Informasi: Rubrik Sastra Balipolitika menerima kiriman puisi, cerpen, esai, dan ulasan seni rupa. Karya terpilih (puisi) akan dibukukan tiap tahun. Kirim karya Anda ke [email protected].

Politik

828 Juta Warga Dunia Kelaparan di Tahun 2021

IDEP Foundation Gelar Pekan Masyarakat Tangguh 2023

BERAKAR LOKAL BERTUMBUH MANDIRI: Direktur Eksekutif Yayasan IDEP Selaras Alam Muchamad Awal diapit Ketua Panitia Pekan Masyarakat Tangguh 2023, Hamzah dan Rodearni, IDEP RD Officer dalam jumpa pers, Senin, 8 Mei 2023. 

 

DENPASAR, Balipolitika.com- Kedaulatan pangan menjadi isu global yang penting karena menyangkut hak dasar manusia untuk memperoleh pangan yang cukup dan berkualitas, serta keterkaitannya dengan keberlangsungan hidup manusia dan lingkungan. Peran negara dalam mengupayakan solusi mencapai hal tersebut masih belum optimal, mengingat kapasitas produksi dan distribusi masih belum tampak mandiri.

Faktor pertama adalah kegiatan impor, yang justru menjadi sebuah ketergantungan dan ketidakstabilan pasokan pangan. Kegiatan ini ternyata meningkatkan risiko harga yang tidak terjangkau bagi masyarakat. Selanjutnya adalah krisis iklim, di mana kondisi tersebut menyebabkan kerusakan lingkungan, termasuk hilangnya hutan dan ekosistem laut, serta kematian massal pada spesies hewan dan tumbuhan. Pengaruhnya juga dialami oleh produktivitas pertanian dan produksi pangan.

Dalam HSBC Summit 2022 dengan tema Powering the Transition to Net Zero, Menteri Keuangan Sri Mulyani juga mengungkapkan bahwa perubahan iklim dapat memiliki dampak yang lebih luas dan signifikan bagi negara-negara di dunia dibandingkan dengan Pandemi Covid-19. Sri Mulyani menjelaskan bahwa pemerintah berkomitmen memerangi perubahan iklim melalui Paris Agreement dengan mengurangi 29 persen emisi CO2 dengan upaya sendiri dan mengurangi 41persen dengan dukungan internasional pada tahun 2030.

Masalahnya, dua faktor tersebut punya dampak besar pada tingkat kelaparan di dunia. Kedaulatan pangan yang buruk dapat menyebabkan tingkat kelaparan yang tinggi, terutama di negara-negara berkembang dan masyarakat yang berada di garis kemiskinan. Kurangnya akses terhadap pangan yang cukup dan berkualitas dapat menyebabkan kelaparan, malnutrisi, serta masalah kesehatan lainnya.

Laporan SOFI (The State of Food Security and Nutrition in the World) tahun 2022 mencatat angka kelaparan penduduk dunia mencapai 828 juta orang di tahun 2021. Angka tersebut meningkat 46 juta orang dibandingkan tahun 2020 (782 juta orang) dan meningkat 150 juta orang jika dibandingkan sebelum terjadinya pandemi COVID-19. Dengan data terakhir ini, PBB memprediksi jumlah angka kelaparan pada tahun 2030 mendatang lebih dari 670 juta orang dan angka ini jauh di atas target dari program zero hunger.

Selain itu, perubahan iklim, konflik, dan pandemi COVID-19 juga berdampak pada ketahanan pangan global. Menurut laporan terbaru dari FAO, pandemi COVID-19 telah memperburuk situasi ketahanan pangan di seluruh dunia, dengan sekitar 161 juta orang tambahan jatuh ke dalam kemiskinan ekstrem pada tahun 2020.

Data terbaru juga menunjukkan bahwa ketahanan pangan global semakin terancam oleh perubahan iklim. Menurut laporan dari PBB pada tahun 2021, musim kering yang lebih lama dan intens telah mengurangi produktivitas pertanian di banyak negara berkembang, dan banjir dan badai tropis semakin sering terjadi, merusak tanaman dan mempengaruhi pasokan pangan.

Ketidaksetaraan dalam akses terhadap pangan juga menjadi masalah serius. Menurut laporan dari Oxfam pada tahun 2021, pandemi Covid-19 telah memperburuk ketidaksetaraan dalam akses terhadap pangan di seluruh dunia, dengan perempuan dan anak-anak yang lebih rentan terhadap kelaparan dan malnutrisi.

Pemerintah dengan proyek food estate-nya masih cukup jauh untuk menjawab segala krisis yang ada. Bahkan Menurut WRI Indonesia, food estate sudah berulang kali diupayakan, namun kerap mengalami kegagalan karena tidak berhasil mengefektifkan penggunaan lahan. Program ini pun telah berlangsung dari masa pemerintahan Orde Baru. Selain tidak efektif, food estate juga mengancam keberlangsungan biodiversitas bumi dan lingkungan.

Alternatif yang dapat dilakukan untuk menanggulangi krisis pangan dan iklim, yaitu dengan food forest. IDEP mengajukan wacana tandingan dengan menerapkan konsep tersebut, yang mengutamakan diversifikasi pangan dan maksimalisasi lahan, alih-alih food estate yang monokultur.

