Informasi: Rubrik Sastra Balipolitika menerima kiriman puisi, cerpen, esai, dan ulasan seni rupa. Karya terpilih (puisi) akan dibukukan tiap tahun. Kirim karya Anda ke [email protected].

ADAT DAN BUDAYA

Putu Bagiada Madiksa, Giri Prasta Mapunia Rp 25 Juta

HADIR DI BULELENG: Bupati Badung, I Nyoman Giri Prasta selaku Ketua MGPSSR Provinsi Bali menghadiri upacara Madiksa atau Dwijati Ida Bhawati Pasek Putu Bagiada dan Ida Bhawati Pasek Istri Gusti Ayu Nyoman Sayang di Dusun Celuk Buluh, Desa Kalibukbuk, Kabupaten Buleleng, Minggu, 15 Mei 2022.

 

BULELENG.Balipolitika.com– Ketua Maha Gotra Pasek Sanak Sapta Rsi (MGPSSR) Provinsi Bali yang juga Bupati Badung, I Nyoman Giri Prasta menghadiri upacara Madiksa atau Dwijati Ida Bhawati Pasek Putu Bagiada dan Ida Bhawati Pasek Istri Gusti Ayu Nyoman Sayang di Dusun Celuk Buluh, Desa Kalibukbuk, Kecamatan Buleleng, Kabupaten Buleleng, Minggu, 15 Mei 2022.

Wujud bhakti dan dukungan terhadap upacara Dwijati itu, Giri Prasta secara pribadi menyerahkan dana punia sebesar Rp 25 juta yang diterima Ketua Panitia Jero Mangku Ketut Wijana.

Turut hadir Bupati Buleleng Putu Agus Suradnyana, Ketua DPRD Provinsi Bali I Nyoman Adi Wiryatama, Ketua DPRD Buleleng Gede Supriatna, PHDI Provinsi Bali, dan PHDI Buleleng. Sebagai narasumber turut hadir Ida Pandita Mpu Acarya Jaya Wedananda.

Giri Prasta saat berdharma wacana mengajak Semeton Pasek untuk mendoakan agar upacara Madwijati terlaksana dengan baik dan paripurna.

Sebagai Ketua MGPSSR Bali, Giri Prasta berkomitmen mempersatukan Semeton Pasek dengan berbagai program yang dijalankan. Di antaranya melaksanakan Lokasabha Kota/Kabupaten, membuat Sabha Pandita, Sabha Walaka, dan Sabha Yowana.

Disebutkan bahwa sekarang Jagabaya Dulang Mangap dan Jagabaya Pasek sudah bersatu. Untuk di Kabupaten Buleleng, pihaknya bersama MGPSSR Buleleng sudah melakukan pendataan Sulinggih, Bhawati, Pemangku, Dadia Agung dan Dadia Alit termasuk jumlah Semeton Pasek di Buleleng. Begitu pula Pengurus MGPSSR Kabupaten/Kota lainnya juga melakukan pendataan semeton.

Tentang upacara Dwijati, Giri Prasta menyampaikan mengenai kasta, wangsa, dan warna. Menurutnya wangsa adalah sastra dan sastra adalah wangsa. Ini berdasarkan lontar Sastra Wangsa. Kalau warna, menurutnya semua warga lahir sudra, berdasarkan lontar Bongkol Pangasraya. Lontar ini memuat ajaran tentang Tingkahing Adiksa dalam melenyapkan sudra wangsa, wesya wangsa, dan kesatria wangsa serta melaksanakan upacara mewinten untuk menjadi brahmana, sebagai seorang wiku sejati.

“Siapa yang melaksanakan Dwijati, rumahnya disebut Griya. Itulah yang dimaksud dengan Wasudewa Kutumbakam, kita adalah saudara,” terangnya.

Selain itu Madwijati juga disebut dalam lontar Catur Bandana Dharma. Pertama, Amari Aran, yakni seorang Sulinggih tidak lagi menggunakan nama kelahiran. Namanya berganti sesuai dengan abiseka yang diberikan oleh Nabe.

Kedua, Amari Sesana, yaitu perubahan perilaku, karena Sulinggih tidak lagi berperilaku seperti umat pada umumnya. Termasuk dalam urusan berbusana.

Ketiga, Amari Wesa, yakni seorang Sulinggih memiliki standar penataan rambut, sesuai dengan aliran yang diambil Sulinggih tersebut.

Keempat, Amulahaken Guru Susrusa, yakni seorang Sulinggih harus taat dan bakti kepada guru spiritualnya atau Nabe yang dalam kehidupan seorang Sulinggih juga merupakan Siwa Sekala.

Giri Prasta juga mengulas Lontar Tri Katrining Katon yang menyebutkan Tiga Gagelaran.

Terhadap hal tersebut, Giri Prasta selaku Ketua MGPSSR Bali menegaskan tidak ada Tri Sadaka dan tidak ada Sarwa Sadaka, yang ada hanya Sadaka. (lit/bp)

Berita Terkait

Baca Juga
Close
Back to top button

Konten dilindungi!