Ilustrasi: Gede Gunada
LANGIT JINGGA
ini tak biasa
semburat jingga rona memerah
pada langit maya
memeluk gema azan
magrib
di atas mukiman
ada apa gerangan
aroma tanah setengah basah
terinai gerimis senja
membalut ufuk barat
membalur mata meluruh jiwa
menisik sukma meracik kata
dan puisi
lahir di sini
ini
KATA KATA
kata
tak pernah salah
ia penanda
bukan arah
dan
bani adam terhelai
dalam sumpahni
pemakmur bumi
kini
terkapai-kapai
tanpa muara
tanpa tujuan
maka
kembalilah wahai
pada aksara nurani
yang pantang
ingkar janji
BALADA PEREMPUAN
enam puluh purnama sudah
perempuan berambut panjang itu
mengairi kasih sayang tanpa akhir
pada lelaki papa tiada daya
oleh gairah hidup tan-kekata
cinta yang tak pernah pudar
biar angin bertiup kencang
menggoyang nasib peruntungan
mahligai kehidupan
oh, kesetiaan sinta
pada sri rama
yang tak tergeraikan
daya rahwana
baladamu
kisah panjang kaum empuan
di ranah kesetiaan
STANZA PUISI
perjalanan:
kanvas putih
derai noda
jantera waktu
simpai zaman:
putik bunga
sayap kumbang
gemuruh badai
hidup:
salju mencair
daun-daun bergulir
waktu mengalir
canang waktu:
tujuh puluh tujuh
gumuk berapi
meredam resah
berhati-hatilah
himenoplasti:
terkoyak zaman
selaput darah peradaban
perawan sunti kemanusiaan
menanti kelahiran
esok:
kuda putih
menari di sabana
sendiri
stand by:
dewandaru
kan datang
di pangkuanmu
siapkah, kamu
cakrawala:
lepaskan
kepompongmu
saat terbang
di taman waktu
mencumbu bunga-bunga
bermekaran
LUKA ITU
bukan karena belati
tapi oleh kerling
dan senyummu
yang mbeling
SAYAP SAYAP ELANG
tak pernah lagi
kudengar
melodi
Cinta
di antara
kita
hari ini
perebutan kerat roti
dan kepingan galaksi
bocah-bocah
memperjudikan nasib
di pangkuan emak-bapak
yang sibuk
Bergawai
oh, langit
jangan kucurkan air mata
bumi meranggas
hilang keperawanan
sayap-sayap elang
bawalah terbang
benih-benih kehidupan
ke negeri impian
PALAGAN ZAMAN
langit khatulistiwa
gending baratayudha
angin, hujan, pasir kuarsa
berselingkuh tanpa jeda
bumi kerontang
sayap-sayap bintang
perempuan-prempuan telanjang
bersarung pedang
TISIK
bocah kecil itu
menggendong membopong
adik-adiknya
emak dan bapaknya
mengais rizki ke kota
dan tak pernah kembali
ini luka anak negeri
butuh tisik para pemuka
yang akan berangkat laga
pada perhelatan hendak tiba
================================
Biodata
Sugiono MP (akun fb Sugiono Mpp) wartawan, biografer, ghost writer, penyair, pencetus Pusai (puisi bonsai, puisi yang hemat kata sarat makna dan neofuturis), kordinator Aliansi Klub Sastra Indonesia (AKSI), mukim di Bogor. Bukunya antara lain Belajar dan Berjuang, Sang Demokrat Hamengku Buwono IX, Pancaran Rahmat dari Arun, Selamat Jalan Pak Harto, Aceh dalam Lintasan Sejarah 1940-2000, Direktori Ilmuwan Aceh. Sungguhpun antologi bersamanya terbit 1970 (Dari Tanah yang Sedang Mekar) ia jeda dan baru 2014 tiga buku puisinya terbit: Kalam, Sketsa, Bulan Menepis Cinta. Pada 2019 dua buku pusainya terbit: Tembang Pusai dan Tentang Pusai. Dewan Kesenian Jakarta pernah menunjuknya sebagai PO Sastra Remaja (1970-1974). Bekerja sebagai di beberapa penerbitan nasional, mengantongi Hadiah Junarlistik Adinegoro untuk Metropolitan (1984) dan Penulis Pariwisata Terbaik (1984). Surel: [email protected]
Gede Gunada lahir di Desa Ababi, Karangasem, Bali, 11 April 1979. Ia menempuh pendidikan seni di SMSR Negeri Denpasar. Sejak 1995 ia banyak terlibat dalam pameran bersama, antara lain: Pameran Kelompok Komunitas Lempuyang di Hilton Hotel, Surabaya (1999), Pameran “Sensitive” Komunitas Lempuyang di Danes Art Veranda, Denpasar (2006). Ia pernah meraih penghargaan Karya Lukis Terbaik 2002 dalam Lomba Melukis “Seni itu Damai” di Sanur, Bali; Karya Lukis Kaligrafi Terbaik 2009 dalam Lomba Melukis Kaligrafi se-Indonesia di kampus UNHI Denpasar.