SOROTAN: (Tengah) Ni Ketut Sri Astari Sarnanitha, terdakwa kasus prostitusi terselubung Flame SPA yang diungkap Polda Bali, September 2024 lalu, kembali menuai polemik di persidangan, Kamis, 20 Februari 2025. (Ilustrasi: Gung Kris)
DENPASAR, Balipolitika.com- Keberlanjutan kasus dugaan prostitusi terselubung “Flame SPA” kembali menjadi sorotan warganet Bali, diketahui adanya informasi terkait fakta persidangan dalam agenda sidang lanjutan di Pengadilan Negeri Denpasar, JPU (Jaksa Penuntut Umum) Kejaksaan Tinggi (Kejati) Bali menuntut terdakwa, Ni Ketut Sri Astari Sarnanitha alias Nitha selaku pemilik SPA esek-esek tersebut, dengan tuntutan hanya 9 Bulan penjara, dikutip Kamis, 20 Februari 2025.
“Masing-masing 9 bulan (tuntutan jaksa, red). Diancam Pasal 29 UU Pornografi junto Pasal 4 ayat 1, junto Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP,” papar Eka Sabana, Kasipenkum Kejati Bali, kepada wartawan lewat sambungan telepon di Denpasar, Rabu, 19 Februari 2025.
Secara rinci kepada wartawan Eka Sabana menerangkan bahwa JPU menuntut Terdakwa Nitha dengan Undang-Undang (UU) Nomor 44 Tahun 2008 tentang Pornografi dengan hukuman 9 bulan penjara, tuntutan tersebut lebih ringan dari ancaman hukuman maksimal yang tertuang dalam UU tersebut, Pasal 29 UU Pornografi tahun 2008 yakni 12 tahun penjara, justru tuntutan ringan yang diberikan JPU tersebut munai tanda tanya publik.
Lebih lanjut, saat wartawan mempertanyakan terkait sidang lanjutan kasus yang mengadili 5 orang terdakwa termasuk Nitha selaku pemilik Flame SPA, Eka Sabana menjelaskan sidang lanjutan akan digelar pada 25 Februari 2025 mendatang, namun, berlangsung secara tertutup.
“Karena sidang tertutup untuk umum, tolong agar pemberitaannya hanya mengutip amar putusannya saja, sisanya tolong narasi deskripsi ngih,” ungkapnya.
Adanya agenda sidang lanjutan yang akan berlangsung secara tertutup tersebut, bertolak belakang dengan perjalanan pengungkapan kasusnya yang sempat viral ditahun 2024 lalu dan menjadi sorotan warganet Bali, bermula dari penggerebekan oleh Direktorat Reserse Kriminal Umum (Ditreskrimum) Polda Bali pada 2 September 2024 menemukan praktik prostitusi langsung di dalam spa dimaksud, dengan terapis melayani tamu dalam keadaan telanjang.
Viralnya kasus Flame SPA di Bali lantaran adanya 5 tersangka yang terlibat saat itu, satu orang diantaranya merupakan Selebgram tak lain sang pemilik Flame SPA, secara ilegal menjalankan bisnis prostitusi berkedok SPA di Bali dengan omzet hariannya yang luar biasa, yakni mencapai Rp 200 juta, sehingga membuat publik bertanya-tanya mengapa para terdakwa bisa dituntut hukuman ringan?
Membandingkan dengan salah satu contoh kasus pornografi yang paling mencolok, juga melibatkan publik figur sebagai terpidananya, kasus video pribadi yang menjerat musisi Nazril Irham alias Ariel NOAH pada 2010.
Saat itu, Ariel dihukum 3,5 tahun penjara meskipun tidak ada unsur transaksi atau eksploitasi ekonomi dalam kasusnya.
Namun dalam kasus Flame SPA, jelas-jelas beroperasi secara sistematis dan melibatkan keuntungan besar, hukuman yang dituntut jauh lebih ringan.
Sebelumnya kasus ini juga sempat sejumlah politisi, termasuk Gubernur Bali terpilih Wayan Koster, sempat memberikan dukungan penuh terhadap langkah tegas Polda Bali dalam menjaga moralitas dan citra positif Pulau Dewata.
“Saya mendukung penuh tindakan Polda Bali dalam menindak tegas praktik ilegal ini. Kita harus bersama-sama menjaga Bali agar tidak berubah menjadi tempat eksploitasi bisnis gelap,” tegas Koster, Senin, 16 Februari 2024 lalu.
Menurutnya, Bali dikenal sebagai destinasi wisata berbasis adat dan budaya yang menjunjung tinggi nilai-nilai moral dan kearifan lokal.
Namun, keberadaan bisnis prostitusi terselubung seperti Flame Spa justru mencoreng citra pariwisata Bali.
Alih-alih memperkuat daya tarik budaya yang luhur, praktik ilegal ini justru merusak tatanan sosial dan mereduksi pariwisata Bali menjadi sekadar objek eksploitasi bisnis gelap. (bp/gk)