangan terkait status JBS yang diunggah pada 16 Juli 2022.

Tim hukum mengapresiasi atensi cepat Polda Bali atas laporan masyarakat tersebut.

Pasal 28 ayat (1) UU ITE, tertulis setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan berita bohong dan menyesatkan yang mengakibatkan kerugian konsumen dalam transaksi elektronik.

Pasal 28 ayat (2) UU ITE berbunyi setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA).

Becermin pada dua hal ini, kata kuasa hukum Iwan Pranajaya, narasi status JBS jelas-jelas merupakan penyebaran berita bohong dan menyesatkan.

JBS menuding Sulinggih PHDI MS XII diam seperti Rsi Drona dan Pangeran Bhisma dalam Mahabharata.

‘’Pelapor menolak tudingan JBS karena tidaklah benar Sulinggih PHDI MS XII diam dan membiarkan keberadaan sampradaya Hare Krishna dan Sai Baba. Nyatanya, sudah ada pencabutan pengayoman Hare Krishna/ISKCON atas perintah Sabha Pandita PHDI Pusat tanggal 30 Juli 2021 yang ditindaklanjuti oleh Ketua Umum PHDI Pusat Wisnu Bawa Tenaya dengan mencabut pengayoman Hare Krishna/ISKCON tanggal 30 Juli 2021,” ujar Putu Wirata Dwikora dan Bandem Dananjaya.

Sebelumnya, di Bali ada keputusan Pasamuhan Paruman Pandita PHDI Provinsi/Kabupaten/Kota se-Bali, 10 Juni 2021, yang meminta PHDI Pusat mencabut pengayoman Hare Krishna/ISKCON, memperhatikan aspirasi umat Hindu agar kepengurusan PHDI Pusat dalam Mahasabha XII nantinya tidak merekrut tokoh Hindu dari sampradaya.

Untuk diketahui, Pasamuhan Paruman Pandita 10 Juni 2021 tersebut dihadiri oleh lebih dari 100 Sulinggih se-Bali.

Belum lagi AD/ART PHDI Mahasabha XII sudah mencabut pengayoman sampradaya, sebagaimana tuntutan mereka yang menyebut diri mengajegkan dresta Bali atau nusantara.

“Jadi, tidak benar Sulinggih PHDI itu diam, melakukan pembiaran terhadap aspirasi yang mengkritisi sampradaya non-dresta Bali,’’ sambungnya.

Ada juga narasi JBS yang redaksi kalimatnya sebagai berikut. “Para oknum elit PHDI MS XII baik di Pusat dan di masing-masing tingkatan ikut diam menyetujui keberadaan para Pandita VPA SAI BABA dalam tubuh PHDI MS XII dan sibuk asyik masyuk bermain teater di panggung publik sampai ke panggung medsos hanya untuk tujuan politik jangka pendek semata dengan mengorbankan umatnya sendiri?’’

Tegas Sukayasa, tuduhan JBS dengan kalimat ‘’Pandita VPA SAI BABA dalam tubuh PHDI MS XII dan sibuk asyik masyuk bermain teater di panggung publik sampai ke panggung medsos hanya untuk tujuan politik jangka pendek semata dengan mengorbankan umatnya sendiri’’ tergolong menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA).

Selain itu, redaksi status JBS yang tertulis dalam Itihasa Mahabharata sikap diamnya Rsi Drona dan Pangeran Bhisma terhadap konflik antara Pandawa dan Kurawa adalah salah satu penyebab terjadinya perang Bharatayuda tergolong berisi ancaman kekerasan atau menakut-nakuti yang ditujukan secara pribadi.
Narasi JBS tersebut bisa mengandung provokasi, seakan-akan dalam PHDI dan tubuh umat Hindu ada potensi perang yang sepadan Bharatayuda.

Itu dinilai menjadi narasi yang bernuansa ancaman kekerasan ataupun menakut-nakuti yang ditujukan secara pribadi terhadap Sulinggih-sulinggih PHDI.

“Pelapor mempersilakan dan yakin Polda Bali bisa mengusut laporan atas diri JBS ini,” tegas kuasa hukum. (bp)

Berita Terkait

Baca Juga
Close
Back to top button

Konten dilindungi!