Informasi: Rubrik Sastra Balipolitika menerima kiriman puisi, cerpen, esai, dan ulasan seni rupa. Karya terpilih (puisi) akan dibukukan tiap tahun. Kirim karya Anda ke [email protected].

humanisme

Gusti Putu Artha Tuding Analisa Prof. Damriyasa Sesat Soal SMAN Bali Mandara

Dipuji Menteri Jokowi, Justru Dipreteli Pemprov Bali

MENGHARUKAN: Siswa miskin yang mendapatkan pendidikan istimewa di SMAN Bali Mandara dipeluk oleh orang tua mereka saat merayakan kelulusan.

 

DENPASAR, Balipolitika.com- Meski prestasi SMA Negeri Bali Mandara dipuja setinggi langit oleh Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Indonesia pada Kabinet Indonesia Maju pemerintahan Presiden Joko Widodo-K.H Ma’ruf Amin, Nadiem Anwar Makarim, B.A., M.B.A hingga mengangkat salah satu jebolan SMAN yang berlokasi di Buleleng itu sebagai orang kepercayaannya, ternyata Pemerintah Provinsi Bali berpikir lain. Meskipun koar-koar melalui visi Nangun Sat Kerthi Loka Bali akan membangun Sumber Daya Manusia (SDM) Bali, faktanya sekolah yang mengukir prestasi di banyak event bergengsi baik di dalam maupun luar negeri itu dipreteli keistimewaannya.

Melalui Koordinator Kelompok Ahli Pembangunan Prof. Dr. I Made Damriyasa yang juga Rektor UNHI Denpasar, Pemerintah Provinsi Bali menegaskan bahwa mulai tahun ajaran 2022/2023 keistimewaan SMAN Negeri Bali Mandara berakhir. Tidak ada lagi rekruitmen siswa miskin khas SMAN Bali Mandara yang harus melalui sekian kali seleksi ke pelosok-pelosok Bali. SMAN Bali Mandara yang ditopang oleh guru-guru muda berprestasi akan menjadi sekolah biasa-biasa saja.

“Beberapa tokoh masyarakat mengkritisi soal kebijakan nyeleneh Gubernur Koster memperlakukan SMAN Bali Mandara. Sebut saja Dr. Dewa Gede Palguna, SH MH, Gede Pasek Suardika, SH.,MH dan saya yang kencang bersuara. Sadar situasi ini, Gubernur Koster mengeluarkan kajian melalui Koordinator Kelompok Ahli Pembangunan Prof. Dr. I Made Damriyasa yang juga Rektor UNHI Denpasar. Namun ada beberapa poin rilis tersebut yang perlu diberi tanggapan karena menyesatkan,” ucap I Gusti Putu Artha, Senin, 23 Mei 2022 pagi.

Beberapa poin yang dinilai menyesatkan tersebut diurai sebagai berikut. Pertama, soal dasar hukum. Pokli Pembangunan Gubernur menyebut Pasal 48 UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas sebagai acuan bahwa pengelolaan dana pendidikan berdasarkan prinsip keadilan, efisiensi, transparansi, dan akuntabilitas publik. Jika pernyataan ini ingin mengatakan bahwa dana SMA Bali Mandara tidak adil, timpang, maka konsepsi “keadilan” sekelas profesor harus dipertanyakan.

“Adil tak bermakna sama. Adil bermakna dana pendidilan diberikan sesuai kebutuhan dan peruntukan. Adalah adil memberikan dana lebih kepada SMAN Bali Mandara karena sistem pengelolaannya, keberpihakan sosialnya yang total kepada siswa SANGAT MISKIN (bukan miskin) namun berprestasi. Yang tidak adil adalah sama-sama sekolah reguler. Jumlah siswanya relatif sama, tapi jumlah bantuan pendidikan berbeda signifikan. Objek sekolah yang berbeda yang membuat bantuan tidak sama,” jelasnya.

