DENPASAR (BaliPolitika.Com)– Rp 695,2 triliun adalah alokasi dana bantuan sosial (bansos) yang digelontorkan pemerintah pusat untuk penanganan Covid-19. Pilkada 2020 yang tinggal menghitung hari membuat penyalurannya rentan dibelokkan untuk kepentingan politik. Buktinya, di tengah masa-masa sulit akibat pandemi Covid-19, pencitraan antar paslon terus terjadi. Bila tak diawasi, bansos bisa diselewengkan peruntukkannya untuk menggaet simpati calon pemilih.
Menyikapi kondisi tersebut, masyarakat dituntut untuk lebih aktif melaporkan bila menemukan adanya pelanggaran. Bila terbukti memanipulasi bansos, paslon peserta Pilkada Serentak 2020 bisa dicoret alias didiskualifikasi. Hal itu diungkap I Ketut Sunadra, Koordinator Divisi Penyelesaian Sengketa Bawaslu Bali. Ia menyebut bakal pasangan calon petahana perlu membaca ulang larangan Pasal 71 UU 10 Tahun 2016.
Sunadra merinci larangan dalam ayat (1) berbunyi pejabat negara, pejabat daerah, pejabat aparatur ASN, anggota TNI/Polri, dan Kepala Desa atau sebutan lain Lurah dilarang membuat keputusan dan atau menguntungkan atau merugikan salah satu pasangan calon. Ayat 2 berbunyi Gubernur/Wakil Gubernur, Bupati/Wakil Bupati atau Walikota/Wakil Walikota dilarang melakukan penggantian pejabat 6 (enam) bulan sebelum tanggal penetapan pasangan calon sampai dengan penetapan pasangan calon terpilih. Ayat (3) berbunyi Gubernur/Wakil Gubernur, Bupati/Wakil Bupati, Walikota/Wakil Walikota dilarang menggunakan kewenangan, program, dan kegiatan yang menguntungkan atau merugikan salah satu pasangan calon, baik di daerah sendiri maupun di daerah lain dalam waktu 6 (enam) bulan sebelum tanggal penetapan pasangan calon sampai dengan penetapan pasangan calon terpilih. “Bila melanggar ayat (2) dan (3), petahana dikenai sanksi pembatalan sebagai pasangan calon,” ucap Sunadra, Jumat (24/7).
Bawaslu Bali dan jajarannya, terang Sunadra mengimbau dan mengingatkan bakal paslon petahana tak menggunakan kewenangan program kegiatan untuk kepentingan politik dalam pilkada 2020. “Kami sekaligus mengajak masyarakat berpartisipasi aktif untuk ikut mencegah dan mengawasi jalannya pesta demokrasi sesuai ketentuan hukum pilkada, UU 10/2020 atau UU 23/2014 tentang Pemda.
“Jangan ada pihak-pihak manapun yang mengarahkan bantuan sosial yang bersumber dari refokusing dan realokasi APBD dan mengklaim untuk penggiringan kepentingan politik kelompok. Itu murni program pemerintah dan pemerintah daerah untuk membantu kelompok masyarakat yang rentan akibat penerapan protokol cegah Covid-19. Kepala Desa itu seyogianya berlaku netral sebagaimana ketentuan UU Desa dan larangan Pasal 71 (1) UU 10/2016,” ungkapnya. (bp)