Informasi: Rubrik Sastra Balipolitika menerima kiriman puisi, cerpen, esai, dan ulasan seni rupa. Karya terpilih (puisi) akan dibukukan tiap tahun. Kirim karya Anda ke [email protected].

Hukum & Kriminal

IJTI Bali: Larang Kerja Jurnalistik Terancam 2 Tahun Penjara

Plus Denda Rp500 Juta

KERJA JURNALISTIK DIJAMIN UU: Suasana pelarangan peliputan oleh sejumlah oknum bermasker serangkaian agenda People’s Water Forum (PWF) di Hotel Orange Jl. Hayam Wuruk Denpasar pada Selasa, 21 Mei 2024. 

 

DENPASAR, Balipolitika.com Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI) Pengda Bali menyesalkan larangan peliputan acara People’s Water Forum (PWF) di Hotel Oranjje Jalan Hayam Wuruk Denpasar pada Selasa, 21 Mei 2024. 

Larangan itu dikeluhkan sejumlah jurnalis televisi yang dilarang oleh sekelompok orang bermasker. 

Jurnalis tvOne, Alfani Sukri menuturkan pada hari pertama gelaran PWF terjadi ketegangan antara sekelompok orang dengan panitia penyelenggara. 

Ada larangan peliputan oleh sekelompok orang dengan alasan menjaga budaya Bali.

“Sejak awal digelarnya PWF 2024 di Hotel Orange Hayam Wuruk kita awalnya boleh masuk. Nah, hari kedua kemarin (Selasa, 21 Mei 2024, red) semua peserta yang akan hadir itu nggak boleh masuk. Termasuk semua wartawan yang ingin meliput kegiatan di dalam dengan alasan nggak jelas. Mereka yang menghalangi itu nggak jelas. Dasar mereka menjaga budaya dan keamanan Bali. Takut demo dan sebagainya. Lah terus kita para wartawan ini apa, kok sampe ikut dilarang?” tutur Alfani. 

Alfani juga menyayangkan sikap polisi sebagai aparat keamanan,yang harusnya mengamankan kegiatan masyarakat, tapi tidak bertindak sesuai dengan amanat Undang-Undang Dasar 1945.

“Yang kita sayangkan, memang peran polisi di mana? Kok bisa ormas yang ngamanin. Nah yang paling sedih itu, pernyataan menteri PUPR bahwa PWF nggak mengganggu dan diperbolehkan. Eh dianggap wartawan ngarang-ngarang,” sesalnya. 

Ketua IJTI Bali, Ananda Bagus Satria menyesalkan larangan peliputan People Water Forum 2024. 

Ungkapnya dalam Pasal 4 ayat 3 UU Nomor 40 Tahun 1999 tentang pers menegaskan, bahwa pers mempunyai hak mencari, memperoleh, dan menyebarluaskan gagasan dan informasi. 

Oleh karena itu, semestinya para jurnalis tidak dihalangi dalam melakukan tugas jurnalistik. 

“IJTI Bali menerima laporan pengaduan dari anggota bahwa sejumlah jurnalis televisi juga jurnalis lainnya dilarang meliput acara PWF. Padahal jurnalis diundang oleh panitia. Karena itu, pihak lain tidak berhak menghalangi kerja jurnalis, termasuk semua peristiwa yang terjadi di lokasi. Ini bentuk ancaman bagi kemerdekaan pers di Indonesia,” tegasnya. 

Bagus menjelaskan keterbukaan informasi publik diatur dalam Pasal 6 huruf a UU Pers yang menegaskan bahwa peranan pers adalah memenuhi hak masyarakat untuk mengetahui.

Dengan demikian, para pihak yang melarang pers melakukan kerja jurnalistik atau peliputan telah melanggar ketentuan Pasal 4 ayat (1) UU Pers yang menetapkan bahwa kemerdekaan pers dijamin sebagai hak asasi warga negara. 

“Publik berhak mendapatkan informasi termasuk kegiatan PWF di Bali yang berbarengan dengan gelaran WWF. Nah, polisi sebagai aparat keamanan harusnya mengamankan kegiatan masyarakat. Bukan membiarkan ormas maupun kelompok lain untuk menghalangi kegiatan masyarakat,” sentilnya.

Bagus menegaskan ancaman pidana bagi yang menghambat atau menghalangi jurnalis dalam melakukan peliputan diatur dalam Pasal 18 ayat (1).

“Setiap orang yang secara melawan hukum dengan sengaja melakukan tindakan yang berakibat menghambat atau menghalangi pelaksanaan ketentuan Pasal 4 ayat (2) dan ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun atau denda paling banyak Rp.500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah, red),” tegas Wayan Handi. 

Bagus menambahkan jika ormas maupun kelompok lain dibiarkan menggagalkan kegiatan PWF 2024, maka berpotensi terjadi gesekan yang bisa berdampak pada adanya korban. 

“Harusnya aparat keamanan dari kepolisian bertugas mengamankan kegiatan masyarakat. Kalau dibiarkan ormas maupun kelompok lain seperti kejadian ini, maka potensi adanya korban misalnya terjadi penganiayaan yang tak bisa dihindarkan. Karena kejadian ini terjadi di kota dan tidak mungkin polisi tidak tahu adanya keributan sejak hari pertama,” pungkasnya. (bp/ken)

Berita Terkait

Back to top button

Konten dilindungi!