Informasi: Rubrik Sastra Balipolitika menerima kiriman puisi, cerpen, esai, dan ulasan seni rupa. Karya terpilih (puisi) akan dibukukan tiap tahun. Kirim karya Anda ke [email protected].

POLEMIK

40 Tahun HK, Nuada Koleksi 32 Ogoh-Ogoh

Jik Long: Makan Daging Saja Tidak, Kok Kami Dituduh Ini Itu?

BERI PENJELASAN: I Gusti Agung Maruti menjelaskan kelompok Sampradaya ISKCON tidak pernah menciptakan polemik di Bali. Sebaliknya adalah jalan menuju moksa yang menjadi tujuan akhir umat Hindu.

 

BADUNG, BaliPolitika.Com– Kesepakatan damai antara I Putu Dodi, 29, dan I Dewa Alit Sudartha alias Dewa Doplang, 50, di hadapan Kapolsek Abiansemal, Kompol Ruli Agus Susanto, S.H., M.H. pasca kasus pemukulan di Pasraman Sri Sri Radha Rasesvara Blumbungan, Banjar Dualang, Desa Sibanggede, Kecamatan Abiansemal, Badung, Jumat (8/10/2021) lalu seolah tanpa makna. Meski dengan tulus memaafkan fitnah Gung Akey tentang adanya ancaman pembunuhan terhadap Dewa Doplang, Sampradaya tetap jadi bulan-bulanan.

Demikian pula halnya dengan temu kangen antara Mayjen TNI (Purn) Wisnu Bawa Tenaya dan Marsekal TNI (Purn) Ida Bagus Dunia, Mayjen TNI (Purn) Dr. I Gede Sumertha KY, PSC, M.Sc., dan Laksamana TNI (Purn) Prof. Dr. Marsetio yang difasilitasi Kepala Staf Kepresidenan Indonesia, Jenderal TNI (Purn) Dr. H. Moeldoko, S.I.P. di Kantor Kepala Staf Kepresidenan (KSP), Jakarta, Selasa (19/10/2021). Meski pertemuan dari hati ke hati sudah dilakukan Panitia Mahasabha XII PHDI 28-31 Oktober 2021 dengan Presiden RI, Panglima TNI, dan Kapolri, serta PHDI Pusat didukung 27 PHDI Provinsi, 12 ormas Hindu resmi, dan 63 PHDI Kabupaten/Kota, kelompok yang mengatasnamakan diri Aliansi Hindu Nusantara bersikukuh Mahasabha Luar Biasa (MLB) PHDI yang tiba-tiba dicetuskan di Pura Samuan Tiga, Gianyar adalah yang sah. Mereka bahkan berkantor di Gedung Majelis Desa Adat Provinsi Bali yang operasionalnya dibiayai rakyat Bali (APBD Bali, red) meski ditolak oleh PHDI Bali dan PHDI Kabupaten/Kota se-Bali. 

Anehnya, sejak awal dideklarasikan hingga detik ini Marsekal TNI (Purn) IB Putu Dunia yang didaulat sebagai Ketua Harian PHDI Pusat versi MLB dan Sekretaris Harian PHDI MLB, Komang Priambada tidak bisa mempertanggungjawabkan klaim 2/3 dukungan PHDI Provinsi se-Indonesia. Meski demikian, sejumlah kelompok dan organisasi, yakni DPP Amukti Palapa Nusantara (APN), Baladika Angungah Santi, Brahmastra, Kaula Nindihin Bali, Keluarga Ajik Aura, Laskar Bali Santi, Latengiu, Pedukuhan Budhaireng, Pesraman Kayu Manis, PGN Cakra Taksu Bali, Poros Muda Kemanusiaan, Pura Dalem Balangan, Puri Kesiman, Sandhi Murti, Swastika Bali, Tim Hukum Nusa Bali, Warih Satara, Yayasan Jaringan Hindu Nusantara, Yayasan Bima Sakti, Yayasan Dharma Murti Jembrana, Giri Tohlangkir, Dekornas Puskor Hindunesia, dan Dekorwil Hindunesia menyatakan dukungan. Demonstrasi diklaim digelar karena merasa terpanggil menjaga ajaran leluhur nusantara yang sedang digerogoti oleh kelompok Sampradaya asing seperti Hare Krsna, Sai Baba, dan sejenisnya.

Menyikapi polemik tak berkesudahan tersebut, mantan anggota DPRD Badung, I Gusti Agung Maruti menjelaskan sesungguhnya Sampradaya ISKCON sendiri tidak pernah menciptakan polemik di Bali. Ungkapnya, makan daging saja mereka tidak, apalagi bikin kericuhan. Jika ada yang menuding Sampradaya adalah biang kerok kekisruhan di Bali, ia meminta orang tersebut harus berpikir ulang kembali.

