Informasi: Rubrik Sastra Balipolitika menerima kiriman puisi, cerpen, esai, dan ulasan seni rupa. Karya terpilih (puisi) akan dibukukan tiap tahun. Kirim karya Anda ke [email protected].

Politik

Waspada Framing AWK Bela Agama dan Rakyat Bali

I Putu Agus Yudiawan: Umat Hindu dan Islam Hati-Hati Diprovokasi

TOLAK DIPROVOKASI: Mantan Pekerja Migran Indonesia (PMI) yang kini aktif sebagai pemerhati sosial, pendiri WMK (Warih Mula Keto), dan pendiri PMK (Poros Muda Kemanusiaan), I Putu Agus Yudiawan, SH.

 

DENPASAR, Balipolitika.com- Ada yang membela, ada pula yang mengapresiasi. Pro kontra ini mengiringi Keputusan Badan Kehormatan Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2024 tentang Penjatuhan Sanksi Pemberhentian Tetap Dr. Shri I Gusti Ngurah Arya Wedakarna M.W.S. III, S.E., (M.Tru), M.Si. sebagai Anggota DPD RI dari Provinsi Bali terhitung sejak Kamis, 1 Februari 2024.

Mantan Pekerja Migran Indonesia (PMI) yang kini aktif sebagai pemerhati sosial, pendiri WMK (Warih Mula Keto), dan pendiri PMK (Poros Muda Kemanusiaan), I Putu Agus Yudiawan, SH menegaskan sikap mengapresiasi Keputusan BK DPD RI Nomor 1 Tahun 2024 yang ditandatangani Ketua BK DPD RI H. Leonardy Harmainy DT. Bandaro Basa, S.IP., M.H., Wakil Ketua Habib Ali Alwi, Wakil Ketua Dr. Drs. Marthin Billa, M.M, dan Wakil Ketua Dr. Made Mangku Pastika, M.M. di Jakarta, Kamis, 1 Februari 2024.

“Menyikapi hiruk-pikuk pemecatan AWK, ada beberapa hal saya nilai lucu dan aneh serta perlu diluruskan agar kasus AWK ini menjadi jernih,” ucap I Putu Agus Yudiawan, Sabtu, 3 Februari 2024.

Hal pertama yang perlu diluruskan terang I Putu Agus Yudiawan bahwa pemecatan AWK tidak serta-merta menggugurkan pencalonan AWK sebagai calon DPD RI karena tidak ada aturan merujuk hal itu sebagaimana dikatakan oleh Ketua Bawaslu Bali. 

“Persyaratan untuk menduduki jabatan politik entah itu anggota DPR, DPD, MPR, kepala daerah, dan sejenisnya jelas sangat ketat. Salah satunya adalah tidak tercela. Pertanyaannya, sekarang bagaimana mungkin AWK yang dipecat karena melampaui tugas dan wewenangnya sebagai anggota DPD RI kemudian seringkali bermasalah dengan isu-isu SARA, membuat kegaduhan berkali-kali, dan berpotensi besar memecah persatuan dan kesatuan bangsa tidak gugur pencalonannya dan kembali dapat mencalonkan dirinya menjadi anggota DPD RI wakil Bali?” tanya I Putu Agus Yudiawan.

Pertanyaan kedua, imbuh I Putu Agus Yudiawan, apakah lembaga DPD RI tidak memiliki aturan persyaratan yang jelas tentang anggota DPD RI untuk menjaga marwah lembaga terhormat tersebut? 

“Pertanyaan ketiga, jika DPD RI memiliki aturan persyaratan jelas bagi anggotanya untuk menjaga marwah DPD RI apakah hanya berlaku 5 tahun atau berlaku setiap masa tugas anggota DPD RI terhadap satu kasus dari anggotanya pada masa tersebut? Saya kira aturan Bawaslu dan PKPU wajib direvisi ulang untuk menutup celah bagi anggota DPD RI bermasalah dengan etik kembali dapat mencalonkan diri kembali,” tegas I Putu Agus Yudiawan.

Lebih jauh, I Putu Agus Yudiawan menyoroti pembelaan diri senator bernama lengkap Dr. Shri I Gusti Ngurah Arya Wedakarna M.W.S. III, S.E., (M.Tru), M.Si. yang terhitung sejak Kamis, 1 Februari 2024 tidak lagi berstatus Anggota DPD RI dari Provinsi Bali sesuai penjabaran Keputusan Badan Kehormatan Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2024.

