Informasi: Rubrik Sastra Balipolitika menerima kiriman puisi, cerpen, esai, dan ulasan seni rupa. Karya terpilih (puisi) akan dibukukan tiap tahun. Kirim karya Anda ke [email protected].

HukumHukum & Kriminal

Uang Habis, Rusia Dideportasi

Ditinggal Mati Kekasih, WNA Amrik Overstay

DEPORTASI: Warga Negara (WN) Amerika Serikat berinisial EMD (44 tahun) dan seorang pria WN Rusia berinisial KT (34 tahun) dideportasi melalui Bandara Internasional I Gusti Ngurah Rai, Bali.

 

BADUNG, Balipolitika.com Instansi yang dipimpin Yasonna H. Laoly kembali mendeportasi WNA di Bali.

Terbaru, seorang wanita Warga Negara (WN) Amerika Serikat berinisial EMD (44 tahun) dan seorang pria WN Rusia berinisial KT (34 tahun) karena melanggar Pasal 78 Ayat 3 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian.

Dalam ketentuan Pasal 78 Ayat (3) Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian menyebutkan bahwa orang asing pemegang izin tinggal yang berakhir masa berlakunya dan masih berada dalam Wilayah Indonesia lebih dari 60 (enam puluh) hari dari batas waktu Izin tinggal dikenai tindakan administratif keimigrasian berupa deportasi dan penangkalan.

Kepala Rumah Detensi Imigrasi Denpasar, Babay Baenullah menjelaskan bahwa sebelumnya EMD wanita berdarah Sumatera Utara ini diamankan Kantor Imigrasi Ngurah Rai pada awal Oktober 2023.

Atas laporan masyarakat ia dinilai meresahkan sehingga dalam pengawasan keimigrasian yang dilakukan didapati petugas bahwa ia melampaui izin tinggal yang telah diberikan (overstay) selama 7 bulan 10 hari.

Dalam pengakuannya EMD berdalih setelah kekasihnya yakni seorang WN Inggris berinisial MH meninggal pada Januari 2022 silam ia merasa memiliki gangguan kesehatan sehingga tidak memperpanjang izin tinggalnya dan ia mengaku berdasarkan rekomendasi dari dokter ia disarankan tidak berpergian jauh.

EMD pun diduga sempat merasa trauma karena merasa dituduh sebagai pelaku pembunuhan terhadap tunangannya itu.

Atas kejadian tersebut tidak sedikit media lokal dan media asing pun sempat memberitakan dirinya kala itu.

Adapun akhirnya pihak Kepolisian di Bali pun telah mengonfirmasi secara resmi melalui konferensi pers pada 19 Januari 2022 bahwa dari hasil penyelidikan, autopsi, dan didukung sejumlah bukti analisa CCTV menyatakan bahwa kematian tunangan EMD adalah murni bunuh diri.

Dalam kasus lainnya, KT pria kelahiran USSR ini adalah pemegang izin kunjungan yang diamankan Kantor Imigrasi Ngurah Rai karena habis masa berlakunya sejak 11 Februari 2021.

KT beralasan telah kehilangan ponselnya sehingga tidak dapat mengurus keuangannya untuk memperpanjang izin tinggalnya tersebut dan seterusnya sampai ia kehabisan uang.

“Walaupun mereka berdalih segala hal tersebut adalah karena kealpaannya, imigrasi tetap dapat melakukan tindakan administratif keimigrasian pendeportasian yang sejalan dengan asas ignorantia legis neminem excusat (ketidaktahuan akan hukum tidak membenarkan siapa pun, red),” pungkas Babay.

Selanjutnya dikarenakan pendeportasian belum dapat dilakukan maka Kantor Imigrasi Kelas I Khusus TPI Ngurah Rai menyerahkan EMD ke Rumah Detensi Imigrasi (Rudenim) Denpasar pada 06 Oktober 2023 dan KT pada 12 Oktober 2023 untuk didetensi dan diupayakan pendeportasiannya lebih lanjut.

Babay menerangkan setelah EMD didetensi selama 20 hari dan pihak United States Consular Agency bersedia membiayai tiket kepulangannya dengan skema pinjaman, akhirnya EMD dapat dipulangkan ke Amerika Serikat sedangkan KT dideportasi ke Rusia dengan biaya yang ia tanggung sendiri.

Wanita asal negeri Paman Sam dan pria asal negeri Beruang Merah tersebut telah dideportasi melalui bandara Internasional I Gusti Ngurah Rai Bali pada 25 Oktober 2023 untuk EMD dengan tujuan akhir Dallas Fort Worth International Airport dan KT dengan tujuan akhir Sheremetyevo Alexander S. Pushkin International Airport dengan pengawalan petugas Rudenim Denpasar.

Kedua WNA yang telah dideportasi tersebut akan dimasukkan dalam daftar penangkalan ke Direktorat Jenderal Imigrasi.

Menanggapi hal tersebut, Kepala Kanwil Kemenkumham Bali, Romi Yudianto mengatakan bahwa sesuai Pasal 102 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 tentang keimigrasian, penangkalan dapat dilakukan paling lama enam bulan dan setiap kali dapat diperpanjang paling lama enam bulan dan selain itu penangkalan seumur hidup juga dapat dikenakan terhadap orang asing yang dianggap dapat mengganggu keamanan dan ketertiban umum.

“Namun demikian keputusan penangkalan lebih lanjut akan diputuskan Direktorat Jenderal Imigrasi dengan melihat dan mempertimbangkan seluruh kasusnya,” tutup Romi. (bp)

Berita Terkait

Baca Juga
Close
Back to top button

Konten dilindungi!