Informasi: Rubrik Sastra Balipolitika menerima kiriman puisi, cerpen, esai, dan ulasan seni rupa. Karya terpilih (puisi) akan dibukukan tiap tahun. Kirim karya Anda ke [email protected].

Kesehatan

Peran Aktif Dokter dan Peneliti di Media Sosial Bantu Cegah Hoaks COVID-19

JAKARTA (BaliPolitika.Com) – Penyebaran informasi terkait COVID-19 melalui platform media sosial tidak dapat terhindar dari adanya hoaks. Salah satu hal yang bisa dilakukan untuk mencegah hal tersebut adalah dengan keaktifan para dokter dan peneliti untuk terjun langsung mengedukasi dan memberikan informasi ke dalam ekosistem media sosial.

Direktur Eksekutif Komunikonten Hariqo Wibawa mengungkapkan bahwa dirinya telah membuat satu panduan penggunaan media sosial bagi para dokter sehingga informasi serta edukasi dapat para dokter langsung berikan melalui media sosial kepada masyarakat.

“Saya ada buat satu panduan, judulnya Panduan Penggunaan Media Sosial untuk Dokter. Jadi, kita butuh lebih banyak scientist-scientist (dan dokter) yang aktif di media sosial untuk dapat memberikan informasi secara langsung dan mudah dipahami oleh masyarakat,” ujar Hariqo Wibawa saat berdialog di Media Center Satuan Tugas Penanganan COVID-19.

Menurut Hariqo, kehadiran peneliti dan dokter di ekosistem media sosial dapat menciptakan interaksi dengan pengguna lain yang efektif dalam mencegah penyebaran hoaks.

“Misalnya gini, seorang dokter bikin Facebook, kemudian ada yg bertanya disitu. Kemudian dijawab sama dokter itu di fitur kolom komentar Facebook. Hal ini akan lebih dipahami si pengguna media sosial ketimbang dia membaca berita maupun informasi yang tersebar di media sosial yang tidak dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya,” jelasnya.

Hariqo melanjutkan bahwa edukasi secara sederhana ini dapat menciptakan keinginan masyarakat untuk turut serta menyebarkan informasi yang benar sehingga dapat menekan potensi tersebarnya hoaks.

“Interaksi-interaksi seperti itu yang membuat masyarakat semakin teredukasi dengan COVID-19 dan mereka dengan sukarela akan menjadi buzzer (mendengungkan informasi) dari scientist-scientist,” lanjutnya.

Efektivitas dari kehadiran para dokter dan peneliti dirasakan langsung oleh entrepreneur muda Faza Fairuza yang ingin tahu seberapa efektif penggunaan surgical gloves untuk mencegah penyebaran COVID-19.

“Ketika saya melihat di sosial media atau datang langsung ke supermarket, sering sekali melihat ibu atau bapak yang pakai surgical gloves untuk belanja. Saya melihat bahwa ketika dia megang satu barang ke barang lainnya dengan menggunakan gloves yang sama. Apakah penggunaan gloves ini benar-benar membantu mencegah dia dari penularan COVID-19 atau tidak?” tanya Faza melalui ruang dialog digital di Media Center Satgas Penanganan COVID-19.

Pertanyaan tersebut kemudian dijawab langsung oleh Tim Pakar Satgas Penanganan COVID-19, Dokter Muda, dr Budi Santoso, MRes yang mengkonfirmasi bahwa penggunaan sarung tangan dalam bentuk apapun kurang efektif dan menekankan bahwa pemakaian masker merupakan pencegahan paling utama yang dapat dilakukan oleh masyarakat.

“Untuk masyarakat, sebenarnya yang paling penting itu adalah penggunaan masker. Untuk alat pelindungan yang lain, misalnya seperti sarung tangan, saya rasa itu tidak diperlukan. Ketika menggunakan surgical gloves, virus yang ada di tangan itu akan tetap menempel pada barang-barang yang lain. Sebenarnya tidak serta-merta memutus rantai penularan,” jelas Dokter Budi.

Sementara itu, Dokter Budi juga mengingatkan bahwa penggunaan sarung tangan tetap harus diterapkan untuk beberapa jenis pekerjaan yang membutuhkan higienitas tinggi. Ia menjelaskan bagi masyarakat yang memerlukan penggunaan sarung tangan untuk keperluan pekerjaan, bisa mengganti penggunaan surgical gloves dengan sarung tangan plastik.

“Untuk beberapa pekerjaan yang di masyarakat, yang memang harus menuntut higienitas yang tinggi, bisa menggunakan sarung tangan plastik, bukan surgical gloves yang biasanya (terbuat) dari latex. Karena itu memang kegunaannya untuk tenaga medis di rumah sakit,” tambahnya.

Menurutnya, hal tersebut perlu dilakukan oleh masyarakat untuk menghindari menipisnya suplai APD untuk para tenaga medis seperti yang terjadi pada saat awal pandemi berlangsung.

“Bayangkan bila surgical gloves itu digunakan masyarakat, stocknya pasti akan berkurang. Seperti pada saat awal mula pandemi COVID-19 di Indonesia, di mana masker beda sangat kekurangan. Nah, itu bisa terjadi lagi pada surgical gloves bila semua orang akhirnya menggunakan itu,” ungkapnya.

Melalui interaksi tersebut, memperlihatkan bahwa kehadiran seorang pakar dalam sebuah interaksi terkait COVID-19 dapat langsung mengkonfirmasi segala jenis misinformasi yang membingungkan masyarakat.

Oleh karena itu, kehadiran dokter dan peneliti di ekosistem media sosial sangat dibutuhkan. Tujuannya untuk berinteraksi secara langsung dengan pengguna media sosial yang rawan terpapar hoaks serta mampu mengarahkan masyarakat untuk mencegah penularan COVID-19 dengan cara yang tepat. (rls)


Berita Terkait

Baca Juga
Close
Back to top button

Konten dilindungi!