DENPASAR, Balipolitika.com– Seorang perempuan berinisial KMC (40 tahun) yang berprofesi sebagai advokat dan kabarnya baru dipecat sebagai anggota di salah satu organisasi advokat di Bali, dilaporkan ke pihak berwajib.
Pelapor KMC adalah warga negara asing berkebangsaan Spanyol bernama Agustin Toloza (36 tahun) yang mengaku menjadi korban penganiayaan dan intimidasi oleh advokat perempuan tersebut.
Kasus ini resmi dilaporkan ke Polsek Kuta Selatan pada Rabu, 27 Maret 2025 dan kini tengah dalam proses penyelidikan polisi.
Informasi yang dikumpulkan di lapangan, kasus ini terjadi pada Selasa, 26 Maret 2025 sekitar pukul 21.30 Wita di sebuah vila pribadi milik Agustin Toloza yang berlokasi di kawasan Ungasan, Kuta Selatan, Kabupaten Badung, Bali.
Berdasarkan laporan yang disampaikan oleh korban ke pihak kepolisian, kejadian bermula saat Agustin Toloza menerima telepon dari seorang rekan yang memberitahukan bahwa KMC sedang berada di villanya.
Korban yang merasa tidak nyaman dengan kondisi tersebut segera kembali ke vila.
Sesampainya di lokasi, Agustin Toloza mengaku langsung mendapat makian kasar dari KMC.
Tidak hanya berhenti pada dugaan kekerasan verbal, KMC juga diduga melakukan tindakan kekerasan fisik berupa dorongan, pukulan di bagian dada, dan cekikan di leher korban Agustin Toloza sembari mengucapkan ancaman akan menghabisi nyawa korban serta mendeportasinya dari Indonesia.
Bahkan, KMC sempat menyebut bahwa hari itu merupakan hari terakhir Agustin Toloza di Bali.
Peristiwa tersebut langsung membuat korban merasa tidak aman, apalagi statusnya sebagai warga negara asing.
Agustin Toloza merasa tidak memiliki perlindungan cukup jika berhadapan langsung dengan warga lokal, apalagi dalam kasus yang melibatkan kekerasan.
Penyebab keributan tersebut diduga berawal dari perselisihan mengenai kepemilikan dan akses terhadap kantor tempat KMC dan Agustin Toloza sebelumnya bekerja.
Menurut penuturan korban, konflik ini berawal dari pembukaan gembok kantor yang selama ini disegel oleh KMC.
Agustin Toloza menegaskan bahwa kantor tersebut bukanlah milik pribadi KMC, melainkan milik seorang warga negara Spanyol bernama Cristian yang kebetulan sedang tidak berada di Bali.
Agustin Toloza, yang diketahui menjabat sebagai direktur di kantor tersebut, mengaku hanya menjalankan tugas dari pemilik untuk mengambil laptop penting yang ada di dalam.
Sementara KMC, yang menurut laporan hanya berperan sebagai konsultan hukum di kantor itu justru bersikap agresif dan seolah melarang akses masuk, meskipun tidak memiliki kepemilikan atas properti tersebut.
Perselisihan kepentingan inilah yang diduga memicu emosi KMC hingga berujung pada dugaan penganiayaan terhadap Agustin Toloza.
Menjadi korban kekerasan verbal dan nonverbal, Agustin Toloza tidak tinggal diam dan sehari setelah kejadian, tepatnya pada Rabu, 27 Maret 2025, ia mendatangi Polsek Kuta Selatan untuk melaporkan peristiwa tersebut secara resmi.
Tak sekadar cuap-cuap, korban Agustin Toloza juga melakukan visum sebagai bukti fisik terjadinya kekerasan.
Laporan tersebut teregistrasi dengan Surat Tanda Penerimaan Laporan Polisi Nomor: LP/B/55/III/2025/SPKT/POLSEK KUTA SELATAN/POLRESTA DENPASAR/POLDA BALI.
Atas dugaan penganiayaan tersebut, KMC terancam terjerat Pasal 335 Jo Pasal 351 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang mengatur tentang tindak pidana penganiayaan dan perbuatan tidak menyenangkan dengan ancaman hukuman maksimal 2 tahun 8 bulan penjara.
Di bagian lain, korban melalui kuasa hukumnya, yakni Putu Bagus Budi Arsawan, SH, M.Kn, menyampaikan bahwa saat ini Agustin Toloza masih mengalami trauma, kekhawatiran, dan ketakutan akibat kejadian tersebut.
Terlebih karena ia adalah seorang warga negara asing yang merasa tidak memiliki posisi tawar kuat jika terjadi kriminalisasi terhadap dirinya.
Putu Bagus Budi Arsawan sangat menyayangkan tindakan kekerasan yang dilakukan oleh oknum advokat perempuan tersebut.
Menurutnya, kejadian ini bisa mencoreng citra Bali sebagai destinasi wisata dunia yang terkenal dengan keramahan dan toleransi.
“Kami sangat menyayangkan tindakan brutal tersebut. Klien kami adalah warga negara asing yang datang ke Bali dengan itikad baik untuk bekerja dan tinggal dengan damai. Namun kini dia harus menghadapi trauma dan rasa takut,” bebernya.
Lebih lanjut, pihak kuasa hukum berencana mengajukan permohonan perlindungan hukum ke institusi negara lainnya, seperti Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) bahkan Kementerian Hukum dan HAM agar kliennya mendapatkan rasa aman dan tidak menjadi korban kriminalisasi lebih lanjut.
“Kami berharap penyelidikan dilakukan secara objektif dan pelaku segera ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan untuk mencegah terjadinya intimidasi lebih lanjut terhadap korban,” harap Putu Bagus Budi Arsawan. (bp/tim)