Informasi: Rubrik Sastra Balipolitika menerima kiriman puisi, cerpen, esai, dan ulasan seni rupa. Karya terpilih (puisi) akan dibukukan tiap tahun. Kirim karya Anda ke [email protected].

HukumOPINIPolitik

Togar: Sanksi Hukum Bagi Wanprestasi Koalisi Pilkada Bali 2024

LITERASI: Praktisi Hukum asal Medan, Dr. Togar Situmorang, SH, MH, MAP, CMED, CLA, CRA., memberikan literasi hukumnya terkait perjanjian koalisi politik jelang Pilgub Bali 2024. (Ilustrasi/Gung Kris)

 

DENPASAR, Balipolitika.com- Menanggapi adanya dinamika dari sejumlah pimpinan Partai Politik (Parpol) di Bali yang tergabung dalam Koalisi Partai Pilkada Provinsi Bali 2024, secara linear mendukung Paslon Mantra-Mulia maju pada kontestasi 27 November 2024 mendatang, Praktisi Hukum Dr. Togar Situmorang melihat adanya upaya hukum yang mengikat masing-masing pihak secara tertulis berupa kesepakatan dukungan politik melalui surat rekomendasi sebagai syarat pendaftaran Paslon ke Komisi Pemilihan Umum (KPU).

Pria yang akrab disapa Bang Togar tersebut berasumsi, kesepakatan koalisi politik yang telah ditanda tangani bersama pada Rapat Konsolidasi di The Brass, Denpasar, Jumat, 24 Mei 2024, memungkinkan secara hukum mengatur tentang hak dan kewajiban para pihak yang sepakat berkoalisi, juga soal sanksi-sanksi apabila salah satu pihak melakukan wanprestasi (ingkar janji), biasanya bisa diajukan gugatan berwujud perdata atau pidana ke pengadilan, sebagaimana isi dari kesepakatan yang telah dibuat sebagai perjanjian pra pencalonan yang mengikat jelang pelaksanaan Pilkada Bali 2024.

“Saya mencoba menelaah dari sudut pandang seorang praktisi, terkait kemungkinan implikasi yuridis atas kesepakatan politik yang mereka (KIM Plus Bali, red) tanda tangani. Menjadi pertanyaan publik, bagaimana koalisi yang telah sepakat ini ternyata rekomendasinya tidak turun? Apa konsekuensinya? Secara teori regulasi Pilkada kesepakatan tersebut tidak mengimplikasi secara langsung terhadap SAH atau tidaknya Paslon (Mantra-Mulia, red) sebagai peserta Pilkada 2024. Namun, proses konsolidasi koalisi yang melahirkan kesepakatan itu memiliki ketentuan normatif sebagaimana diatur dalam KUHP hukum perjanjian,” jelas Togar kepada Balipolitika.com, Minggu, 26 Mei 2024.

Menurut Togar, Rapat Konsolidasi Koalisi Partai Pilkada Provinsi Bali yang melahirkan kesepakatan linear antara 11 Parpol tergabung, khususnya yang hadir saat itu; Gerindra, Demokrat, Golkar, PSI, NasDem dan PKB secara teori merupakan perbuatan hukum perjanjian, mewarnai proses politik pada tahapan pra pencalonan jelang Pilkada Bali 2024, mengacu pada hasil Pileg Bali 2024 dengan raihan 10 kursi tingkat I menjadikan Gerindra sebagai kunci membuka peluang bakal calon untuk melakukan komunikasi politik.

Kesepakatan linear Koalisi Partai Pilkada Provinsi Bali 2024 tersebut, dikatakan Togar memang memenuhi ketentuan normatif sebagaimana diatur dalam Pasal 1320 KUHP, tetapi karena obyeknya adalah kegiatan politik berupa kesepakatan berkoalisi, tidak memiliki implikasi yuridis terhadap regulasi yang diatur dalam Undang-Undang (UU) Pilkada KPU.

“Perlu digaris bawahi, koalisi yang terbangun menjadi sebuah kesepakatan merupakan komitmen politik, bukan persyaratan yang menentukan dalam regulasi Pilkada. Sekedar waarmeking (ketentuan, red) dari kesepakatan yang dibuat, istilahnya tiket Pilkada. Memang sangat rentan wanprestasi, tapi tergantung apa yang disepakati. Saya sekedar mengingatkan, waspada jebakan betmen,” pungkasnya. (bp/gk)

Berita Terkait

Baca Juga
Close
Back to top button

Konten dilindungi!