Ilustrasi: Gede Gunada
SAJAK KEHILANGAN DAN DITINGGAL
Telah kutulis sebuah sajak
sebagai peluru menerka resah
serta jalan kebaikan menembus gundah
Dari kata yang kosong tak bermakna
berlatar putih dan kepiluan yang ada
merasakan cahaya angkasa tua
Kucoba berbicara dalam bahasa yang sama
namun tak lagi berarti
sama seperti suara
yang tak lagi kesampaian
Aku tetap menghadirkan pikiran raga
menghidupkan kembali dengan senantiasa
lantunan bunyi sederhana
bahwa selalu ada cerita,
perihal tentang kehilangan
bahwa selalu utuh hadir,
perihal tentang ditinggal
#2021
LALU BERKATA…SEMUA KATA
meski aku punya damai,
namun jiwaku bukanlah damai itu
lalu berkata:
“menghadirkan damai pancarkan jiwa”
dan meski aku punya diri
namun ragaku bukanlah diri itu
lalu berkata :
“menenangkan diri percikkan raga”
dan meski juga aku punya rasa
namun hatiku bukanlah rasa itu
lalu berkata:
“merangkai rasa temukan hati”
Semua kata, yang terucap
melekat menjadi senyap
dan aku mendadak bercengkerama
menyawa dalam bisu….
pada diriku…
dan dari diriku…
#2021
PERANCAH DIAM & SUNYI
berdawai senja merah
mengingat di ujung sana
dalam dekapan selimut kabut
merebak mewangi memeluk rindu
diam dan sunyi
menjaga sungguhlah berat
di ruang kehidupan
adakah kata yang terberat untuk diucapkan?
#2021
SRANTI DI KENING HARI
Sranti….
adalah pejalan di angin deru
memungut doa pada puing waktu
mendengar gelora debu-debu
memanggil berirama rindu
menghambur senyum hamparan selalu
memercikkan segenggam setuju
pada kening hari yang selalu menunggu
#2020
BARYA DAN BUNYI SUNYI
Ketika Barya melewati hari-harinya
Banyak senyum yang bersiul
Banyak airmata bercerita
Berharga, sebagai tempat peristirahatan
antara cerita satu dengan cerita lainnya
Barya tetap di bawah langit membiru
Meski simpul senyum yang dilihatnya
selalu berbeda, namun tetap ada yang menyingkap
Barya tetap di bawah awan membisu
Meski cerita airmata yang dipetuahnya
selalu berkesan, namun tetap ada yang menipu
Telah dicukupkan untuk menyadari bagi Barya
Tentang hati harus dijaga,
walau hati terus berubah
Tentang waktu harus disemai,
walau waktu terus berjarak
Pertemuan ini tak bisa berlarut lama,
akan lesung nurani dalam kotak sepi
Yang tak bisa dibunyi dalam keramaian
Yang tak bisa disunyi dalam kesendirian
Barya belum mau kembali dari bunyi sunyi
Dari belukar remuk keheningan ini
#2020
DJUHARA DAN CERITA
Djuhara merangkum perjalanan
yang selalu berkelana
Melukis cakrawala tanpa pamrih
Kini api itu telah usai
Menghilang seperti jarak
Berkata jernih akal yang kejam
Berujar terpuji namun dingin
Sebelum benar menghilang
Santun berkata ;
“Tetaplah membuat cerita
Walau tidak pernah tuntas”
#2019
=====================
Biodata
Sultan Musa berasal dari Samarinda, Kalimantan Timur. Tulisannya tersiar di berbagai media daring & luring. Serta karya-karyanya masuk dalam beberapa antologi bersama penyair nasional & internasional. Tercatat pula di buku Apa & Siapa Penyair Indonesia (Yayasan Hari Puisi Indonesia, 2017). Buku puisi tunggalnya bertajuk Titik Koma (2021) masuk nominasi Buku Puisi Unggulan versi Penghargaan Sastra 2021 Kantor Bahasa Provinsi Kalimantan Timur. IG : @sultanmusa97.
Gede Gunada lahir di Desa Ababi, Karangasem, Bali, 11 April 1979. Ia menempuh pendidikan seni di SMSR Negeri Denpasar. Sejak 1995 ia banyak terlibat dalam pameran bersama, antara lain: Pameran Kelompok Komunitas Lempuyang di Hilton Hotel, Surabaya (1999), Pameran “Sensitive” Komunitas Lempuyang di Danes Art Veranda, Denpasar (2006). Ia pernah meraih penghargaan Karya Lukis Terbaik 2002 dalam Lomba Melukis “Seni itu Damai” di Sanur, Bali; Karya Lukis Kaligrafi Terbaik 2009 dalam Lomba Melukis Kaligrafi se-Indonesia di kampus UNHI Denpasar.