RENUNGAN: Fenomena Hibah Musibah di Bali, menjadi sebuah catatan perjalanan panjang yang telah membuka mata sebagian besar masyarakat, diharapakan tidak menjadi sebuah tradisi politik untuk melanggengkan kekuasaan yang memanfaatkan kepolosan Krama Adat Bali. (Ilustrasi: Gung Kris)
TABANAN, Balipolitika.com- Jangan ada dusta diantara hibah, kalimat itu santer terdengar ditelinga penulis beberapa waktu belakangan ini dari sejumlah elemen masyarakat di Bali, pasca mencuatnya beberapa dugaan kasus korupsi dalam proyek pembangunan Pura di Bali yang dananya bersumber dari hibah, juga menjadi sorotan para praktisi hukum yang menduga adanya skenario besar di balik beberapa temuan, sempat membuat gempar khalayak Bali, dikutip Rabu, 27 November 2024.
Bukan tanpa dasar, dugaan adanya skenario besar di balik fenomena Hibah Musibah yang diungkapkan sejumlah praktisi hukum berawal dari adanya peristiwa Operasi Tangkap Tangan (OTT) terhadap oknum Kepala Desa (Kades) atau Perbekel Bongkasa, I Ketut Luki oleh Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Bali, dalam dugaan penyalahgunaan dana proyek pembangunan Pura Desa yang menelan anggaran Rp 2,4 miliar, bersumber dari Bantuan Keuangan Khusus (BKK) Kabupaten Badung.
Peristiwa OTT Kades Bongkasa menjadi pemicu munculnya dugaan kasus lain di Badung, seperti kemunculan delik aduan masyarakat terkait dugaan korupsi hibah dalam sejumlah proyek pembangunan Pura, seperti dugaan penyalahgunaan dana hibah dalam pembangunan Pura Dalem Desa Adat Tiyingan, dengan nilai RAB fantastis yakni sebesar Rp 6.131.157.000 (enam miliar seratus tiga puluh satu juta seratus lima puluh tujuh rupiah) serta adanya dugaan lain, dalam delik aduan masyarakat terkait proyek pembangunan Pura di Bualu yang tidak sesuai rencana, dengan nilai proyek mencapai Rp 2 miliar bersumber dari dana hibah Kabupaten Badung.
Tak ketinggalan yang paling membuat khalayak Bali gempar terkait fenomena hibah musibah, adalah adanya rilis kasus dugaan hibah fiktif, terkait proyek pembangunan Pura Puseh dan Pura Desa, Desa Adat Majangan, oleh Kepolisian Resor (Polres) Gianyar, dengan kerugian negara mencapai Rp 1,56 miliar.
Munculnya sejumlah kasus tersebut secara perlahan mulai membuka teka-teki, adanya skema yang digunakan dalam dugaan praktik korupsi hibah ini, sangat erat kaitannya dengan gaya politik praktis untuk mencapai tahta pada Pilkada Serentak 2024, juga patut diduga adanya keterlibatan sejumlah calon kepala daerah dalam aliran dana hibah yang berujung musibah tersebut.
Menyoroti adanya dugaan korupsi hibah tersebut, pakar hukum asal Bali, Prof. Dr. Drs. Agung Ngurah Agung, SH, MH, CLA., mengatakan, adanya momentum Pilkada Serentak 2024 di Bali sah-sah saja jika ada pihak mengaitkan polemik dana hibah ini dengan kepentingan politis.
Namun, idealnya penegakan hukum tidak sejatinya seperti itu, hukum harus tetap tegak lurus terlebih adanya kerugian negara dalam dugaan korupsi hibah di Gianyar menjadi tugas Aparat Penegak Hukum (APH) baik kepolisian ataupun kejaksaan untuk segera mengungkap siapa dalang dibalik penyaluran hibah tersebut, tanpa memandang siapapun termasuk Pasangan Calon (Paslon) yang sedang berkontestasi di Pilkada 2024.
“Mau dikaitkan ke politik atau kemanapun kasus (korupsi hibah, red) itu tidak akan terpengaruh. Penegakan hukum jelas, mereka tidak memandang siapapun apalagi Paslon, kalu salah dan terbukti ya penjarakan! Ada uang rakyat disitu yang harus dipertanggungjawabkan. Saya dorong Pokja (Polisi dan Kejaksaan, red) untuk bergerak, selidiki aliran dana lainnya demi negara,” pungkas Prof. Ngurah Agung kepada wartawan Balipolitika.com melalui sambungan telepon, Senin, 25 November 2024.
