Informasi: Rubrik Sastra Balipolitika menerima kiriman puisi, cerpen, esai, dan ulasan seni rupa. Karya terpilih (puisi) akan dibukukan tiap tahun. Kirim karya Anda ke [email protected].

Pendidikan

Status FB JBS Dipolisikan, Ini Pesan Ida Pandita Mpu Jaya Acharya Nanda

JAWAB POLEMIK: Wakil Dharma Adyaksa PHDI Pusat masa bakti 2016-2021, Ida Pandita Mpu Jaya Acharya Nanda menilai PHDI Pusat mempunyai instrumen sangat kuat sesuai AD/ART PHDI 2021-2026 untuk menjawab polemik yang berkembang saat ini menyikapi eksistensi International Society for Krishna Consciousness alias ISKCON di Indonesia, khususnya Bali.

 

DENPASAR, Balipolitika.com Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI) sebagai majelisnya para Sulinggih Hindu Dharma Indonesia 2 tahun terakhir dinilai menghadapi polemik cukup pelik akibat konflik berlarut-larut.

Hal ini khususnya menyangkut permasalahan umat Hindu Bali dengan kelompok sampradaya asing Sai Baba dan Hare Krishna yang bernaung di bawah International Society for Krishna Consciousness alias ISKCON.

Konflik ini disebut hanya bisa diakhiri dengan kewenangan para sulinggih yang duduk di Sabha Pandita PHDI Pusat.

Menurut mantan Wakil Dharma Adyaksa PHDI Pusat masa bakti 2016-2021, Ida Pandita Mpu Jaya Acharya Nanda, sejatinya PHDI Pusat sudah mempunyai instrumen sangat kuat sesuai AD/ART PHDI 2021-2026.

Bab III perihal Azas di Pasal 6 ayat 1 disebutkan bahwa PHDI berasaskan Panca Sradha yang bersumber pada spirit dan nilai nilai pustaka suci Weda serta Susastra Weda untuk mengeluarkan sebuah bhisama berdasarkan keputusan-keputusan yang ada sebelumnya.

Adapun beberapa rujukan yang bisa dipakai sebagai berikut.

Pertama, keputusan Pasamuhan Sabha Pandita PHDI Pusat Nomor 01/KEP/SP PHDI Pusat/VII/2021 tentang rekomendasi dan pencabutan surat pengayoman sampradaya tertanggal 30 Juli 2021.

Kedua, keputusan Pasamuhan Paruman Pandita PHDI Provinsi dan Kabupaten Kota se-Bali tanggal 10 Juni 2021 Nomor 01/VI/Pasamuhan Paruman Pandita PHDI Provinsi/Kabupaten/Kota se-Bali.

Ketiga, sesuai AD/ART PHDI Pusat hasil Mahasabha XII bahwa tidak ada lagi pengayoman tentang sampradaya dengan dihilangkannya Pasal 41 yang sebelumnya ada di AD/ART PHDI 2016-2021.

“Berbekal hal tersebut, para Sulinggih Hindu dresta Bali atau Nusantara, baik yang ada di kabupaten dan provinsi bisa mengusulkan dan mendorong adanya sebuah Bhisama Sabha Pandita tentang sampradaya dan kembali kepada konsepsional Hindu Dharma Indonesia yang bersifat mengikat seluruh umat Hindu Dharma Indonesia sehingga umat tidak terpecah lagi seperti saat ini. Apalagi setelah adanya dua versi PHDI, yakni PHDI Mahasabha Luar Biasa (MLB) dan PHDI MS XII,” ujar Ida Pandita Mpu Jaya Acharya Nanda, Selasa, 2 Agustus 2022 sebagaimana diterima redaksi balipolitika.com.

Ida Pandita Mpu Jaya Acharya Nanda juga menanggapi pelaporan yang dilakukan oleh PHDI Bali terhadap status media sosial Facebook Jro Bauddha Suena.