“Food forest, kemudian, mampu menjadi jalan keluar dalam mewujudkan kedaulatan pangan karena sifatnya. Warga kemudian harus mampu seluas-luasnya mengakses kesempatan untuk membangun diri dan sekitarnya melalui pengembangan kapasitas diri, modal, dan pengetahuan” ungkap Hamzah, Ketua HUT IDEP Foundation.

Food Forest diharapkan dapat menjadi solusi atas ketergantungan masyarakat terhadap sistem logistik pangan global yang hanya peduli pada perkara permintaan-penawaran alih-alih mengenyangkan manusia. Kedaulatan pangan kemudian mensyaratkan masyarakat untuk kembali melihat sekelilingnya dan mengoptimalisasi kondisi di sekitarnya, sehingga keselarasan terhadap alam kembali mewujud. Hamzah menambahkan, “Jika dikerjakan dengan optimal, bahkan dalam kondisi paling rentan, daya hidup masih akan terus giat. Warga menjadi tangguh karena lingkungannya lestari.”

Mewujudkan kedaulatan pangan adalah capaian yang diupayakan IDEP selama hampir 24 tahun. Melalui pendekatan permakultur, IDEP mulai melakukan pendampingan kepada masyarakat untuk lebih tangguh dengan memiliki akses yang lebih besar pada sumber daya serta mampu mempersiapkan perbaikan dari setiap guncangan dan tekanan.

“Kami mencoba menyelaraskan mulai dari keluarga. Tantangannya terjadi ketika ketangguhan ini menjadi kebutuhan bersama dan diperlukan peraturan bersama yang disepakati bersama. Temuan lapangan kami, terkendala dalam hal perumusan kesepakatan ini dalam suatu aturan legal informal maupun formal. Karena pertimbangan fenomena kekuasaan dan kepentingan yang terjadi di lokalnya,” tutur Hamzah.

Pekan Masyarakat Tangguh tahun 2023 memiliki tema “Berakar Lokal Bertumbuh Mandiri” yang dikonseptualisasikan melalui refleksi atas sebuah perjalanan panjang dalam aksi dan kolaborasi nyata bersama warga. Masyarakat tangguh diharapkan menjadi model yang dapat ditiru oleh warga dalam konteks nilai lokal masing-masing, terutama dari keluarga sebagai konsep masyarakat yang paling kecil.

“Oleh karena itu kami merasa bahwa perlu ada diskusi dari seri webinar sehingga pewacanaan mengenai model masyarakat tangguh dapat diperbincangkan dengan lebih gaduh. Diskusi ini akan merangsang para warga untuk berpikir mengenai kontribusi dan mulai mengambil ancang-ancang dalam membangun rancang modelnya,” tandas Hamzah.

Selama enam hari, Pekan Masyarakat Tangguh akan diisi oleh Seri Webinar dan Diskusi serta Open House. Seri Webinar dan Diskusi diselenggarakan mulai Senin, 8 Mei 2023 dengan tema Model Masyarakat Tangguh Bencana; Selasa, 9 Mei 2023 dengan tema Model Kemandirian Pangan Berbasis Lokal; Rabu, 10 Mei 2023 membahas tentang Model Teknologi Alternatif; Kamis, 11 Mei 2023 masih berlanjut dengan diskusi seputar Model Pendidikan Alternatif; dan terakhir pada Jumat, 12 Mei 2023 dengan tema Model Gerakan Sosial.

Selanjutnya, sebagai penutup IDEP akan menyelenggarakan acara puncak yang diisi dengan kegiatan lokakarya, mulai dari cara membuat bedengan, kompos, hingga pembenihan.

Tak hanya itu, kegiatan ini juga akan diisi dengan pertunjukan seni, mulai dari musik, tari, hingga komedi. Bazaar dan pasar rakyat, serta pameran poto juga akan mengisi dan menghiasi puncak Pekan Masyarakat Tangguh 2023. Tentunya jaringan-jaringan yang sudah ada juga dilibatkan untuk bersama-sama merayakan Pekan Masyarakat Tangguh sekaligus HUT IDEP yang ke-24.

IDEP memandang mewujudkan ketangguhan masyarakat adalah tanggung jawab kolektif.

Sepekan kegiatan ini merupakan upaya IDEP untuk kembali belajar dari banyak perspektif untuk bisa mengembangkan kerangka kerja dalam bentuk model yang lebih mutakhir, sesuai kondisi lokal, dan berbasis bukti (evidence-based), tentunya dalam semangat berbagi dan bersolidaritas.

“Sendiri barangkali dapat melangkah lebih cepat, namun bersama langkahnya lebih jauh. Membangun masyarakat tangguh merupakan kerja dengan nafas panjang, apalagi dengan begitu banyak rintangan dengan kuasa luar biasa. Ber-solidaritas, berorganisasi, maka menjadi kunci dari mewujudkan masyarakat tangguh yang selaras dan lestari,” tutup Hamzah. (bp)

Berita Terkait

Back to top button

Konten dilindungi!