TABANAN, Balipolitika.com- Polemik dua yayasan yang menaungi SD Bali Primary School (BPS) dan Paud Growing Tree Preschool (GTP), yakni Santa Teresa Education (STE) dan Danendra Upadana (YDU) di Tabanan, kian memanas.
Setelah dua kepala sekolah BPS dan GTP diadukan ke Kejari Tabanan dan Polsek Kediri, oleh Yayasan Danendra Upadana, pihak Yayasan Santa Teresa Education akhirnya buka suara.
Menurut Nyoman Gede Antaguna, yang merupakan kuasa hukum Yayasan STE, awalnya pihak Dewan Pembina Yayasan Danendra Upadana (YDU) di Tabanan membuat laporan atas dugaan tindak pidana korupsi dana bantuan operasional sekolah (BOS) dan Bantuan Operasional Penyelenggaraan Pendidikan Anak Usia Dini (BOP PAUD) ke Kejari Tabanan
Laporan itu ditujukan kepada Kepala SD BPS dan Kepala Paud GTP pada 3 Oktober 2024.
“Pihak pelapor menuduh klien kami menggunakan dana fiktif dari Yayasan Santa Teresa Education (STE) yang berlokasi di Jalan Gatot Subroto, Kediri, Tabanan, selama proses belajar-mengajar yang dilakukan di gedung milik Yayasan Danendra Upadana (di Jalan Bypas Ir. Soekarno, Tabanan),” ujarnya, Rabu 9 Oktober 2024.
Menurut Antaguna, setelah pengaduan tersebut tidak mendapatkan respon dari pihak Kejari Tabanan, lantaran pelapor kurang menyertakan bukti yang akurat, kemudian pihak YDU membuat laporan bentuk Pengaduan Masyarakat (Dumas) ke Polsek Kediri.
“17 guru di SD BPS dan Paud GTP dilaporkan terkait dugaan kasus pencurian inventaris sekolah yang dibeli menggunakan dana BOS,” bebernya.
Terkait laporan itu, Antaguna mengaku siap menerima undangan dari polisi.
Dia merasa kliennya tidak melakukan pelanggaran atau tindakan yang melawan hukum.
“Kalau dilaporkan, ya biarkan, kami sudah siap. Kalau dikatakan dua sekolah (SD dan PAUD) itu mencuri, kan dan BOS dikelola sekolah untuk kepentingan siswa dan bisa dibuktikan,” ucap.
Menurut Antaguna, awalnya di lingkungan sekolah yang ada di Jalan Gatot Subroto, Kediri, Tabanan, kena bencana alam banjir, pada awal 2023.
Kemudian ada desakan dari para orang tua murid untuk pindah lokasi sementara yakni di gedung sekolah milik Yayasan Danendra Upadana, yang pada waktu itu dikatakan tidak ada murid.
“Awalnya pihak Yayasan STE menawarkan sewa, tapi dari sana (YDU) tidak mau, dan maunya dibeli, tapi klien kami tidak jual. Kemudian ditawarkan franchise, sehingga timbullah perjanjian franchise pada 2023,” ujarnya.
Dalam perjalanan, pihak YDU tidak mengurus izin operasional. Kemudian pihak STE mengambil alih agar para siswa mendapatkan kejelasan dan legalitas.
Kemudian dilakukan somasi dua kali, namun pihak YDU tidak menggubris. Somasi tersebut terkait merek dagang atau hak agas karya intelektual.
“Hal ini rupanya membuat YDU tidak terima dengan membuat laporan balik,” tegasnya.
Sementara Kajari Tabanan, Zainur Arifin Syah, mengiyakan adanya laporan tersebut. “Namun dalam hal ini kami belum bisa memberikan penjelasan apapun. Tetapi memang iya ada laporan dimaksud,” ujarnya.(bp/luc/ken)