BADUNG, Balipolitika.com- Saat Polda Bali dan Polres Badung sedang menelusuri dugaan korupsi dana hibah Pemkab Badung untuk pembangunan Pura Dalem Desa Adat Tiyingan, Banjar Dinas Tiyingan, Desa Pelaga, Kecamatan Petang, Kabupaten Badung, Provinsi Bali dengan RAB Rp6,1 miliar, Kelian Dinas Banjar Tiyingan merangkap Ketua Proyek, I Ketut Sumaarta menyampaikan klarifikasi.
Klarifikasi yang dilakukan pasca menemui salah satu pejabat penting di Kabupaten Badung itu disiarkan melalui Grup Facebook Suara Badung, Sabtu, 23 November 2024.
“Tiang I Ketut Sumaarta, Kelian Dinas Banjar Tiyingan. Dalam hal ini mau mengklarifikasi berita bohong yang diviralkan oleh orang-orang yang tidak bertanggung jawab yang berkaitan dengan proyek pembangunan Pura Dalem Desa Adat Tiyingan,” ucap I Ketut Sumaarta sembari merinci poin-poin klarifikasi dimaksud.
“Pertama, klarifikasi tiang tidak pernah meninggalkan rumah, sehari pun tiang selalu berada di rumah karena di berita itu tiang dikabarkan menghilang, sekarang tiang klarifikasi, sehari pun tiang tidak pernah menghilang dari rumah dan di mana dalam berita itu juga disebutkan tiang tidak hadir dalam kegiatan adat di mana dalam hal itu tiang lagi sakit,” ucap I Ketut Sumaarta.
“Kedua, di berita tersebut diberitakan keluar dana anggaran Rp6,1 miliar, faktanya memang pengusulan RAB-nya Rp6.131.157.000,00, tetapi setelah diverifikasi oleh dinas terkait yang keluar Rp5.592.091.000, nike berita bohong yang kedua,” beber I Ketut Sumaarta.
“Ketiga, terkait dengan permasalahan pembangunan pura dalem itu pernah dilaporkan oleh oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab dan pihak dari penegak hukum dalam hal ini Tipikor dari Polres Badung sudah pernah ke lapangan dan kami prajuru yang mengantarkan langsung untuk mengecek pembangunan-pembangunan pura tersebut. Dan sampai saat ini, pembangunan Pura Dalem Banjar Tiyingan sudah terlaksana sesuai dengan RAB dan pembangunan telah selesai di tahun 2024, tepatnya bulan Juni tahun 2024. Juga sudah melaporkan pertanggungjawaban,” ungkapnya.
“Kami selaku prajuru mengajukan permohonan hibah itu dari permohonan masyarakat karena memang kondisi pura kami memang sudah sangat memprihatinkan sehingga dalam hasil rapat kami selaku prajuru diminta memfasilitasi, mengajukan proposal permohonan hibah terkait dengan pura dan pelinggih yang masih memprihatinkan di wilayah Desa Adat Tiyingan. Salah satunya adalah Pura Dalem Desa Adat Tiyingan dan tentunya kami sangat berterima kasih dengan Pemerintah Kabupaten Badung dengan diberikan bantuan hibah tersebut karena sangat meringankan kami selaku masyarakat Banjar Tiyingan. Kalau tanpa bantuan, berapa juta kami harus metuunan untuk membangun pura sebesar ini,” tandasnya.
“Dalam pelaksanaan pembangunan, sama sekali tidak ada penyelewengan. Semua sudah terlaksana sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan tentunya dalam hal tersebut kami Prajuru Desa Adat Tiyingan akan menindaklanjuti dengan melaporkan penyebar berita-berita bohong tersebut karena (1) telah merugikan, mencemarkan tiang pribadi selaku Kelian Dinas Banjar Tiyingan yang telah diberitakan menghilang dan korupsi dalam hal di sini pembangunan Pura Dalem Desa Adat Tiyingan. Kedua, kami prajuru akan melaporkan akun-akun tersebut karena telah merugikan dan merusak citra nama baik Desa Adat Tiyingan,” urainya.
“Itu klarifikasi yang bisa kami sampaikan terkait viralnya pembangunan Pura Dalem Desa Adat Tiyingan. Kami atas nama prajuru Desa Adat Tiyingan, om santhi, santhi, santhi,” tutup I Ketut Sumaarta.
Diberitakan sebelumnya, RAB Pura Dalem Desa Adat Tiyingan menyentuh angka Rp6.131.157.881,80 alias enam miliar seratus tiga puluh satu juta seratus lima puluh tujuh ribu delapan ratus delapan puluh satu rupiah delapan puluh sen atau dibulatkan menjadi Rp6.131.157.000 (enam miliar seratus tiga puluh satu juta seratus lima puluh tujuh ribu rupiah).
Usut punya usut, terdapat banyak item pekerjaan yang tidak digarap mengacu RAB Rp6.131.157.000 yang ditandatangani plus berstempel cap basah Pura Dalem Desa Adat Tiyingan, Banjar Tiyingan, Desa Pelaga, Kecamatan Petang oleh Ketua I Ketut Sumaarta, Sekretaris I Made Kayun, dan Bendahara I Made Wirayasa.
