Informasi: Rubrik Sastra Balipolitika menerima kiriman puisi, cerpen, esai, dan ulasan seni rupa. Karya terpilih (puisi) akan dibukukan tiap tahun. Kirim karya Anda ke [email protected].

PuisiSastra

PUISI-PUISI ISBEDY STIAWAN ZS

Ilustrasi: Gede Gunada

 

KAU TAHU, AKU…

kau tahu, aku tak mungkin lagi mengharapmu datang. hujan sudah berulang
tiba kemudian pergi. reda lalu hadir seperti seseorang membawakan
air mata. sebuah luka tak tertahan, bendungan yang jebol oleh bah

KPU Kabupaten Gianyar KPU Kabupaten Gianyar

melebihi kisah Nuh? kau tak tahu, aku belum mendengar ceritamu

aku jauh dari kota itu. di lembar kisah tak lagi ditulis. di sini orangorang
— kami — sibuk mencatat rencana, jadwal kunjungan, persiapan kencan,
dan di tempat mana bertemu. juga soal kalender libur, tanggal vaksin,
hingga kapan bisa membantu korban banjir, gempa, gunung muntahkan
lahar,

ah, tak kau hitung soal pesawat hilang rute lalu jatuh?

anakanak sibuk berlari di layar telepon pintar, setelah ia suntuk
menghadapi wajah guru yang cemberut dan ibu yang bukan menemani
— tapi cerewet dan sering marah. lalu aku lupa kapan pernah kau
bercerita kisah itu?

kau tahu, aku tak mungkin mengharapmu lagi tiba. hujan
berkalikali datang dan pergi. mengajak bercinta dan mengirim petaka

di sini. orangorang — kami — tak pernah sibuk mengintip nasib tetangga
“aku saja tak ada yang (bisa) dimakan ini hari…”

sebab tubuhku dan tubuhnya sudah satu. ia terluka, sakitnya terasa
padaku. begitu sebaliknya. dan kami, seperti masa silam, saling memasuki
dapur dan mengambil secentong nasi sekudap pauk.

itu dulu…

2 Maret 2021

 

ANDAI AKU PULANG, ADAKAH MASA LALU

“anak pinggir rel kereta,
kau lelaki, harus berani
lompat dan turun dari
kereta api!” pesan ibu
kala itu aku kelas 5 SD

ibu pun tak cemas
jika pagi di hari libur
aku sudah berdiri dekat
rel kereta. kemudian
lompat saat kereta lewat
menuju stasiun panjang
– main di pelabuhan
kunikmati laut dan
para kuli mengangkut
barang dari kapal
menuju gudang –

dan anakanak memunguti
serpihan yang jatuh
dari karung yang sobek
sepanjang dermaga
anakanak itu
berambut perak
gegas di antara
para kuli pelabuhan

aku memandangi
pelabuhan dan laut
keriuhan dan kesunyian

ibu di rumah hanya menanti
anaknya pulang di sore hari
atau cemas kalau aku
kembali melebihi magrib
“kubawakan ikan dari
pemancing yang baik,” kataku
lalu kuserahkan ikan besar

sebagai anak pinggir rel
rawa subur yang penuh
kenangan, bagaimana bisa
kuhapus segala ingatan
– semasa kecil dan remaja –
bahkan di sini pula
pertama kucium gadis tetangga
di warung kecil yang tutup
sewaktu malam. gadis itu
minta tambah, aku pun gairah

: betapa kanakkanak yang
gaduh di hatiku!

andai kini aku pulang
adakah masa lalu

2020

 

SETIAP PAGI JALAN MASIH SEPI

setiap pagi saat jalan masih sepi
kadang kudekati pohon apel
itu. kucuri buahnya yang belum
matang. kelak akan manis karena
kuolah bersama impianku

tak perlu lagi katakata
kalau tatapanku
sudah mewakili sejuta ucapan,
bisikmu

lalu kuperam apel itu, buah yang
kucuri dari kebunmu. hampir
setiap pagi kulewati jalan itu
siapa tahu satu puisi kulahirkan
dari perjalanan

8 Januari 2022/permata asri

 

