Krian
aspal jalan tak ubahnya koloseum
tempat harapan digilas
arena adu pedang bagi mereka
yang ambisius
waktu mencair
segalanya sudah dipertemukan
dan sisa-sisa api
mengintip
2024
Gedangan
kau kenang pertemuan
saat segalanya sudah mumur
butuh sekian waktu
menjadi lebih tegar
maut rajin sekali menyapa
lewat deru debu dan toa mengeras
15 purnama tak cukup membunuh sepiku
dan kau yang masih saja
membubuhkan kecupmu di bahu jalan
2024
Durungbedug
ribuan pertanda
tersebar di sekujur tubuhmu
aku memungut hati-hati
menjaga lubang dan ceruk
dari sekian yang menganga
kususuri lekuk paha kertas
matahari tak kunjung menyembul
ledakan buih dan serangkaian jalan
pasir mendedahkan puisi
2024
Buduran
“Bisakah kita memilih kehendak
padahal seluruh telah ditentukan?”
dapur tak lagi mengatakan apapun
rumah kian kosong anak-anak
plesir hingga ke ujung subuh
ayah masih menyalakan tungku
untuk perapian musim hujan
dan ibu menanak kesedihan
sambil membayangkan
anak-anak pulang membawa
bulan penuh gelak
2024
Balongbendo
masih saja menggema
bisikan yang pernah
kau ucap sekali waktu
dan sidik jari yang menempel
di pipiku tak membuat nyala
kenangan itu melembut
sekali saja, sandarkan penatmu
pada bukit kapur sukmaku
menangislah hingga sumarah
2024
BIODATA
Muhammad Fahruddin Al Mustofa lahir di Sidoarjo, 13 Desember 1996. Selain menulis puisi, ia bergiat di di Simocoyo Space.