OTONOMI KHUSUS: Ketua Fraksi Golkar DPRD Badung, I Gusti Ngurah Saskara, sempat menyinggung soal otonomi khusus untuk menyelamatkan Badung dari Over Toursim. (Ilustrasi: Gung Kris)
BADUNG, Balipolitika.com- Setelah ramai menjadi perbincangan publik terkait wacana Bali over tourism 2025, sejumlah pihak mulai kembali menggaungkan konsep Otonomi Khusus untuk menyelamatkan Bali khususnya Badung dari dampak negatif masifnya pembangunan sektor pariwisata.
Diungkapkan salah satu Anggota DPRD Badung, I Gusti Ngurah Saskara, menilai bahwa Bali memerlukan perhatian khusus untuk dapat memproteksi diri secara adat dan budaya, ia menilai Bali khususnya Badung masih sangat relevan untuk mengurus sendiri tugas pembangunan menurut asas otonomi, memecahkan masalah kesenjangan perekonomian antarwilayah, sehingga dengan konsep otonomi khusus Bali dirasa benar-benar baru bisa mempersiapkan quality tourism dengan blue print yang lebih terukur.
Ia mengambil contoh di Kabupaten Badung, eksploitasi secara besar-besaran yang terjadi saat ini tak khayal telah banyak berbenturan dengan tata ruang dalam konteks budaya Bali, aturan main di Indonesia juga memungkinkan lahan-lahan di Badung untuk dikuasai oleh pihak asing atau pihak luar, masyarakat pun tak berdaya melawan masifnya pembangunan yang telah berbenturan dengan adat dan budaya Bali tersebut, sehingga ia menilai perlu adanya payung hukum yang kuat agar Bali bisa lebih bijak untuk mewujudkan pembangunan pariwisata secara berkelanjutan.
“Mohon maaf, seperti di Badung, masyarakat tak berdaya melawan masifnya pembangunan yang tak sesuai adat dan budaya Bali. Kalau saja hukum adat di Bali bisa diberikan ruang secara berimbang dan memiliki kekuatan yang sama dengan hukum nasional, saya rasa mereka bisa memproteksi diri dari hal-hal negatif seperti (eksploitasi besar-besaran, red) itu. Jadi, menurut saya hal itu yang perlu dikuatkan, otonomi terhadap hukum adat di Bali. Kita sudah banyak nyetor ke pusat untuk itu butuh adanya perimbangan. Menyinggung sedikit soal Undang-Undang nomor 33 mohon maaf pariwisata kita juga kan tereksploitasi, ada sedikit, tapi Bali secara garis besar belum istimewa,” singgungnya, Jumat, 8 Desember 2024.
Ketidakmerataan dampak pariwisata juga dilatarbelakangi besarnya wewenang pemerintah di level kabupaten/kota. Besarnya Pendapatan Asli Daerah (PAD) Badung misalkan, tidak akan tercapai jika destinasi wisata di luar Badung kolaps. Tapi dari aktivitas wisata ini, Badung yang paling diuntungkan lantaran jadi pusat akomodasi sekaligus sumber pajak yang besar.
“Dari perspektif saya, Bali perlu diistimewakan seperti Yogya, Aceh dan Papua. Perlu adanya perimbangan, sehingga Bali bisa dibangun sesuai adat dan budayanya masing-masing,” tutupnya. (bp/gk)