DOC Mahayasa – Ilustrasi Bhatara Kala saat hendak memangsa adiknya tatkala Tumpek Wayang.
BUDAYA, Balipolitika.com – Sejak Minggu, 12 Januari 2025 memasuki Wuku Wayang. Pada Sabtu, 18 Januari 2025 adalah hari Tumpek Wayang.
Mengapa Tumpek Wayang menjadi sakral dan hari tenget ? simak penjelasan berikut ini dalam pengertian Hindu.
Kali ini berbicara terkait kelahiran seseorang selama Wuku Wayang, yang merupakan kelahiran madurgama, atau kelahiran berbahaya.
Sebab, pada Wuku Wayang terkenal sebagai kelahiran Bhatara Kala, putra dari Dewa Siwa dan Dewi Parwati. Yang memiliki sifat raksasa dan berbahaya.
Sifat inilah yang takutnya menghinggapi para manusia, tatkala lahir di Wuku Wayang. Apalagi kisah Bhatara Kala hendak memangsa adiknya sendiri, Bhatara Kumara karena lahir di hari yang sama.
Masalah kelahiran Wuku Wayang ini, terletak di kisah Bhatara Kala yang hendak memangsa adiknya Bhatara Kumara. Sebab Dewa Siwa mengizinkan Dewa Siwa memangsa siapa saja yang lahir pada Tumpek Wayang.
Sehingga tatkala pengejaran Bhatara Kumara oleh Bhatara Kala, selama seminggu ini merupakan hari tenget atau angker. Maka dari itu, perlu adanya bayuhan pada kelahiran Wuku Wayang ini.
Agar sifat-sifat Bhatara Kala tidak menurun pada manusia yang lahir Wuku Wayang tersebut. Bayuhan ini penting bagi kelahiran wuku Wayang, apalagi pas tatkala sehari sebelum Tumpek Wayang, atau hari Jumatnya.
“Sebab kelahirannya memade-made dengan Sang Hyang Kala. Menurut Sastra Japa Kala, ini menyamai kelahiran Dewa Kala yang merupakan putra Dewa Siwa,” ujarnya. Kala Dewa Kala atau Hyang Kala lahir, dapat anugerah oleh Dewa Siwa, bahwasanya siapapun yang lahir saat Wuku Wayang, maka Dewa Kala boleh memakannya.
Sehingga oleh umat Hindu ada kepercayaan selama ini, secara turun-temurun. Siapapun yang lahir tatkala Wuku Wayang, akan menjadi tetadahan dari Dewa Kala. Hingga lahirnya adik Sang Dewa Kala itu sendiri, Bhatara Hyang Kumara.
Tatkala Dewa Kala ingin memangsa adiknya, Bhatara Hyang Kumara oleh seorang dalang wayang. Singkat cerita, dari sanalah akhirnya setiap kelahiran wayang harus bayuh dengan wayang sapuh leger. “Khusus bayuh sapuh leger ini, sudah harus seseorang yang giginya tanggal,” jelasnya.
Dewa Mangku Dalang Samerana pun, menjelaskan bahwa bayuh sapuh leger harus sesuai dengan oton kelahirannya.
Apabila lahirnya pada Radite atau hari Minggu, maka banten dan lain sebagainya berbeda dengan kelahiran pada hari Senin, Jumat, ataupun Sabtu.
Untuk itu jika ada yang ingin bayuh sapuh leger, harus menjelaskan dengan detail kelahirannya dan wewarannya. Sehingga bisa bayuhan oleh sang mangku bisa benar dan tepat.
Beruntungnya kini bayuhan sapuh leger bisa massal alias bersama-sama, sehingga lebih murah dari segi biaya. (BP/OKA)