Informasi: Rubrik Sastra Balipolitika menerima kiriman puisi, cerpen, esai, dan ulasan seni rupa. Karya terpilih (puisi) akan dibukukan tiap tahun. Kirim karya Anda ke [email protected].

Nasional

Subak Kearifan Lokal yang Menjelma Kesedihan Lokal

Iwan Dewantama: Jangan Berharap WWF

BOM WAKTU: Kondisi sungai di sebelah The A Class, Jalan Tukad Yeh Aya IX/ Nomor 21C Denpasar Selatan di penutupan World Water Forum 2024, Sabtu, 25 Mei 2024 dan sikap Ketua Yayasan Abdi Bumi, I Made Iwan Dewantama. (ilustrasi/Gung Kris)

 

DENPASAR, Balipolitika.com Presiden Joko Widodo (Jokowi) memperkenalkan sistem pengairan masyarakat Bali yang disebut subak di hadapan delegasi KTT ke-10 World Water Forum.

“Masyarakat kami memiliki nilai budaya terhadap air, salah satunya adalah sistem subak di Bali yang dipraktikkan sejak abad 11 yang lalu dan diakui sebagai warisan budaya dunia,” kata Jokowi dalam pidatonya di Nusa Dua, Bali, Senin, 20 Mei 2024.

Ironisnya, di sisi lain, Direktur Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Bali, Made Krisna Dinata berharap para perwakilan atau delegasi dunia membantu perjuangan pihaknya menyetop proyek-proyek di Pulau Dewata yang jauh menyimpang dari cita-cita World Water Forum ke-10.

Jelas Bokis- sapaan akrab Made Krisna Dinata- pembangunan infrastruktur yang mendegradasi bahkan menghilangan subak atau sistem irigasi tradisional air di Bali sedang dan akan berjalan.

Salah satunya yang terang-benderang di depan mata masyarakat Bali adalah pembangunan Jalan Tol Gilimanuk-Mengwi yang terbentang dari Gilimanuk (Kabupaten Jembrana) hingga Mengwi (Kabupaten Badung) sepanjang 96,21 km.

Proyek swasta murni yang diprakarsai Gubernur Bali masa bakti 2018-2023, Wayan Koster ini akan menerabas 480,54 hektar sawah produktif dan 98 wilayah subak di sepanjang wilayah tersebut.

Pembangunan pelabuhan terintegrasi Sangsit yang akan dibangun di Bali Utara juga akan menerabas sawah seluas 26.193 meter persegi dan mengancam 4 subak.

Termasuk proyek Pusat Kebudayaan Bali yang telah mengorbankan lahan persawahan hingga 9,38 hektar yang menyebabkan Subak Gunaksa jadi terdampak. 

Menyikapi kontradiksi fakta di lapangan dan cita-cita luhur World Water Forum 2024 di mana Bali terpilih sebagai tuan rumah, Ketua Yayasan Abdi Bumi, I Made Iwan Dewantama mengajak seluruh masyarakat Pulau Dewata agar tidak jumawa atas status host WWF semata. 

Pasalnya, sejak ditetapkan sebagai Warisan Budaya Dunia (WBD) oleh Badan Perserikatan Bangsa-Bangda (PBB) untuk Pendidikan dan Kebudayaan (Unesco) sejak 2012 yang mencakup lima wilayah kabupaten, yaitu Bangli, Gianyar, Tabanan, Buleleng, dan Badung dengan luas lebih dari 19.500 hektar, hal miris terjadi; bukannya semakin baik, alih fungsi lahan serta menurunnya daya dukung air menggerus Bali. 

“Air adalah sumber daya maha penting karena merupakan sumber kehidupan, tapi masyarakat Bali masih jumawa dengan sistem subak yang dulu menjadi kearifan lokal namun sekarang menjadi kesedihan lokal. Sejak ditetapkan menjadi WBD (Warisan Budaya Dunia, red) tahun 2012, subak bukannya semakin baik, sebaliknya makin meringis dengan tingginya alih fungsi lahan plus menurunnya daya dukung air,” ungkap Iwan Dewantama, Sabtu, 25 Mei 2024.