Secara rinci item pekerjaan yang nungkak alias tidak digarap pada item pekerjaan pembongkaran senilai Rp335.962.116,00; yaitu terdiri atas pekerjaan sewa ekskavator (50 persen tidak dikerjakan) Rp167.580.000,00; pekerjaan sewa dump truck (100 persen tidak dikerjakan) Rp74.256.000,00; dan pembongkaran paving lantai (100 persen tidak dikerjakan) Rp46.112.976,00.
Terdata bahwa pekerjaan senderan senilai Rp448.691.829,39 sama sekali tidak dikerjakan.
Pada item pekerjaan tembok penyengker senilai Rp1.356.415.858,33, pekerjaan pintu besi yang terdiri dari pekerjaan pintu besi besar dan pekerjaan pintu besi kecil senilai masing-masing Rp5.252.310,00 dan Rp11.817.697,50 keduanya 100 persen tidak dikerjakan.
Untuk pekerjaan bale pewaregan Rp231.261.587,22 khusus pekerjaan style Bali 100 persen tidak dikerjakan, yakni mencakup pekerjaan pasang bata press (kolom) Rp36.889.479,65; pemasangan bata hitam pondasi Rp12.367.145,70; pekerjaan coating Rp12.928.608,00; dan pekerjaan tempat sembahyang atau pelangkiran senilai Rp500.000.
Selanjutnya, pekerjaan struktur tambahan penyangga pewaregan dan kamar kecil Rp280.631.436,69 100 persen tidak dikerjaan.
Pekerjaan ini mencakup galian pondasi menapak kurang dari 1 meter Rp1.129.716,00; urugan tanah kembali Rp226.800,00; urugan tanah dipadatkan (peninggian lantai) Rp1.058.400,00; urugan pasir bawah pondasi Rp396.522,00, urugan pasir bawah lantai Rp1.982.610,00; pekerjaan cakar ayam (pekerjaan beton: begesting dan pembesian) Rp42.391.062; pekerjaan kolom 20×20 dan pekerjaan beton 40×40 cm begesting dan pembesian Rp64.434.414,24; pekerjaan sloof bawah 1 Rp31.086.778,80 dan sloof bawah 2 Rp36.173.706,24; dek lantai Rp39.410.582,40.
Pekerjaan mekanikal dan elektrikal Rp23.719.156,50 100 persen tidak dikerjakan.
Pekerjaan penataan halaman senilai Rp1.436.155.770,00 terpantau sejumlah item tidak dikerjakan mencakup pekerjaan galian dan pasangan (jaba sisi) senilai 100 persen tidak dikerjakan berupa urugan pasir bawah lantai dipadatkan Rp16.742.040,00 dan pemasangan batu candi lantai 20x20x3 Rp436.021.162,50.
Pekerjaan galian dan pasangan (jalan) juga 100 persen tidak digarap, mencakup urugan pasir bawah lantai dipadatkan Rp5.110.728,00 dan pasangan paving lantai 20/20 tebal 8 Rp183.921.654 tidak dikerjakan.
Terakhir, pekerjaan penataan kran tempat air suci Rp8.378.439,10 terpantau 100 persen tidak dikerjakan.
Secara keseluruhan RAB Rp6.131.157.000 ini mencakup pekerjaan pembongkaran senilai Rp335.962.116,00; Pekerjaan Senderan Rp448.691.829,39; Tembok Penyengker Rp1.356.415.858,33; Pekerjaan Pelinggih Rp323.247.673,97; Pekerjaan Bale Lantang 1 Rp413.001.578,51; Pekerjaan Bale Lantang 2 Rp483.268.252,35; Pekerjaan Bale Pewaregan Rp231.261.587,22; Pekerjaan Bangunan Pura Bale Kulkul Rp286.855.887,59; Pekerjaan Bale Gong Rp280.324.521,54; Pekerjaan Bale Penetegan Rp223.243.774,61; Pekerjaan Struktur Tambahan Penyangga Pewaregan dan Kamar Kecil Rp280.631.436,69; Pekerjaan Mekanikal dan Elektrikal Rp23.719.156,50; Pekerjaan Penataan Halaman Rp1.436.155.770,00; dan Pekerjaan Penataan Kran Tempat Air Suci Rp8.378.439,10.
Di sisi lain, Kepolisian Daerah (Polda) Bali saat ini sedang menyelidiki dugaan kasus korupsi di Banjar Dinas Tiyingan, Desa Pelaga, Kecamatan Petang, Kabupaten Badung, Provinsi Bali, khususnya terkait pembangunan Pura Dalem Desa Adat Tiyingan.
Hal tersebut disampaikan oleh Kepala Bidang Hubungan Masyarakat (Kabid Humas) Polda Bali, Komisaris Besar Polisi (Kombes Pol) Jansen Avitus Panjaitan, S.I.K., M.H., Selasa, 19 November 2024.
“Masih berproses,” ungkap perwira polisi dengan tiga melati di pundak tersebut.
Terupdate, Unit Tipikor Satreskrim Polres Badung juga memastikan pihaknya sedang mendalami dugaan korupsi hibah Pura Dalem Desa Adat Tiyingan.