Ida Pandita Mpu Jaya Acharya Nanda menilai status tersebut semata-mata bertujuan mengingatkan para sulinggih agar tidak diam dalam situasi saat ini.

“Kita sebagai umat Hindu kebanyakan bisa melihat sendiri dengan pecahnya PHDI yang saat ini masih berperkara di Pengadilan Negeri Jakarta Barat antara PHDI MLB dan PHDI MS XII,” ujar sosok kharismatik yang juga merupakan seorang akademisi tersebut.

Ida Pandita Mpu Jaya Acharya Nanda menegaskan narasi status FB Jro Bauddha Suena tersebut sebenarnya tidak ada menyerang pribadi seorang sulinggih apalagi menghina.

“Itu pernyataan yang terlalu berlebihan karena memang kewajiban umat Hindu Dharma mengingatkan para sulinggih agar situasi yang sudah terjadi dua tahun terakhir bisa terselesaikan dan tidak berlarut larut. Dalam konflik saat ini, kalau bukan umat Hindu Dharma sendiri yang mengingatkan para sulinggihnya yang ada di Sabha Pandita PHDI MS XII dan PHDI MLB untuk bersikap, terus siapa lagi yang kita minta mengingatkan?” tanya Ida Pandita Mpu Jaya Acharya Nanda.

Karena bagaimana pun imbuhnya PHDI sebagai Majelis tertinggi Agama Hindu Dharma Indonesia dengan organ tertinggi yaitu Sabha Pandita dan yang paling utama sebagai majelisnya para Sulinggih Hindu Dharma Indonesia adalah milik seluruh umat Hindu Dharma Indonesia, bukan milik sekelompok orang saja.

Kalau pun ada perumpamaan dan analogi yang dipakai, ungkap Ida Pandita Mpu Jaya Acharya Nanda itu semata-mata agar kita semua umat Hindu belajar banyak dengan kisah Itihasa Mahabharata.

Terangnya sikap diam Rsi Drona dan Pangeran Bhisma dengan adanya ketidakbenaran dan ketidakadilan yang dialami oleh keluarga Pandawa dari awal kisah cerita Itihasa Mahabharata dalam konflik dengan keluarga Kurawa adalah salah satu penyebab terjadinya perang Bharata Yudha.

“Sebenarnya tidak ada masalah dan sah-sah saja karena itu hanya sebuah perumpamaan analogi menggunakan keseluruhan cerita Itihasa Mahabharata yang memang kisah cerita Itihasa Mahabharata demikian adanya. Justru jika tidak ada konflik berkepanjangan antara Pandawa dan Kurawa sehingga timbulnya perang Bharata Yudha dalam itihasa Mahabharata, mungkin tidak akan pernah lahir Bhagawadgita yang ada dalam bagian Bhisma Parwa yang merupakan wejangan Sri Krishna, antara Dewa Wisnu kepada Arjuna yang kita warisi hingga saat ini,” ungkap Ida Pandita Mpu Jaya Acharya Nanda menyejukkan.

Ida Pandita Mpu Acharya Nanda berharap agar umat Hindu Dharma Indonesia bersatu menjaga warisan budaya Hindu Nusantara, tidak terpecah belah karena kepentingan jangka pendek semata.

Dalam posisi ini ungkapnya peranan ketegasan sulinggih Hindu Dresta Bali atau Nusantara, baik yang ada di PHDI MS XII dan PHDI MLB sangat dibutuhkan dalam mengambil keputusan.

Hal ini merupakan kunci penyelesaian masalah ini.

Pasalnya keberadaan pengurus walaka itu hanya bersifat mendukung operasional sehari hari lembaga keumatan itu sendiri.

“Mari kita kembali kepada semangat dan tujuan daripada lahirnya Parisada Hindu Dharma Indonesia pada tahun 1958 itu sendiri,” pesan Ida Pandita Mpu Acharya Nanda. (bp)

Berita Terkait

Back to top button

Konten dilindungi!