Informasi: Rubrik Sastra Balipolitika menerima kiriman puisi, cerpen, esai, dan ulasan seni rupa. Karya terpilih (puisi) akan dibukukan tiap tahun. Kirim karya Anda ke [email protected].

Politik

Sukses Kawal UU TPKS, Aktivis Perempuan Apresiasi Puan Maharani

HARI KARTINI: Ketua DPR RI, Dr. (H.C) Puan Maharani.

 

JAKARTA, Balipolitika.com– Undang-undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS) baru saja disahkan 12 April 2022. Proses pembahasan UU ini memakan waktu sepuluh tahun. Alotnya pembahasan UU ini disebabkan banyak faktor. Salah satunya adalah sulitnya fraksi di DPR mencapai kata sepakat atas sejumlah poin dalam naskah akademik RUU itu. Selain itu, RUU TPKS dinilai bukan prioritas, sehingga beberapa kali dikeluarkan dari prolegnas. Akan tetapi, meski banyak tantangan dalam proses pembahasannya, DPR RI akhirnya berhasil mengesahkan menjadi UU TPKS, awal April ini.

Menariknya, pengesahkan UU TPKS terjadi pada saat DPR berada di bawah kepemimpinan seorang perempuan, Dr. (H.C) Puan Maharani.

UU TPKS, jelas bukan prestasi individu seorang Puan Maharani. Akan tetapi, prestasi kepemimpinan Puan Maharani, juga bisa ditakar dari keberhasilan DPR mengesahkan UU TPKS. Karena itu, tidak mengagetkan jika Komnas Perempuan dan sejumlah aktivis perempuan mengapresiasi kepemimpinan Puan Maharani terkait pengesahan Undang-undang ini.

Apresiasi kepemimpinan Puan, salah satunya datang dari seorang peneliti dari Pusat Riset Politik BRIN, Aisa Putri Budiarti.

“Kita mengapresiasi kepemimpinan Puan Maharani, dalam mengawal proses pembahasan RUU TPKS sampai disahkan menjadi UU TPKS,” ungkap Wanita yang biasa disapa Puput itu, pada diskusi terbatas yang diselenggarakan oleh Lembaga Kajian Strategis Hang Lekir, di Kantor Lembaga itu, Jl. Hang Lekir VII/17, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Selasa (19/4).

Menurut Puput, cucu Bung Karno itu memiliki kemampuan dalam menyatukan semua persepsi yang berbeda dari setiap fraksi, terhadap materi di draf RUU TPKS. Karena itu, apresiasi dari banyak pihak terhadap kepemimpinan Puan selama proses pembahasan RUU ini, dinilai wajar.

Lebih lanjut Puput mengatakan, dalam sejumlah kasus kekerasan seksual terhadap perempuan, korban kerap berada dalam posisi lemah karena belum adanya payung hukum khusus yang menjadi acuan dalam menangani kasus tindak pidana kekerasan seksual. Karena itu, kehadiran UU TPKS dinilai sebagai oase di tengah maraknya kasus kekerasan seksual di negeri ini.

Selain Puput, diskusi ini juga dihadiri beberapa aktivis perempuan seperti Ratna Susilowati (Pemimpin Redaksi Rakyat Merdeka), Debra H.Yatim (aktivis perempuan) serta Maria dari Lembaga Kajian Strategi Hang Lekir. Hadir juga J Osdar, Direktur Lembaga Kajian Strategi Hang Lekir dan sejumlah staf lain di lembaga itu. Diskusi itu berakhir dengan buka puasa bersama dengan seluruh staf dan pegawai di lembaga itu. (rls/bp)

Berita Terkait

Baca Juga
Close
Back to top button

Konten dilindungi!