“Kemudian soal pernyataan AWK yang mengatakan ia tidak malu dipecat karena membela agama hindu dan masyarakat Bali. Pernyataan ini boleh dikatakan narasi destruktif yang patut diduga ingin membenturkan umat Hindu di Bali dengan umat agama lain, khususnya umat Islam,” ungkapnya.

I Putu Agus Yudiawan menekankan kepada publik untuk membuka mata, pikiran, dan hati dalam menilai sepak terjang Arya Wedakarna.

Terangnya, ada dua lembaga keagamaan, yaitu Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan Parisada Hindu Dharma Indonesia Pemurnian (PHDI P) di mana MUI Bali sebagai pelapor di DPD RI atas kelakuan AWK yang diduga berbau SARA dan PHDI P walaupun tidak secara resmi namun mendukung penuh MUI dan pihak lainnya dalam proses hukum atas perbuatan AWK yang berpotensi besar memecah persatuan dan kesatuan bangsa.

“Ia (Arya Wedakarna, red) mengatakan membela agama Hindu, sementara bicara Hindu adalah bicara keberagaman agama di India. Pertanyaannya adalah hindu mana yang dibela? Apakah ia membela Sampradaya karena ia adalah Bhakta Krishna dan selalu garda depan membela Sampradaya ketika Sampradaya masih kuat di Bali? Lalu, ia mengatakan membela masyarakat Bali, pertanyaannya lagi, masyarakat Bali mana yang dibela? Kalau dikatakan membikin kegaduhan di Bali ya. Kita bisa lihat kegaduhan di Bedugul, Desa Asak Karangasem, Pura Besakih, Desa Bugbug, Karangasem, Desa Padangbai, Karangasem, dan banyak lagi sehingga membuat ormas-ormas penjaga Bali mendemonya beberapa kali. Puncaknya adalah saat AWK dinilai menghina Sesuhunan Pura Dalem Ped Nusa Penida sehingga dilaporkan ke Polda Bali dan jajaran. Untuk itu, saya sarankan kepada seluruh semeton Bali untuk tidak terprovokasi oleh pernyataan AWK. Ia selalu menggunakan isu agama, adat, tradisi, kesukuan sebagai alat untuk kepentingan politiknya,” tandas I Putu Agus Yudiawan.

“AWK memframing dirinya sebagai pembela agama dan masyarakat Bali. Jangan terpedaya dengan permainan politik AWK dalam kasus ini seolah-olah umat islam menginjak-injak Bali lalu sekarang ia sebagai korban padahal dialah perusak kerukunan antar umat beragama di Bali,” tutup I Putu Agus Yudiawan. 

Diberitakan sebelumnya, Keputusan Badan Kehormatan Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2024 tentang Penjatuhan Sanksi Pemberhentian Tetap Dr. Shri I Gusti Ngurah Arya Wedakarna M.W.S. III, S.E., (M.Tru), M.Si. sebagai Anggota DPD RI dari Provinsi Bali terhitung sejak Kamis, 1 Februari 2024 direspons Polda Bali.  

Berdasarkan Pasal 48 Ayat 1 dan Ayat 2 Peraturan DPD RI Nomor 1 Tahun 2021, Badan Kehormatan DPD RI memutuskan dan menetapkan bahwa teradu Dr. Shri I.G.N. Arya Wedakarna M.W.S. III, S.E., (M.Tru), M.Si., anggota DPD RI dari Provinsi Bali terbukti melanggar sumpah atau janji jabatan dan kode etik dan atau tata tertib DPD RI sebagaimana diatur dalam Undang-Undang MD3 dengan sanksi berat pemberhentian tetap sebagai anggota DPD RI.

Kepala Bidang Hubungan Masyarakat (Kabid Humas) Polda Bali Kombes Pol Jansen Avitus Panjaitan mengatakan secara profesional pihaknya akan menindaklanjuti seluruh laporan terhadap senator kelahiran 23 Agustus 1980 pemeraih 742.718 suara di Pemilu 2019 itu, baik dipecat maupun tidak dipecat. (bp/ken)

Berita Terkait

Baca Juga
Close
Back to top button

Konten dilindungi!