TAK ADA KABAR TENTANG KELAHIRANKU

sebelum matahari mengintip
di jendela kamar, aku sudah
jaga. tak ada kabar tentang
kelahiranku seperti kau
ceritakan dalam buku itu. sejarah
yang keliru, namun berulang
dikabakan. menjadi ingatan
sampai ke anakcucu; di depan
orangorang diluncurkan
dari berbagai mimbar. oleh
lelaki berbaju putih, dan
aku selalu tersesat di angka
kelahiranku

2021

 

IBU

setiap kali ingin kutulis namamu,
selalu hurufhuruf itu pergi jauh;
bagai merpati tampak jinak namun
segera terbang saat ditangkap

setiap kali ingin kuurai kasihsayangmu
air mata dan kerianganmu, yang sampai
padaku cumalah wajahmu; sedikit
mengantuk, terseok menyiapkan susu,
dan mengajariku merangkak dan cara
berjalan

setiap ingin kukenang dirimu, yang
teringat hanya tangan lembutmu
memelukku ketika sakit
atau melindungiku dari mata tajam
ayah di ruang depan

aku tak bisa menyebutmu yang lain
kecuali betapa kau telah melindungiku

22 Desember 2021

 

SEBELUM TIBA DI STASIUN TERAKHIR

percakapan apa lagi? dalam
perjalanan, selain berpeluk erat
mari mainkan mimpi demi mimpi
sebelum sampai di tepi

sebelum ditandai lengking
yang sampai di telinga kita
“seluruh penumpang turun
jangan ada barang yang tinggal.”

lalu masih terasakah ciuman
di antara gaduh dan ketakutan?

maka percakapan apa lagi?
setiap kalimat hanya ada rusuh
sebelum benarbenar kita nikmati
ini perjalanan. sebelum istirahat
dan kita tiba di stasiun terakhir

lalu lengking itu
lalu…

2021

 

KITA SEPASANG IKAN

tak pernah kulupa ruang ini, selalu
kaubawa aku setiap bertemu
seperti dalam akuarium, aku adalah
ikan. bukubuku itu sebagai pepohon
untukku bermain. setelah banyak
bercakap, setelah lelah berkeliling

larilari kecil di antara bunga karang,
hijau pohonpohon. memandangi
setiap yang bergerak dari dalam
bukubuku itu, untuk dicintai

kelak kujadikan cerita atau barisbaris
puisi. di antara perjalanan luar kota
maupun ke dalam diri. tubuh yang
setia menjadi lahan, langit, atau laut

dan kita sepasang ikan
yang selalu kasmaran
menderita jika berpisah
oleh badai mendedah

2021

======================

Biodata

Isbedy Stiawan ZS kelahiran Tanjungkarang (kini Bandarlampung) dan sampai sekarang masih tinggal di sana. Karya-karya puisi, cerpen, esai, dan jurnalistik dimuat di berbagai media massa dan buku tunggal maupun antologi bersama. Pada 2022 ini, dua buku puisinya diterbitkan Siger Publisher, yaitu “Mendaur Mimpi Puisi yang Hilang” dan “Nuwo Badik, dari Percakapan dan Perjalanan”. Buku puisinya, Kini Aku Sudah Jadi Batu! masuk 5 besar Badan Pengembangan Bahasa Kemendikbud RI (2020), Tausiyah Ibu masuk 25 nomine Sayembara Buku Puisi 2020 Yayasan Hari Puisi Indonesia, dan Belok Kiri Jalan Terus ke Kota Tua dinobatkan sebagai 5 besar buku puisi pilihan Tempo (2020).

Gede Gunada lahir di Desa Ababi, Karangasem, Bali, 11 April 1979. Ia menempuh pendidikan seni di SMSR Negeri Denpasar. Sejak 1995 ia banyak terlibat dalam pameran bersama, antara lain: Pameran Kelompok Komunitas Lempuyang di Hilton Hotel, Surabaya (1999), Pameran “Sensitive” Komunitas Lempuyang di Danes Art Veranda, Denpasar (2006). Ia pernah meraih penghargaan Karya Lukis Terbaik 2002 dalam Lomba Melukis “Seni itu Damai” di Sanur, Bali; Karya Lukis Kaligrafi Terbaik 2009 dalam Lomba Melukis Kaligrafi se-Indonesia di kampus UNHI Denpasar.

Berita Terkait

Baca Juga
Close
Back to top button

Konten dilindungi!