“Bersyukur Bali masih punya tabungan air permukaan berupa 4 danau dan air bawah tanah berupa cekungan air tanah (CAT), namun kini semuanya dieksploitasi secara serampangan. Jangan sampai akan menjadi bom waktu yang akhirnya meledak dan akan semakin banyak orang di Bali rebutan air,” imbuh Iwan Dewantama.

Bebernya data terkait kondisi danau di Bali yang tercemar dan mengalami pendangkalan berceceran. 

Termasuk pengambilan air bawah tanah yang berlebihan tanpa kontrol dengan indikator bahwa 5 kabupaten/kota di Bali sudah mengalami intrusi air laut.

Disinggung soal hikmah dan harapan dari penyelenggaraan World Water Forum di Bali serta segala puja-puji soal subak, Iwan Dewantama menjawab kecut, namun tetap mengajak semua pihak untuk tetap optimis dengan catatan melakukan tindakan nyata mulai dari lingkungan terkecil, yakni rumah tangga.

“Peta daya dukung lingkungan jasa ekosistem penyediaan air bersih yang dibuat oleh P3E (Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion) Bali Nusa Tenggara sejak tahun 2015 terus makin buruk, tapi apa yang sudah dilakukan pemerintah pusat, pemprov, dan pemkab serta pemkot? Apakah ada proyek bendungan yang sukses? Jangan mimpilah forum WWF akan menyelamatkan sumber daya air Bali! Dari mana asal muasalnya? Kita ini kok kayak orang bodoh sekali harus minta tolong dunia untuk menyelamatkan air. Ini mirip dengan minta tolong ke Cina membangun kedaulatan pangan Indonesia,” tandasnya.

“Mari kita sikapi WWF 2024 dengan santai saja. Jangan terlalu berharap toh Bali sudah biasa menjadi tuan rumah ajang bergengsi skala global. Kita bukan orang bodoh karena diwarisi kearifan lokal yang harus terus dipertahankan, diselamatkan, dan diperkuat. Air terhubung dengan banyak variabel kehidupan sekala niskala, maka tetap optimislah dan berbuatlah,” tutupnya.

Flashback, Yayasan Abdi Bumi yang dikomandoi Iwan Dewantama merupakan sebuah Lembaga Sosial Masyarakat (LSM) pemerhati lingkungan di Bali yang intens mendesak pemerintah agar mengatur pengelolaan air di Pulau Dewata lebih progresif.

Langkah progresif ini mengacu berbagai penelitian yang menunjukkan tanda-tanda Bali akan mengalami kekurangan air.

Di tahun 2012 atau 12 tahun silam, Iwan Dewantama menyampaikan bahwa hasil survei dengan sampel 70 subak yang tersebar di semua kabupaten/kota di Bali menunjukkan bahwa sekitar 70 persennya mengalami krisis air.

“Survei tersebut kami lakukan pada Juli 2012 serangkaian penyusunan peta kerentanan pangan Bali,” terang Iwan sambil menyebut penelitian itu merupakan kerja sama antara JICA (lembaga donor Jepang) dengan Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Bali.

Rincinya, berdasarkan penelitian itu didapatkan hasil bahwa krisis air tidak hanya terjadi pada kawasan subak yang jauh dari sumber air, di dekat mata air pun petani cukup sulit untuk memenuhi kebutuhan irigasi. 

Iwan Dewantama menegaskan pemerintah harus mengambil tindakan konkret untuk menyelamatkan air secara menyeluruh demi menghindari bom waktu kekeringan dan kesengsaraan yang mengancam Bali. (bp/ken)

Berita Terkait

Back to top button

Konten dilindungi!