Informasi: Rubrik Sastra Balipolitika menerima kiriman puisi, cerpen, esai, dan ulasan seni rupa. Karya terpilih (puisi) akan dibukukan tiap tahun. Kirim karya Anda ke [email protected].

Ekbis

Sugawa Korry Sebut Perlindungan Peternak Babi di Bali Belum Maksimal

PEDULI: Geliat industri peternakan babi di Bali pasca adanya virus sebelum pandemi Covid-19 mewabah.

 

DENPASAR, Balipolitika.com– Masyarakat Bali tidak bisa lepas dari babi. Beternak babi bagi masyarakat Bali, mengandung dua makna filosofis. Secara ekonomis, beternak babi sering disebutkan sebagai membuat celengan, yaitu tabungan yang diwujudkan melalui beternak babi, dan memanfaatkan sesuatu yang terbuang tetapi bisa bermanfaat secara ekonomi, dengan istilah tatakan banyu dan lain- lain. Makna kedua adalah, melalui beternak babi, masyarakat menyiapkan kewajiban darma agama, dalam wujud yadnya-yadnya yang akan dilakukan, seperti : ngerasakin, Galungan dan Kuningan ataupun upacara-upacara agama, adat budaya lainnya.

Dalam perjalanannya, banyak perubahan yang terjadi, termasuk masuknya bibit unggul, pakan ternak industri maupun industri ternak skala besar. Kondisi ini, berdampak terhadap fenomena baru di kalangan mayoritas peternak tradisional di Bali. Peternak lokal kalah bersaing dengan industri ternak skala besar, kekuatan pengusaha besar, mendikte harga pasar di tingkat peternak, sehingga jarang peternak mendapatkan harga jual yang layak, serta tumbuh dan berkembang berbagai virus atau penyakit yang belum bisa diatasi.

Pemerintah daerah Bali telah mengeluarkan Pergub No. 99 Tahun 2018 tentang pemasaran dan pemanfaatan produk pertanian dan berbagai program kemitraan yang dicanangkan pemerintah daerah dalam rangka melindungi peternak lokal, belum berjalan efektif. Hal seperti ini, tidak bisa dibiarkan terus berlanjut, oleh karenanya pemerintah daerah harus bertindak nyata, dan diusulkan.

Pertama, melalui perusahaan daerah, pemda membantu peternak menyiapkan pembibitan kualitas terbaru, karena pembibitan saat ini sudah tergolong ketinggalan. Kedua, pemerintah daerah, wajib melarang dan membatasi peternak besar untuk mengembangkan usaha ternak babi di Bali. Ketiga, program kemitraan usaha besar harus diwujudkan dan diawasi dengan ketat, sehingga para peternak mendapatkan harga jual 20 persen di atas harga pokok produksinya. Keempat, program restocking babi ditindaklanjuti. Kelima, Penanggulangan dan pencegahan penyakit babi segera bisa diatasi.

Kelima hal tersebut di atas apabila dilaksanakan dengan niat dan kesungguhan, diyakini akan mampu mewujudkan kedua makna filosofis tersebut dan penguatan peran sektor pertanian dalam arti luas bisa terwujud di Bali. (lit/bp)

Berita Terkait

Back to top button

Konten dilindungi!