Informasi: Rubrik Sastra Balipolitika menerima kiriman puisi, cerpen, esai, dan ulasan seni rupa. Karya terpilih (puisi) akan dibukukan tiap tahun. Kirim karya Anda ke [email protected].

Politik

Gerakan Kotak Kosong Ciderai Keragaman Proses Demokrasi di Bali

Bentuk Polarisasi Politik Mempertahankan Kekuasaan

DOSA DEMOKRASI: Gerakan kotak kosong dengan menggoreng isu Paslon Tunggal jelang Pilkada Bali 2024 menunjukan betapa kerdilnya proses demokrasi di Pulau Dewata. (Ilustrasi/Gung Kris)

 

DENPASAR, Balipolitika.com- Munculnya fenonema gerakan kotak kosong dengan menggiring opini publik lewat wacana Pasangan Calon (Paslon) Tunggal jelang Pilgub Bali 2024, telah menunjukan betapa rendahnya kualitas proses demokrasi di Pulau Dewata, tak sedikit kalangan menilai hal itu sebagai bentuk polarisasi politik demi mempertahankan kekuasaan semata, Senin, 27 Mei 2024.

Menanggapi fenomena tersebut salah satu politisi asal Bali, Anak Agung Bagus Adhi Mahendra Putra alias Gus Adhi mengatakan gerakan tersebut menjadi sebuah dosa demokrasi, jika cara-cara picik ini terus dilakukan pada setiap pelaksanaan Pilkada di Bali tentu akan menciderai harmonisasi dari keragaman pandangan dalam berpolitik.

“Bagi saya, jika memang isu (kotak kosong, red) itu benar adanya, tentu itu menjadi gerakan politik yang menurunkan kualitas demokrasi di Bali. Terlepas politik itu menghalalkan segala cara, bagi saya gerakan itu menjadi sinyal yang mengganggu proses pemilihan calon pemimpin, memang sengaja dikemas agar masyarakat tidak memiliki alternatif pilihan lain,” jelas Gus Adhi kepada wartawan Balipolitika.com, pada Minggu, 26 Mei 2024.

Bagi Gus Adhi, gerakan kotak kosong jangan dijadikan sebuah tradisi politik di Bali hanya karena sebuah ambisi semata, dengan cara mengintervensi ataupun polarisasi politik sehingga memunculkan keterpaksaan masyarakat untuk memilih yang bukan pilihanya, dimana sejatinya setiap pelaksanaan Pilkada esensi dari sebuah proses demokrasi justru dengan kehadiran alternatif pilihan Paslon yang dapat dipilih oleh masyarakat itu sendiri.

“Ironis sekali, ya kalau masyarakat memang menginginkan perubahan? Nikmati saja lah proses yang ada dengan mencapai tujuan yang sama dan bersaing secara sehat, kembalikan semua kepada masyarakat. Berikan mereka pendidikan politik atau demokrasi yang baik, buatlah masyarakat tertarik memilih dengan cara yang lebih elegan, indahnya demokrasi itu adalah pada harmonisnya kita dalam suatu perbedaan,” tegas Gus Adhi.

Senada dengan Gus Adhi, sebagai tokoh Puri Gerenceng Denpasar, Anak Agung Ngurah Agung akrab disapa Turah Kingsan menambahkan, adanya upaya penggiringan opini yang sengaja dilakukan oleh sejumlah pihak jelang Pilgub Bali 2024 semakin mengkhawatirkan.

Pasalnya fenomena kotak kosong itu merupakan sebuah bukti kepincangan dari sistem Pilkada, rata-rata terjadi di Bali dan didominasi dengan adanya calon dari incumbent (petahana), sedangkan di sisi lain sebagian masyarakat saat ini menginginkan adanya perubahan pada sistem Pemerintahan khsusunya Bali.

Ia memandang jika benar terjadi adanya fenomena Paslon Tunggal melawan Kotak Kosong pada Pilgub Bali 2024 akan menghadirkan kekecewaan bagi sebagian masyarakat yang memiliki padangan politik berbeda, walaupun secara konstitusional Mahkamah Konstitusi sudah mengatur adanya calon tunggal melawan kotak kosong pada kontestasi Pilkada, namun Turah Kingsan dengan lantang menolak isu itu.

“Yang jelas titiang (saya, red) sebagai warih (keturunan, red) kerajaan Puri Gerenceng, menginginkan jangan sampai ada kotak kosong. Biar proses demokrasi ini bisa berjalan dengan baik, kan tidak mungkin Bali ini kekurangan orang-orang pintar dan hebat yang mau berjuang untuk rakyatnya. Kalau masyarakat ingin perubahan, kasih mereka alternatif jangan dipaksakan ke hal yang sama,” sentil Turah. (bp/gk)

Berita Terkait

Back to top button

Konten dilindungi!