“Kami masih berproses. Jika sudah klop nanti akan kami undang (jumpa pers, red),” ungkap pihak Unit Tipikor Satreskrim Polres Badung, Jumat, 22 November 2024.
Kelian Dinas Banjar Tiyingan, Desa Pelaga, Kecamatan Petang, Kabupaten Badung, Provinsi Bali sempat jadi pakrimik alias pembicaraan hangat di masyarakat adat setempat.
Pasalnya, saat penguburan salah seorang krama adat Banjar Tiyingan yang berlangsung pada Senin, 18 November 2024, ia tidak menunjukkan batang hidungnya.
Saat Kelian Adat Banjar Tiyingan mengumpulkan krama adat setempat terkait adanya pemeriksaan dari Aparatur Penegak Hukum (APH) terkait adanya pemeriksaan sehubungan dengan pencairan hibah Pemkab Badung di Pura Dalem Desa Adat Tiyingan pada Jumat, 1 November 2024 sore, sosok sang kelian dinas juga tidak tampak.
Ketidakhadiran secara berturut-turut sebanyak 2 kali dalam acara banjar adat menimbulkan tanda tanya besar di masyarakat.
Lebih-lebih dalam pertemuan adat di Pura Dalem Desa Adat Tiyingan pada Jumat, 1 November 2024 sore ada penyampaian kepada warga agar jika ada Aparatur Penegak Hukum bertanya tentang sejumlah proyek di Desa Adat Tiyingan, Petang, masyarakat diminta untuk tidak memberikan informasi terkait dugaan pelanggaran-pelanggaran atau kejanggalan di sana.
Seiring adanya dugaan sejumlah pelanggaran ini, tanda tanya di benak masyarakat terus bergulir hingga akhirnya sampai di Redaksi Balipolitika.com.
Usut punya usut “hilangnya” atau tidak hadirnya sang kelian dinas dikaitkan dengan indikasi pelanggaran dalam pengelolaan dana hibah untuk pembangunan Pura Dalem di Banjar Adat Tiyingan di mana panitia proyek tersebut diketuai yang bersangkutan.
Oleh sejumlah sumber yang ditemui langsung oleh redaksi dipertegas bahwa ia adalah salah seorang oknum perangkat desa, tepatnya kepala dusun di Banjar Tiyingan. Desa Pelaga, Kecamatan Petang, Kabupaten Badung, Provinsi Bali.
“Kecurigaan masyarakat bermula karena adanya perubahan yang sangat signifikan dalam hal perekonomiannya sejak dimulainya proyek pembangunan pura tersebut. Itu diperkuat setelah adanya berita yang beredar bahwa proyek tersebut sedang diselidiki oleh aparat penegak hukum,” ucap sumber.
Secara terperinci, sumber pun menerangkan sejumlah kejanggalan lain yang bisa dilihat dan dirasakan secara langsung oleh masyarakat.
Pertama, pembentukan panitia pembangunan pura tersebut tidak berdasarkan musyawarah dengan masyarakat adat.
Kedua, tidak adanya transparansi oleh panitia kepada masyarakat sehingga sampai saat ini tidak diketahui dengan pasti berapa nominal hibah yang dikucurkan oleh Pemkab Badung.
Ketiga, tidak adanya papan kegiatan sebagai bentuk sosialisasi kepada masyarakat.
Keempat, penunjukan kontraktor proyek tidak melalui proses tender yang jelas sehingga memungkinkan untuk adanya persekongkolan antara panitia dan kontraktor.
Kelima, ada subjek pekerjaan yang tidak diambil oleh kontraktor proyek seperti jalan menuju pura yang seharusnya sejajar dengan pondasi tembok.
“Dan mungkin ada hal-hal lain yang dikurangi seperti spesifikasi bahan dan lain-lain yang tidak bisa diawasi oleh masyarakat karena terbatasnya informasi yang dibuka ke publik sehingga berpotensi menimbulkan kerugian bagi masyarakat,” ungkap sumber.
“Itu pun baru diketahui oleh masyarakat lantaran adanya pemeriksaan dari aparat penegak hukum terkait proyek tersebut yang disampaikan oleh Kelian Adat Tiyingan pada saat ada pujawali di pura. Panitia melalui Kelian Banjar Adat meminta kepada masyarakat untuk tidak memberikan informasi terkait dugaan pelanggaran-pelanggaran tersebut apabila ada pihak-pihak lain dari luar yang meminta keterangan,” sambung sumber.
Kepada redaksi Balipolitika.com, sumber juga menjabarkan adanya indikasi bahwa si oknum kelian dinas juga merupakan fasilitator dari hibah-hibah dalam pembangunan pura-pura lain di wilayah tersebut.
“Dalam proses pembangunan proyek ini, oknum tersebut tiba-tiba membeli rumah di wilayah Mengwi dan 2 unit mobil secara bersamaan. Jadi krama pakrimik karena yang bersangkutan tidak memiliki usaha selain menjabat sebagai perangkat desa dan petani. Jual aset pun tidak ada,” ungkap sumber. (bp/tim)