SINGARAJA LITERARY FESTIVAL 2024: Suasana pembukaan Singaraja Literary Festival (SLF) 2024 resmi di Gedung Sasana Budaya, Singaraja, Bali, Jumat, 23 Agustus 2024 malam.
BULELENG, Balipolitika.com- Singaraja Literary Festival (SLF) 2024 resmi dibuka di Gedung Sasana Budaya, Singaraja, Bali, Jumat, 23 Agustus 2024 malam.
Tahun ini, festival yang digagas atau diprakarsai oleh seorang intelektual perempuan progresif, Kadek Sonia Piscayanti bersama sang suami Made Adnyana Ole, seorang sastrawan, budayawan, sekaligus wartawan senior di Bali itu didukung oleh LPDP melalui Dana Indonesiana Kategori Pendanaan Ruang Publik Direktorat Kebudayaan Kemendikbudristek.
Pembukaan festival ini, selain dihadiri olah pemangku kebijakan setempat salah satunya Kepala Dinas Kebudayaan Kabupaten Buleleng juga dihadiri oleh sastrawan, penulis, akademisi, seniman, budayawan, wartawan, dan masyarakat Buleleng,
Sebelum dibuka secara resmi, Sanggar Seni Santhi Budaya, Singaraja, menampilkan Tari Padi yang mengundang decak kagum.
Suasana semakin meriah saat Kadek Sonia Piscayanti, Direktur SLF, menaiki panggung dan memberi sambutan pembukaan.
“Kami ingin menghidupkan intelektualisme Kota Singaraja yang berakar dari Gedong Kirtya. Singaraja merupakan kota yang banyak melahirkan atau memproduksi intelektual yang banyak pula menyumbang ide-gagasan yang luar biasa,” kata Kadek Sonia Piscayanti dalam sambutannya.
Kata Sonia, SLF tahun ini memacak tema “Dharma Pemaculan: Energi Ibu Bumi”.
Dharma Pemaculan merupakan salah satu lontar yang tersimpan di Gedong Kirtya yang secara keseluruhan berbicara tentang seluk beluk pertanian.
Namun, sejatinya, Dharma Pemaculan berbicara tentang relasi manusia dengan semesta, alam, dan sesama manusia.
Singaraja Literary Festival 2024 berupaya mendokumentasikan secara serius potensi sastra dan intelektualitas di Singaraja pada masa lalu, kini, dan nanti.
Khazanah tersebut berusaha dibicarakan, dibahas secara mendalam, didiskusikan, dan juga dialihwahanaka ke dalam media baru, seperti pertunjukan teater, film, dan musikalisasi puisi.
SLF tidak sekadar menjadi ajang perayaan atau pertunjukan, melainkan menjadi katalisator penyampaian identitas kebudayaan, tempat perayaan memori kolektif, tempat pengembangan talenta dan ekspresi kreatif, tempat lahirnya pegiat budaya, dan tempat berkolaborasi serta berinovasi.
Singaraja Literary Festival digelar bukan sekadar sebagai perayaan dan atraksi kebudayaan.
Festival ini juga menjadi jembatan penghubung antara pengetahuan masa lalu dan masa kini.
Termasuk wadah yang mempertemukan akademisi, seniman, budayawan, peneliti, pelajar, dan masyarakat pada umumnya.
Selain menyampaikan latar belakang, visi, misi, dan tujuan SLF, Sonia juga mengucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak yang terlibat secara langsung maupun tidak.
“Saya tidak bisa bekerja dan berjalan sendiri. Terima kasih banyak,” ujarnya.
Kepala Dinas Kebudayaan Buleleng, I Nyoman Wisandika, yang mewakili PJ. Bupati Buleleng, Ketut Lihadnyana sangat mengapresiasi festival tersebut.
Ia juga memberi pesan bahwa di tengah arus modernisasi dan kemajuan teknologi, jangan sampai melupakan kebudayaan dan kearifan lokal.
“Sebab banyak sekali nilai postif yang terkandung dalam manuskrip-manuskrip kuno, dalam hal ini lontar yang tersimpan baik di Gedung Kirtya. Terima kasih banyak kepada seluruh panitia, sehingga acara ini dapat terlaksana dengan sangat bagus. Semoga acara ini dapat berlangsung dengan lancar,” ujar Nyoman Wisandika.
Beranjak usai acara resmi, pementasan teater yang dialihwahakan dari lontar Dharma Pemaculan berjudul “Prakretaning Dharma Pemaculan” dipentaskan oleh Teater STAHN Mpu Kuturan Singaraja disutradari oleh Putu Ardiyasa, seniman sekaligus akademisi STAHN Mpu Kuturan.
Tak hanya itu, Komunitas Mahima tampil menyuguhkan tiga puisi karya Ari Dwijayanti yang juga dialihwahanakan dari lontar Dharma Pemaculan.
Acara pembukaan SLF ditutup dengan pemutaran film “SWI” produksi Komunitas Mahima.
Pada pagi sebelum acara pembukaan, di Sasana Budaya, Gedong Kirtya, Museum Buleleng, dan di Balai Puri Agung Buleleng, berlangsung lomba baca puisi SD se-Buleleng, beberapa workshop, dan panel diskusi yang berkaitan dengan tema acara tahun ini.
SLF ke-2 yang digelar Jumat hingga Minggu, 23-25 Agustus 2024 di kawasan Gedong Kirtya Singaraja menghadirkan penulis dan sastrawan ternama Indonesia seperti Dewi (Dee) Lestari, Aan Mansyur, Willy Fahmy Agiska, dan Henry Manampiring.
Juga para akademisi, sastrawan, seniman, budayawan Bali yang tak lagi dipertanyakan kredibilitasnya, di antaranya Sugi Lanus, Ayu Laksmi, I Ketut Eriadi Ariana, Marlowe Bandem, Andre Syahreza, Made Sujaya, Mas Rucitadewi, I Wayan Juniarta, Oka Rusmini, Saras Dewi, Eka Guna Yasa, Putu Kusuma Wijaya, Made Suarbawa, Olin Monteira, Putu Satria Kusuma, Darma Putra, Pranita Dewi, dan masih banyak lagi. (bp/ken)