“Kedua, masih soal dasar hukum. Prof. Damriyasa lupa pasal yang paling esensial yang menjadi dasar pembentukan sekolah jenis ini sebagai mana perintah UU Pasal 5 ayat (2) dan (4) dengan jelas (saya ringkas) menyebutkan warga negara yang memiliki kelainan sosial, memiliki potensi kecerdasan, dan bakat istimewa berhak memperoleh pendidikan khusus. Apa maknanya? Negara harus hadir untuk para siswa cerdas namun sangat miskin (baca bermasalah secara sosial, red) dalam bentuk pendidikan khusus (pengelolaan atau perlakuan khusus). Sangat terang benderang perintah UU. Mengembalikan SMAN Bali Mandara sebagai sekolah pendidikan khusus bagi anak sangat miskin dan berprestasi menjadi sekolah reguler adalah pelanggaran terhadap UU. Sebetulnya, tanggapan sampai di sini sudah selesai karena hal paling mendasar telah terbantahkan,” tegas Mantan Komisioner KPU RI itu.

Ketiga, I Gusti Putu Artha menekankan ada data yang harus dibantah karena berkesan meremehkan SMA Bali Mandara sekaligus memperlihatkan sesat analisis sekelas profesor. “Poin 4 rilis itu menyebut bahwa prosentase lulusan yang diterima di perguruan tinggi negeri SMA Bali Mandara (40 persen), ternyata lebih rendah dibandingkan SMA 1 Tabanan (45%), SMA 1 Singaraja (50%), SMA 1 Denpasar (52%) dan SMA 4 Denpasar (68%).
Saya menyesalkan sekelas profesor gagal mengalisis data. Anda sesat berfikir membuat perbandingan ini. Input kedua jenis sekolah ini berbeda. SMA Bali Mandara 100 persen anak siswa sangat miskin. Sekolah yang Anda sebut itu jatah anak miskin di sana maksimal 15 persen. Variabel karakteristik sampelnya berbeda. Yang kedua, 40 persen lulusan Bali Mandara ke PTN murni akses dan dukungan pihak ketiga (bidik misi, orang tua asuh, dan bea siswa lainnya). Bukan biaya mandiri orang tuanya. Tak mampu Prof. Ortunya pemulung, tukang cuci londre, buruh tani, tukang parkir, buruh di pasar dan sejenisnya. Anda mau bandingkan dengan 52 persen siswa SMA 1 Denpasar lolos PTN yang sekolah pun mereka bermobil?” sentilnya.

“Yang lebih mendekati (maaf jika saya harus mengajari sekelas profesor), Anda cek semua siswa jalur miskin di beberapa sekolah reguler. Temukan angka kuantitas yang sama jumlahnya dengan satu angkatan SMA Bali Mandara (katakanlah 120 orang lulusan SMA Bali Mandara dibandingkan dengan 120 orang lulusan jalur miskin di SMA reguler yang Anda sebutkan). Nah beritahu publik, apa bisa melewati 40 persen? Ke mana anak-anak miskin sekolah reguler itu? Ini baru variabel karakteristik sampel lebih homogen,” sambungnya.

“Anda juga mengabaikan prestasi akademik SMA Bali Mandara di level internasional dan nasional yang ratusan jumlahnya. Bandingkan sekolah reguler mana yang dalam lima tahun bisa melewati prestasi SMA Bali Mandara? Itu baru fair,” ungkap I Gusti Putu Artha.

Keempat, I Gusti Putu Artha menyisir biaya per tahun 20 juta per siswa yang disebutkan Prof. Damriyasa. “Saya menemukan data hanya Rp 8,5 juta karena dana operasional tahunan sekolah ini di kisaran Rp 4 milyar. Kita bisa adu data soal ini. Saya cukupkan itu dulu. Saya amat senang apabila Prof. Damriyasa menerima undangan saya untuk berdebat soal ini di podcast, televisi lokal di Bali agar rakyat Bali paham apa kebijakan pemerintah yang sesat (yang Anda bela) atau saya yang bodoh!,” tutupnya. (bp)

Berita Terkait

Back to top button

Konten dilindungi!