Dialog Kalender Usang
Bulan-bulan itu bergelantungan di dinding,
seperti tubuh-tubuh yang mengantri lupa.
Januari, katamu, adalah peluru pertama
yang kutembakkan ke harapan tanpa pelindung.
Di Maret, aku berbisik pada awan,
“Bawalah hujan ke tanah ini,
tanah yang kering oleh janji-janji
yang kukirimkan kepada diriku sendiri.”
September datang seperti ular,
melilit leher dengan diam yang licin.
Aku menggigil dalam peta-peta,
jalan-jalan pulang yang tak pernah kutemukan.
Desember, kau adalah langit biru tua
yang memeluk gelap dengan cinta.
Di sini, di antara gemetar jemari jam,
aku berjanji untuk tidak lagi berjanji.
2024
Resolusi Sebelum Tinta
Setiap tahun, pena ini meminta istirahat,
tapi aku mencelupkannya lagi, dan lagi
ke dalam sumur penuh metafora
Katamu, resolusi adalah doa yang menunggu.
Kataku, resolusi adalah perang melawan
kesunyian di balik angka-angka.
Aku menulis dengan garis darah,
bukan hanya tinta,
di atas kertas-kertas yang terbuat dari mimpi
“Esok, aku akan menjadi pemahat waktu,
mengukir wajahmu di punggung matahari.”
Tapi bukankah kita selalu lupa,
bahwa waktu hanya tersenyum sumbing,
menyaksikan kita menaruh janji di dalam jam pasir.
2024
Bulan Terakhir di Antara Belulang
Di bulan terakhir ini,
aku mencari bayangan masa lalu di rak-rak kosong.
Apa yang kutemukan adalah tulang belulang:
tulang dari malam-malam yang terjaga,
tulang dari doa yang setengah gugur.
Jika kau bertanya padaku,
apa resolusi ini layak diteriakkan?
Maka aku hanya akan tertawa kecil,
karena apa yang kusimpan di rahim Desember
adalah anak-anak kata
yang belajar hidup tanpa ibu metafora.
2024
Resital di Ujung Tahun
Panggung itu berdiri sendiri di batas matahari.
Bulan Desember datang sebagai maestro,
menggenggam tongkat, memimpin sebuah orkestra.
Dentingan Januari, debur timpani Februari,
dan alunan flute dari Juni yang melambai,
semua berkumpul untuk resital pergantian waktu.
Namun aku, si pemain biola yang tak berdawai,
gagal menggesek nada-nada yang sempurna.
Resolusi kataku, hanya melodi kecil
yang tersesat di antara simfoni mimpi-mimpi besar.
Aku tersenyum pada penonton:
kursi-kursi kosong dan pantulan diriku sendiri.
2024
Elegi Sebuah Langkah
Langkah pertama di Januari
penuh gema yang lelah.
Kita memulai dengan kaki pincang,
meraba-raba kegelapan seperti pencuri.
Akhir tahun adalah sebuah sumur,
tempat aku melempar koin-koin resolusi,
dengan airnya yang selalu keruh,
tak pernah memantulkan wajahku.
Tahun ini, aku menantang penguasa waktu:
“Ambil semua janji-janji dari bibirku,
tapi biarkan hatiku tetap kosong.
Karena kosong adalah kebebasan,
dan kebebasan adalah langkahku
untuk menuju cahaya.”
2024
BIODATA
Fileski Walidha Tanjung, lahir di Madiun, 21 Februari 1988. Karya-karyanya banyak dimuat di media massa. Ia kerap tampil di ajang sastra dengan konsep Resital Puisi. Ia pernah meraih Anugerah Hescom dari e-Sastera Malaysia 2014-2015, Lima Terbaik kategori Seni Budaya GCC 2021 Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Timur, Penulis Terpilih di Peta Sastra Kebangsaan 2024 Komunitas Salihara. Ia mengikuti ajang sastra nasional Temu Sastrawan MPU VIII (Banten) dan MPU XI (Jawa Barat). Ia menjadi Penyair Terpilih di Mimbar Penyair (Festival Tebuireng 2024). Ia mendirikan Negeri Kertas dan Teater Pilar Merah.
Gede Gunada lahir di Desa Ababi, Karangasem, Bali, 11 April 1979. Ia menempuh pendidikan seni di SMSR Negeri Denpasar. Sejak 1995 ia banyak terlibat dalam pameran bersama. Ia pernah meraih penghargaan Karya Lukis Terbaik 2002 dalam Lomba Melukis “Seni itu Damai” di Sanur, Bali; Karya Lukis Kaligrafi Terbaik 2009 dalam Lomba Melukis Kaligrafi se-Indonesia di kampus UNHI Denpasar.