Informasi: Rubrik Sastra Balipolitika menerima kiriman puisi, cerpen, esai, dan ulasan seni rupa. Karya terpilih (puisi) akan dibukukan tiap tahun. Kirim karya Anda ke [email protected].

ADAT DAN BUDAYA

Sukahet: Sweeping Umat yang Sembahyang ke Pura, Sampradaya Tak Bisa Dibina Keluar dari Bali

SWEEPING: Ketua Majelis Desa Adat Provinsi Bali merangkap Ketua Asosiasi Forum Kerukunan Umat Beragama Provinsi Bali, Ida Penglingsir Agung Putra Sukahet.

 

BANGLI, Balipolitika.com- Negara Kesatuan Republik Indonesia mengakui eksistensi berbagai agama dan keyakinan. Saat ini, Indonesia mengakui 6 agama resmi, yakni Islam, Kristen, Katolik, Buddha, Hindu, dan Konghucu. Selain itu, negara juga mengakui eksistensi berbagai aliran kepercayaan. Makna ayat 2 Pasal 29 UUD 1945 menegaskan bahwa negara menjamin kemerdekaan warganya dalam beragama dan beribadah sesuai agama dan keyakinan masing-masing.

Namun, hal ini tampaknya tidak berlaku bagi Ketua Majelis Desa Adat Provinsi Bali merangkap Ketua Asosiasi Forum Kerukunan Umat Beragama Provinsi Bali, Ida Penglingsir Agung Putra Sukahet.

Dalam acara bertajuk Pesamuan Pemangku Padma Bhuwana, Dang Kahyangan, dan Kahyangan Desa se-Bali di Pura Ulun Danu Batur, 5 Juni 2022, Sukahet tegas hendak melanggar Surat Keputusan Bersama Nomor: 106/PHDI-Bali/XII/2020 dan Nomor: 07/SK/MDA-Prov Bali/XII/2020 yang ia tanda tangani sendiri bersama bersama Ketua Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI), Prof. I Gusti Ngurah Sudiana, Rabu, 16 Desember 2020 di Kantor MDA Provinsi Bali.

SKB PHDI dan MDA Provinsi Bali ini memuat tentang pembatasan kegiatan pengembangan ajaran Sampradaya non Dresta Bali di Bali yang berlaku pada tanggal ditetapkan, Rabu, 16 Desember 2020.

Dalam video pesamuhan 5 Juni 2022 yang beredar luas di media sosial ada pernyataan Ida Pengelingsir Agung Putra Sukahet yang menyinggung-nyinggung perihal ajakan untuk men-sweeping umat Hindu yang sembahyang ke pura. Apakah yang bersangkutan sampradaya ataukah dresta Bali. Kalau sampradaya dan tidak bisa dibina dan disadarkan kembali ke dresta Bali oleh Sukahet dinyatakan agar yang bersangkutan keluar dari Bali.

Sukahet menyebut posisinya sebagai Ketua Asosiasi FKUB (Forum Kerukunan Umat Beragama) Indonesia dan sudah menyampaikan bahaya gerakan sampradaya di Bali ini di forum FKUB yang disebutnya mengonversi umat sudah beragama dan tidak sesuai Pancasila.

Adapun narasi yang videonya beredar luas, Ida Sukahet menyatakan hal berikut ini. ‘’Saya setuju, dengan dana demarkasi ini, kita identifikasi, mana orang-orang yang penganut sampradaya asing, mana yang ajeg Hindu dresta Bali, harus colek pamorin, begitu dia atau mereka ke pura, tanya, apakah akan kembali ke dresta Bali, ataukah tetap sampradaya asing, karena kalau mereka kembali; inggih titiyang matur sisip, ngaturang Guru Piduka, Upasaksi. Karena tujuan kita, bukan membenci, tapi menyadarkan dan membina, tapi kalau tidak bisa disadarkan dan dibina, keluar dari Bali,” ungkapnya berapi-api.

Diberitakan sebelumnya, diduga nama mencatut soal formatur pembentukan Saba Pemangku dalam paruman di Pura Batur, 5 Juni 2022 lalu, pemangku Pura Agung Besakih, Jro Mangku Jana melakukan klarifikasi.

Jro Mangku Jana mengaku tidak tahu ada pertemuan di Pura Ulun Danu Batur itu. Ia juga tidak pernah hadir dan tidak pernah meminta untuk dimasukkan sebagai formatur.

Selain pemangku, Bendesa Adat Besakih, Mangku Widhiarta juga menegaskan tidak pernah mendapat undangan, tidak tahu-menahu, dan tidak pula hadir atau mengirim pemangku Besakih untuk hadir dalam Pasamuhan. Apalagi menyetujui pencantuman pemangku Pura Besakih sebagai formatur Sabha Pemangku. (bp)

Berita Terkait

Back to top button

Konten dilindungi!