Yang jelas tegasnya ajaran Sampradaya bertujuan mengantarkan seseorang menuju jalan moksa (membebaskan atau kebebasan dari samsara pada siklus hidup dan mati, red). Untuk itulah pihaknya memperdalam ajaran Hindu untuk mencapai moksa pada Sampradaya. “Sampradaya itu sejatinya mengajarkan umatnya mencapai moksa. Maka dari itulah saya ikut Sampradaya karena saya ingin mencapai moksa. Itulah keyakinan saya hingga seribu persen,” terangnya.

Lebih lanjut, Penglingsir Pesemotonan Shri Nararya Kreshna Kepakisan (PSNKK) itu menjelaskan kaitan Sampradaya dengan Dresta Bali. Terangnya, penganut Sampradaya merupakan sembilan puluh persen orang Bali yang melakoni Dresta Bali. Artinya tuduhan adanya Sampradaya menghilangkan adat budaya Bali itu tidak benar. Agung Maruti bahkan berani menjamin bahwa Sampradaya tidak menghilangkan adat istiadat di Bali. Bahkan pihaknya pun tidak segan-segan untuk berdiskusi damai dari sisi mana Sampradaya menghilangkan adat Bali. 

“Ayo kita duduk bersama untuk bisa saya jelaskan kalau Sampradaya dibilang menghilangkan Dresta Bali. Di mananya yang hilang? Kalau ada yang hilang biar Sampradaya yang mencarinya,” paparnya sembari menambahkan sejatinya Sampradaya adalah pengetahuan Weda yang mempelajari moksa. Jadi orang Sampradaya adalah penganut agama Hindu yang menjalankan Dresta Bali sehingga bisa lebih memahami ajaran Weda untuk mencapai moksa. Jika dulu pertapaan dilakukan dengan masuk hutan, di masa sekarang dibuatlah ashram sebagai wadah tambahan mempelajari Weda untuk dirinya sendiri menuju moksa sebagai tujuan akhir agama Hindu. 

“Untuk itulah saya aktif di ashram untuk mendapatkan suatu tambahan pengetahuan Weda dengan komunitas khusus yang berlaku vegetarian,” tambahnya.

Agung Maruti yang akrab disapa Jik Long menilai kisruh berbuntut penutup ashram hingga berujung pemukulan, dan aksi damai di sisi Timur Monumen Bajra Sandhi, Renon, Senin (25/10) dipicu kurangnya pengetahuan sejumlah oknum. Bebernya, seharusnya oknum tersebut bila ingin mengetahui ashram lebih dalam bisa mengikuti beberapa aturan dengan rendah diri, serta berserah diri kepada Yang Maha Esa. Dengan demikian ia meyakini pasti polemik yang berkepanjangan akan segera kondusif. 

“Saya yakin oknum tersebut kurang pengetahuannya. Kalau saja oknum tersebut mengetahui pelajaran yang didapat di ashram, saya yakin Bali akan Shanti dan saya pasti menjamin akan ada kedamaian,” ujarnya.

Sementara itu, Ketua ISKCON Indonesia Wayan Sudiara menambahkan perlu ada penjelasan terkait peristiwa aksi damai yang menyeret Sampradaya. Ia menyesalkan aksi yang dinilai kurang tepat di saat pandemi Covid-19 ada bencana alam di Bali, dan persiapan Mahasabha PHDI. Ia pun mempertanyakan tuduhan bahwa kehadiran Sampradaya menyebabkan hilangnya dresta.

“Kalau betul ada yang hilang silahkan lapor dan kami siap bertanggung jawab,” ujarnya.

Terkait aksi damai Aliansi Hindu Nusantara, Sudiara menyampaikan aspirasi gerakan menolak  Sampradaya Asing tersebut sebagai bagian Hindu Bali atau Nusantara. Mengingat, Bali sebagai daerah pariwisata memerlukan kedamaian sehingga wisatawan berkenan datang ke Bali.

Belum lagi Bali sedang berduka karena korban gempa bumi di Bangli dan Karangasem. Sarannya, energi besar tersebut idealnya difokuskan untuk mendukung keluarga korban agar bisa bangkit kembali. Serta mendukung program pemulihan kesehatan dari pandemi Covid-19 dan membangkitkan ekonomi Bali.

Tuduhan bahwa Sampradaya menghilangkan dresta Bali juga dibantah mentah-mentah oleh pendiri sekaligus pemilik satu-satunya museum ogoh-ogoh, The Ogoh Ogoh Bali yang telah 40 tahun menganut ajaran Hare Khrisna. Meski menjadi penganut Sampradaya, Ketut Nuada yang mengemban amanah sebagai Ketua Desa Wisata Mengwi membantah dirinya meninggalkan adat, dresta, dan budaya Bali. 

“Kalau sesajen harus memakai caru tetap dijalankan. Yang tidak kami lakukan adalah makan daging. Sedangkan tata upacara tetap mengikuti dresta Bali,” ujar pemilik koleksi 32 ogoh-ogoh itu. (tim/bp) 

Berita Terkait

Baca Juga
Close
Back to top button

Konten dilindungi!