Sementara itu, Pakar Hukum dan Kriminologi Fakultas Hukum Universitas Udayana FH Unud, Prof. Gede Made Swardana menilai, adanya kasus hibah tersebut tentu akan menyeret nama-nama besar di baliknya tak terkecuali calon maupun kepala daerah yang sudah sah.
Menurut Prof Gede, menyikapi kasus hibah fiktif dalam prosesnya tentu pemberi ataupun penerima sama-sama memiliki tanggung jawab besar dalam pemanfaatan terhadap penggunaan uang negara, berupa hibah yang masuk dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Kabupaten Badung tersebut.
Dalam kasus dugaan hibah fiktif tersebut Prof. Gede melihat, adanya indikasi kesalahan dalam pengelolaan dari pihak penerima manfaat hibah tersebut, berujung pada dugaan pelanggaran Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) dalam proyek pembangunan perantenan dan senderan di Pura Puseh dan Pura Desa Desa Adat Majangan, Desa Buahan Kaja, Kecamatan Payangan, Kabupaten Gianyar tahun 2023.
“Saya tidak berupaya untuk menyudutkan pihak-pihak tertentu dalam dugaan korupsi hibah ini. Tetapi, kita melihat perbuatannya saja, bahwa konsep sesungguhnya dari hibah itu kan baik, bagus, sah-sah saja. Namun, selama pihak pemberi dan penerimanya bisa bertanggung jawab penuh terhadap pemanfaatan hibah itu sendiri. Dalam fenomena ini masalah terbesarnya itu bukan ada pada si pemberi, tetapi ada pada si penerima, bagaimana dana itu benar bisa dipertanggungjawabkan penggunaanya karena ada uang negara disitu. Tapi kalau pihak penerimanya sudah tidak benar ataupun berniat tidak baik, tentu barang jadi sudah harus segera diselidiki,” ungkapnya kepada wartawan Balipolitika.com, melalui sambungan telepon sekitar, pukul 06.30 WITA.
Lebih lanjut Prof. Gede menjelaskan, Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Badung selaku pihak pemberi hibah juga seharusnya bertanggung jawab terhadap dana yang mereka berikan, dengan melalukan pengawasan terhadap setiap penggunaannya, jangan sampai ada kekeliruan dalam pengelolaan baik itu disengaja ataupun tidak disengaja.
Lebih lanjut Praktisi Hukum asal Bali, Made “Ariel” Suardana, S.H., M.H., menilai adanya temuan Polres Gianyar terkait indikasi korupsi dana Hibah Badung di Kabupaten Gianyar menurutnya hanyalah sebuah sample (contoh), diyakininya ada motif serupa terjadi di desa-desa lain di Bali, tentu yang telah mendapat aliran hibah tersebut.
“Tentu saya sangat mengapresiasi langkah Polres Gianyar yang berkomitmen untuk memberantas praktik korupsi di Bali. Berdasarkan apa yang saya baca di berita, menurut kacamata saya, motif serupa mungkin saja terjadi di desa-desa lain se-Bali yang telah menerima dana hibah tersebut. Tetapi, perlu adanya komitmen dari para APH (Aparat Penegak Hukum, red) untuk mau menyelidikinya,” ungkap Made Ariel, saat dikonfirmasi melalui sambungan telepon, Sabtu, 23 November 2024.
Terkait dugaannya tersebut, Made Ariel mendorong APH di Kepolisian dan Kejaksaan untuk bersinergi, bekerjasama menyelidiki adanya dugaan praktik-praktik korupsi yang merugikan keuangan negara lainnya secara Terstruktur Sistematis Masif (TSM) berkedok hibah, mungkin saja terjadi di daerah-daerah lainnya di Bali.
“Jangan polisi saja yang bergerak, kejaksaan juga harus bekerjasama karena pola korupsi yang dilakukan ini sangat TSM. Intinya perlu kemauan untuk mengungkapnya dan ini akan menjadi temuan besar di Bali, kasus korupsi yang terstruktur berkedok hibah,” cetusnya.
Sementara itu diberitakan sebelumnya, Polres Gianyar membongkar dugaan tindak pidana korupsi dana hibah Kabupaten Badung untuk pembangunan perantenan dan senderan di Pura Puseh dan Pura Desa Desa Adat Majangan, Desa Buahan Kaja, Kecamatan Payangan, Kabupaten Gianyar tahun 2023 di Mapolres Gianyar, Sabtu, 23 November 2024. (bp/gk)