Ilustrasi kemiskinan – Rakyat kian terkecik, karena rencana pembatasan BBM subsidi dan rencana pemangkasan bunga KUR.
EKBIS, Balipolitika.com – Ada dua kabar buruk yang menghampiri Indonesia, di tengah hiruk pikuk politik saat ini. Yaitu rencana pemangkasan bunga KUR dan pembatasan subsidi BBM Pertalite.
Tentu saja ini kian memberatkan rakyat Indonesia, khususnya masyarakat kelas menengah, yang menjadi kelas dengan jumlah terbanyak di negeri ini.
Bayangkan saja, jumlah kelas menengah di Indonesia mencapai 189 juta lebih pada 2024, naik drastis dari 2019 yang hanya 154 juta.
Masyarakat kelas menengah ini sangat bergantung dengan subsidi BBM, serta bunga KUR yang membantu pengusaha mikro kecil UMKM bertahan hidup.
Bak petir, kabar pemerintah berencana menurunkan subsidi bunga Kredit Usaha Rakyat (KUR) di tahun 2025. Rencananya subsidi bunga KUR sebesar Rp 38,28 triliun.
Hal ini terungkap dalam Dokumen Nota Keuangan Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2025. Sebagai perbandingan, pada 2024, subsidi bunga KUR yang disiapkan pemerintah sebesar Rp 47,78 triliun.
Meski demikian, proporsi subsidi bunga KUR tetap menjadi yang terbesar dalam pos Subsidi Bunga Kredit Program. Total subsidi bunga dalam pos tersebut sebesar Rp 44,23 triliun.
Deputi Bidang Usaha Mikro Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (Kemenkop-UKM), Yulius, menjelaskan anggaran subsidi yang tersedia di 2024 terlihat besar karena ada porsi untuk membayar carry over subsidi bunga tahun-tahun sebelumnya.
Ia menjelaskan, hal itu karena ada perbaikan data penyalur KUR. Harapannya, pembayaran carry over tersebut dapat selesai tahun ini sehingga tahun depan hanya perlu menyiapkan subsidi bunga reguler.
“Tahun depan subsidi bunga senilai Rp 38 triliun hanya untuk subsidi reguler dan jumlahnya juga hampir sama dengan tahun ini untuk subsidi regular,” ujar Yulius.
Sementara itu, Asisten Deputi Pasar Modal dan Lembaga Keuangan, Kemenko Perekonomian yang juga Ketua Tim Teknis Sekretariat Komite Kebijakan Pembiayaan UMKM, Gede Edy Prasetya bilang meskipun anggaran subsidi bunga KUR di 2025 mengalami penurunan, besaran itu masih mengakomodir penyaluran KUR di tahun tersebut.
Edy bilang target penyaluran KUR tahun 2025 proyeksinya paling tidak sama dengan target tahun 2024 yaitu sebesar Rp 280 triliun.
Sebagai informasi, besaran tersebut mengalami penurunan dari target awal tahun ini yang rencananya mencapai Rp 300 triliun.
“Namun demikian, target penyaluran KUR 2025 akan secara resmi penetapannya oleh Komite Kebijakan Pembiayaan bagi UMKM dalam forum Rapat Koordinasi di Triwulan 4 2024,” ujarnya.
Ia juga menambahkan, skema penyaluran KUR untuk tahun depan akan lebih tematik. Tujuannya, untuk menyasar target penerima yang tepat sasaran, contoh sektor pertanian.
BBM Pertalite
Di sisi lain, PT Pertamina melalui Pertamina Patra Niaga menyatakan sebanyak 235 Stasiun Pengisian Bahan Bakar (SPBU) tidak lagi menjual Jenis BBM Khusus Penugasan (JBKP) Pertalite.
Namun PT Pertamina Patra Niaga memastikan, tetap Pertalite tersedia di 7.516 SPBU atau sebanyak 97 persen dari total 7.751 SPBU Pertamina di seluruh wilayah Indonesia.
Corporate Secretary Pertamina Patra Niaga, Heppy Wulansari, meminta masyarakat tidak perlu khawatir akan ketersediaan Pertalite di setiap wilayah.
“Pertalite masih tersedia di setiap wilayah, kalaupun ada yang tidak menjual, itu hanya sekitar 3 persen dari total SPBU di seluruh Indonesia,” jelas Heppy dalam keterangan resmi beberapa waktu lalu.
Heppy menjelaskan, SPBU yang menjual Pertalite diatur BPH (Badan Pengatur Hilir) Migas dengan berbagai pertimbangan.
SPBU yang tidak menjual Pertalite mayoritas berada di lokasi komersial, lokasi pemukiman menengah, tidak jalur transportasi publik dan juga berlaku untuk SPBU baru.
Heppy menjelaskan titik-titik SPBU yang menjual BBM subsidi, ditentukan oleh BPH Migas dengan berbagai pertimbangan, antara lain jalur transportasi umum, tidak di area pemukiman menengah ke atas, tidak di daerah industri, dan lain-lain. Upaya ini dilakukan Pertamina agar BBM subsidi bisa lebih tepat sasaran.
Menurut Heppy, dari sisi Pertamina Patra Niaga selaku operstor secara prinsip menyalurkan sesuai kebijakan yang regulator tentukan dan melakukan pengaturan penyaluran agar kuota yang ditetapkan pemerintah mencukupi hingga akhir tahun.
“Masyarakat tidak perlu khawatir, di setiap wilayah dipastikan tetap akan ada BBM subsidi baik Biosolar maupun Pertalite. Secara jumlah juga kecil aja yang tidak jual Pertalite dan ini tidak ada kaitannya dengan rencana pemerintah (pembatasan Pertalite) pada 1 Oktober,” ungkap Heppy.
Heppy menambahkan SPBU tertentu yang tidak menjual Pertalite ini memungkinkan potensi penghematan Pertalite yang bisa dilihat dari realisasi. Dari kuota Pertalite 2024 sebesar 31,6 juta kiloliter, realisasi hingga pertengahan Agustus ini baru mencapai 18,6 juta kiloliter atau 59% dari kuota.
Direktur Eksekutif ReforMiner Institute Komaidi Notonegoro mengatakan langkah menghentikan penjualan Pertalite di SPBU tertentu perlu dilakukan secara hati-hati dan ditinjau ulang mengenai biaya dan manfaatnya.
Pasalnya, mendekati akhir tahun ini ada beberapa hajatan besar seperti Pemilihan Kepala Daerah di Indonesia (Pilkada) atau Pemilihan Umum Daerah.
“Kebutuhan akan distribusi logistik, aktivitas sosial masyarakat, termasuk ad proses politikal seperti kampanye dan lain sebagainya tentunya membutuhkan BBM yang besar,” kata Komaidi.
Selain Pilkada, ada hajatan besar lain yaitu Natal dan Tahun Baru (Nataru) yang akan memerlukan konsumsi BBM yang besar juga.
Komaidi menuturkan secara nasional penjualan BBM Pertamina adalah 75% dan 40%-nya adalah Pertalite. Hal ini akan berdampak besar apalagi jika dilihat dari profil penggunanya digunakan di segmen roda 4 maupun roda 2 yang hampir 90% menenggak Pertalite.
“Ada pekerja online (driver dan kurir) yang memakai Pertalite. Kalau itu enggak ada di beberapa SPBU yang dikhawatirkan terjadi gejolak di tengah kondisi ini,” ungkap Komaidi. (BP/OKA)