Informasi: Rubrik Sastra Balipolitika menerima kiriman puisi, cerpen, esai, dan ulasan seni rupa. Karya terpilih (puisi) akan dibukukan tiap tahun. Kirim karya Anda ke [email protected].

Politik

Paradoks Bali: Pulau Surga yang Dihuni Warga Miskin dan Balita Stunting

Oleh: Anak Agung Gede Agung Aryawan, ST

IRONIS: Calon DPRD Provinsi Bali Dapil Denpasar dari Partai Perindo, Anak Agung Gede Agung Aryawan, ST.

 

Bali merupakan destinasi pariwisata internasional yang terkenal ke seluruh penjuru dunia. Selain bentang keindahan alam dan budaya, segala fasilitas akomodasi pariwisata bintang lima melengkapi Pulau Dewata ini.

Namun, menjadi paradoks dan terasa sangat miris sekali, ternyata Pulau Bali dengan segala predikat tersebut masih berkutat dengan kemiskinan ekstrem dan stunting balita akibat kekurangan gizi sehingga pertumbuhannya lambat alias balita pendek.

Bahkan angka stunting akibat kekurangan gizi dan masyarakat miskin ektrem ada di Kabupaten Gianyar dan Kabupaten Karangasem.

Meski hanya dirilis oleh Pj Gubernur Bali SN Mahendra Jaya hanya di dua kabupaten tersebut bukan berarti tidak ada di kabupaten lain di Bali, termasuk Kota Denpasar.

Adanya banyak kecurangan dalam dunia pendidikan selama bertahun-tahun saat seleksi PPDB yang menjadi budaya, adalah faktor penyebab utama lahirnya generasi yang terbiasa dengan bekingan membuat mereka sampai mencari pekerjaan pun sangat bergantung pada bekingan.

Faktor sumber daya manusia sebagai “out put” sekolah “jalur belakang” titipan curang ini lahir sebagai generasi yang bekerja terpaksa antara lain menjadi pegawai kontrak pemerintah, perusahaan daerah dan badan usaha milik negara (BUMD) lainnya yang masuk juga lewat “surat sakti titipan” tanpa seleksi rekrutmen secara terbuka.

Akibatnya, pegawai kontrak ini mendapatkan upah atau gaji lebih rendah dari UMK/UMR, sehingga lahirlah generasi penerus puas dengan upah murah.

Hal ini menyebabkan daya beli masyarakat menjadi rendah terlebih lagi jadi alasan banyaknya pengusaha ikut-ikutan membayar upah murah lebih rendah dari standar UMK/UMR.

Rendahnya daya beli masyarakat yang sudah terbiasa menerima gaji lebih rendah dari UMK/UMR inilah menjadi faktor utama meningkatnya angka kemiskinan di kabupaten/kota di Bali pada umumnya.

Kondisi tersebut, ternyata diperparah lagi dengan kebiasaan buruk memanfaatkan CSR BUMN untuk sekedar bagi sembako yang hanya cukup untuk makan seminggu selanjutnya balik lagi kekurangan gizi.

Belum lagi banyak penerima sembako kurang tepat sasaran, ada oknum bermobil pun bisa menerima bantuan sembako.

Idealnya, CSR BUMN diperuntukkan bagi beasiswa anak miskin yatim-piatu atau permodalan UMKM ke janda miskin yang masih punya anak sekolah agar bisa meningkatkan ekonominya.

Salah satu contoh membina mereka kursus menjahit kebaya lengkap dengan bantuan mesin jahit atau jualan kue lengkap dengan modal mesin oven nya.

Dalam kondisi seperti itu kontradiksi pun muncul dengan adanya kebijakan menghapuskan SMA/K Negeri Bali Mandara yang berasrama untuk anak miskin menjadi sekolah reguler biasa.

Hak-hak mencerdaskan kehidupan bangsa dan memelihara farkir miskin anak terlantar sesuai amanat Pembukaan UUD1945 dihapus dengan berbagai dalih dan justifikasi oleh kebijakan Gubernur Bali Wayan Koster.

Tanpa dinyana ternyata kebijakan ektrem Wayan Koster tersebut tak berselang lama memunculkan kemiskinan ekstrem di dua kabupaten di Bali.

Jika di kedua kabupaten tersebut muncul kemiskinan ekstrem, yang setengan ekstrem tidak tertutup kemingkinan asa di semua kabupaten di Bali.

Ironisnya, berbagai pembangunan infrastruktur mercusuar dibangun oleh mantan Gubernur Bali Wayan Koster; berbanding terbalik dengan munculnya kemiskinan ekstrem di Gianyar yang dikenal sebagai kabupaten dengan penasok PAD tertinggi setelah Kabupaten Badung.

Paradoks Bali ini mesti tidak membuat kita bersilang opini, malah wajib kita “ngerombo” untuk mencari solusi dan mengatasainya. (*)

Berita Terkait

Baca Juga
Close
Back to top button

Konten dilindungi!