Informasi: Rubrik Sastra Balipolitika menerima kiriman puisi, cerpen, esai, dan ulasan seni rupa. Karya terpilih (puisi) akan dibukukan tiap tahun. Kirim karya Anda ke [email protected].

Ekbis

Subsidi BBM Dicabut Hadirkan Keadilan bagi Rakyat Kecil

PERTALITE HABIS: Penyesuaian harga BBM akan mampu menghadirkan keadilan untuk masyarakat sekaligus upaya pemerintah melakukan efisiensi APBN bagi pemanfaatan Energi Baru Terbarukan (EBT).

 

DENPASAR, Balipolitika.com-Salah satu pengamat isu-isu strategis, Prof. Imron Cotan mengungkapkan bahwa penyesuaian harga BBM akan mampu menghadirkan keadilan untuk masyarakat sekaligus upaya pemerintah melakukan efisiensi APBN bagi pemanfaatan Energi Baru Terbarukan (EBT).

Menurut Prof. Imron dalam sebuah acara diskusi di stasiun televisi, program subsidi BBM yang diberikan pemerintah tidak sepenuhnya tepat sasaran.

Pasalnya selama ini sistem pemberian subsidi mengacu pada jenis komoditas BBM yang terdistribusi sehingga mulai dilakukan pembenahan dengan dialihkan untuk berfokus pada masyarakat membutuhkan saja.

“Saya melihat pemerintah itu sangat prudent dengan cara mengefektifkan distribusi dari BBM bersubsidi yang tadinya diberikan subsidi kepada produk-produk Pertamax, Pertalite dan Solar, sekarang dana subsidi yang tadinya dialokasikan ke 3 komoditas itu dialihkan kepada subsidi ke orang-orang atau sasaran yang tepat,” ucap Prof. Imron.

Imbuhnya, pemerintah memiliki rancangan memberikan bantalan sosial kepada beberapa kelompok masyarakat rentan pasca subsidi BBM dicabut.

“Dengan program bantalan sosial, yang menargetkan masyarakat yang benar-benar membutuhkan, pemerintah menghadirkan keadilan di tengah-tengah masyarakat,” jelas Prof Imron

Pemberian bantalan sosial ini dinilai jauh lebih bermanfaat dan efektif untuk mengurangi beban APBN daripada dananya harus terus digunakan untuk menyubsidi BBM sehingga nantinya bisa dianggarkan untuk kepentingan jangka panjang untuk Indonesia.

“Terdapat kurang lebih 20,6 juta penduduk kelas bawah dengan memberikan subsidi perbulan Rp600 ribu per keluarga, kemudian subsidi upah kepada 16 juta pekerja kita Rp600 ribu per pekerja, dan pemerintah juga menyisihkan 2 persen dari dana transfer umum untuk menyubsidi sektor transportasi,” tambah Prof Imron.

Setelah melakukan efisiensi APBN, pria yang pernah menjabat sebagai Duta Besar Indonesia itu menilai Indonesia secara otomatis membuka momentum mulai merencanakan pemanfaatan EBT.

“Oleh karena itu momentum strategis ini harus dimanfaatkan oleh seluruh negara, termasuk Pemerintah Indonesia untuk melakukan research besar-besaran dan penggunaan dari energi baru dan terbarukan,” terangnya.

Tegasnya penggunaan energi berbahan dasar fosil jika terus menerus digunakan akan mendatangkan hal yang buruk.

Pertama karena harga minyak dunia grafiknya terus meningkat sehingga membutuhkan dana yang besar. Selain itu, eksploitasi produksi fosil akan terus meningkatkan karbondioksida yang berbahaya.

Sementara di sisi lain, pemerintah memiliki target mereduksi karbon sebanyak 30 persen.

Prof. Imron menjelaskan bahwa proyeksi tersebut akan sulit dicapai apabila efisiensi APBN dengan melakukan penyesuaian harga BBM tidak dilakukan.

“Pemerintah menargetkan 30 persen reduksi emisi karbon kita. Kalau kita terus menyubsidi fossil based, maka kita sulit mencapai itu,” ucapnya.

Dengan kata lain, penyesuaian harga BBM sangat tepat dilakukan karena nantinya APBN bisa dimanfaatkan untuk mengerjakan hal lain yang lebih produktif.

Pemberian bantalan sosial juga dinikmati oleh masyarakat yang membutuhkan saja demi tercapainya asas keadilan.

“Oleh karena itu, pemerintah putuskan untuk menarget kalangan yang membutuhkan atau dengan kata lain, menerapkan target spesifik, sehingga targetnya khusus sudah ditentukan dan tidak akan lagi melebar ke orang-orang yang tidak membutuhkan, itu lah yang dimaksud Pemerintah menghadirkan keadilan di tengah masyarakat yang membutuhkan,” pungkasnya. (bp)

Berita Terkait

Back to top button

Konten dilindungi!