LINDUNGI DESA ADAT: Politisi PDI Perjuangan sekaligus Anggota Komisi I DPRD Bali, I Nyoman Oka Antara, S.H., M.A.P. (foto istimewa)
DENPASAR, Balipolitika.com- Aksi “geruduk” oleh puluhan krama Desa Adat Serangan ke Sekretariat Majelis Desa Adat Provinsi Bali, Senin, 8 Juli 2024 untuk mempertanyakan Surat Keputusan (SK) Bendesa Adat Serangan I Nyoman Gede Pariatha yang terpilih secara musyawarah mufakat pada 2 Mei 2024 dan 24 Mei 2024 menjadi atensi khusus DPRD Bali.
Anggota Komisi I DPRD Bali, I Nyoman Oka Antara, S.H., M.A.P. mengatakan tak hanya Desa Adat Serangan yang menghadapi masalah tidak terbitnya SK Bendesa Adat terpilih di wewidangan adat, melainkan juga desa adat lain.
Dikonfirmasi Senin, 8 Juli 2024, politisi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Dapil Karangasem itu menyayangkan terbitnya SK Bendesa Adat Serangan I Nyoman Gede Pariatha hingga nyaris 2 bulan lamanya.
“Seharusnya Majelis Desa Adat Bali tahulah mana (desa adat, red) yang harus proses pemilihan, mana bendesa adat yang berakhir masa kepemimpinannya, itu harus paham. Sekarang seolah-olah MDA Bali– kalau dalam Perda majelis adat hanya memberikan surat keterangan– kini, banyak yang sampai tidak keluar dana bantuan adatnya (karena tidak terbitnya SK Bendesa Adat, red). Tahun 2023, ada desa adat yang tidak keluar dana bantuan adatnya (dari Pemerintah Provinsi Bali, red) karena MDA Bali tidak mengeluarkan SK. Itu jelas menghambat namanya,” tandas I Nyoman Oka Antara yang pada Pileg 2024 kembali terpilih sebagai anggota DPRD Bali Dapil Karangasem untuk masa bakti 2024-2029.
Jika ada keterlambatan penerbitan SK Bendesa Adat, I Nyoman Oka Antara meminta MDA Bali untuk sat set menyelesaikan permasalahan itu secepat mungkin mengingat posisi bendesa adat sangat penting, khususnya terkait kegiatan adat di masing-masing wilayah sesuai dengan desa, kala, dan patra.
“Jangan ditunda-tunda seperti ini. Contoh salah satu desa adat di Karangasem mengalami masalah serupa. Diduga ada segelintir oknum yang mungkin tidak suka kepada bendesa adat terpilih, tapi meski demikian syukur selama ini proses adat di wilayah tersebut tetap berjalan sebagaimana mestinya. Nah, dalam kondisi tersebut, informasi yang saya rangkum pihak majelis tetap ngotot tidak mengeluarkan SK Bendesa Adat dimaksud sehingga dana bantuan untuk desa adat tidak keluar sampai sekarang,” beber I Nyoman Oka Antara.
Dalam kondisi tidak hanya satu desa adat yang mengalami masalah tidak terbitnya SK Bendesa Adat, I Nyoman Oka Antara menegaskan evaluasi harus segera dilakukan agar desa adat tidak menjadi “korban”.
“Ini harus segera dievaluasi. Di MDA Bali harus duduk mereka yang paham desa adat, bukan sekehe demen di sana. Artinya orang yang paham tentang adat budaya kita, tentang bagaimana latar belakang adat tua, adat baru; ini jangan disamakan. Akhirnya ada gejolak di bawah. Kalau memang dipilih hingga sampai terpilih berarti yang bersangkutan kan sudah mayoritas mendukung. Lalu, untuk apa lagi menghambat proses pemilihan ini? Ada apa ini?” tanya I Nyoman Oka Antara.
Atas rentetan peristiwa tidak terbitnya SK Bendesa Adat terpilih di wewidangan desa adat hingga berujung digeruduknya MDA Bali yang berulangkali ini, I Nyoman Oka Antara mensinyalir ada perbedaan pendapat di tubuh MDA Bali sendiri.
“Ini harus segera dievaluasi. Kalau terus-terusan begini nanti pecah adat di bawah,” tegasnya.
Lebih lanjut, I Nyoman Oka Antara tak memungkiri banyak pihak mempertanyakan posisi MDA yang seolah-olah menjadi “atasan” desa adat se-Bali.
“Dulu (MDA Bali, red) mengeluarkan peraturan bertentangan dengan undang-undang soal bendesa adat tidak boleh mencalonkan diri jadi DPR di Pileg 2024. Tapi, setelah kita panggil ke dewan ternyata boleh padahal MDA Bali sudah mengeluarkan statement. Kondisi itu memicu kericuhan akibat merasa dihambat oleh pernyataan itu karena tidak diterima oleh KPU. Akhirnya bisa,” ungkap I Nyoman Oka Antara.
“Saya kira di dalam (pengurus MDA Bali, red) sudah tidak bersatu lagi. Sudah ada perbedaan-perbedaan, friksi. Maka ini harus segera dievaluasi majelis itu. Kalau tidak itu nanti tambah hancur ini desa-desa adat kita. Banyak di Karangasem, desa seserodan itu tidak punya ini itu padahal kondisinya memang seperti demikian secara turun-temurun. Yang terjadi di lapangan begitu,” ulas I Nyoman Oka Antara.
Terkait polemik tidak cairnya dana desa adat dari Pemprov Bali itu akibat terganjal SK MDA Bali, I Nyoman Oka Antara mengaku sudah turun langsung ke lapangan.
“Itu hanya segelintir orang dan mereka sudah kasepekang oleh masyarakat dan itu yang konon dipercaya karena diduga ada hubungan dengan “orang dalam”. Imbasnya yang rugi desa adat dan masyarakat mayoritas,” bebernya sembari mensinyalir polemik ini terjadi karena tidak adanya kesepahaman di tubuh MDA Bali. (bp/ken)