BADUNG (BaliPolitika.Com)– Majelis hakim Pengadilan Negeri Kelas 1 A Denpasar terjun langsung ke Pura Hyang Ibu Pasek Gaduh, Banjar Babakan, Desa Canggu, Kuta Utara, Badung, Senin (21/7). Wakil Ketua PN Kelas 1 A Denpasar, Dr. I Wayan Gede Rumega, S.H.,M.H. meninjau langsung objek sengketa seluas 20,5 are. Dia didampingi Humas PN Kelas 1 A Denpasar I Made Pasek, S.H.,M.H, dan hakim I Dewa Made Budi Watsara, S.H. Termasuk melihat langsung pura yang dalam fakta persidangan disebut onggokan batu oleh saksi tergugat.
“Pemeriksaan setempat wajib dilakukan oleh majelis hakim. Hari ini majelis hakim turun ke lokasi. Objek yang disengketakan sudah dilihat; batas-batasnya, penguasaannya. Hal ini akan menjadi pertimbangan majelis hakim dalam pengambilan keputusan. Senin depan, Senin, 27 Juli 2020 diberikan kesempatan kepada pihak-pihak untuk mengajukan bukti-bukti tambahan kalau ada,” ucap Made Pasek.
Dr. I Wayan Bagiarta dari Kantor Advokat dan Penasihat Hukum Sri Kresna Duta yang mendampingi penggugat tak menampik Pura Hyang Ibu Pasek Gaduh “terancam dieksekusi” oleh pihak tergugat. Terang Bagiarta para tergugat (4 KK) tinggal di tanah yang merupakan pelaba pura alias sudah diiklaskan oleh Nang Rangin. Buktinya muncul istilah pipil Nang Djageri dt. Dalam posisi seluruhnya tak lagi berstatus pengempon pura lantaran beralih agama, ungkapnya masih bisa tinggal di sana merupakan kebaikan pihak adat.
“Mengacu keputusan Parisadha Hindu Dharma Indonesia (PHDI) dan hukum adat Bali, ahli waris akan kehilangan warisan jika beralih agama. Hal ini dikarenakan si pewaris tidak lagi berhubungan dengan sanggah kemulan, banjar, desa, dan kahyangan tiga sehingga haknyaa hilang,” tegasnya sembari menegaskan sengketa mulai terendus karena para tergugat hendak mensertifikatkan tanah pelaba Pura Hyang Ibu Pasek Gaduh, Banjar Babakan, Desa Canggu, Kuta Utara, Badung.
Bagaimana kesaksian tergugat? Thomas I Nengah Suprapta didampingi kuasa hukumnya, Jakob Antolis mengungkapkan sengketa dipicu oleh oknum bernama Medri. Objek yang digugat adalah pipil tanah bernomor 57 atas nama Nang Djageri. “Itu adalah warisan dari kakek saya. Digugat karena dia merasa masih ada haknya di sini. Itu tidak benar. Karena sudah pembagian waris tahun 1960. Masing-masing sudah mendapatkan bagian pipil,” tandasnya. Meski bersikukuh objek sengketa merupakan tanah warisan, Thomas I Nengah Suprapta menyebut tanah seluas 20,5 are tersebut belum disertifikatkan.
Diketahui pihak pengempon Pura Hyang Ibu Pasek Gaduh, Banjar Babakan, Desa Canggu, Kuta Utara, Badung sempat kalah di Pengadilan Negeri Denpasar, namun menang di Pengadilan Tinggi dan Mahkamah Agung. Dalam perjalanan mereka kalah lagi dalam Peninjauan Kembali (PK) sesuai PK MA RI Nomor 482/Pdt/2018 tanggal 16 Agustus 2018. Merujuk keputusan inilah Pura Hyang Ibu Pasek Gaduh hendak dibongkar meski para tergugat menyebutnya sebagai onggokan batu. (bp)