DORONG MEDIASI: (Kanan) Ketua Panitia Ngadegan Bendesa Adat Serangan, I Made Sandya didampingi Sekretaris Panitia mendorong MDA Bali segera menggelar mediasi, Sabtu, 13 Juli 2024. (Sumber: Gung Kris)
DENPASAR, Balipolitika.com- Kisruh terkait proses pemilihan Bandesa Adat Serangan mulai mengarah pada sumber permasalahan, penerbitan Surat Keputusan (SK) perpanjangan masa bhakti Bandesa Adat Serangan hingga Desember 2024 oleh Majelis Desa Adat (MDA) Provinsi Bali, pasca keluarnya Keputusan Panitia Ngadegan Bendesa Adat Serangan 2024-2029 dianggap jadi biang kerok kegaduhan oleh masyarakat.
Ketua Panitia Ngadegan Bendesa Adat Serangan, I Made Sandya didampingi Sekreataris Panitia, Ketut Kertajaya meminta MDA Bali segera menggelar mediasi guna menuntaskan polemik yang terjadi di masyarakat, memfasilitasi pertemuan pihaknya dengan para pihak yang berkeberatan agar tidak terjadi gesekan di masyarakat.
“Kami sebagai panitia sudah menjalankan semua sesuai prosedur ga ada yang kami buat-buat. Pak Wali (Wali Kota Jaya Negara, red) juga sudah menerima, termasuk MDA Denpasar sebagai pendamping kami juga menyatakan semua sudah benar. Kenapa masih ada yang mengganjal di tingkat provinsi? Kami mohon segera pertemukan (mediasi, red) kami, MDA Bali harus memfasilitasi ini karena yang mengeluarkan SK perpanjangan mereka. Jangan kami terus diadu domba,” ungkap Made Sandya kepada Balipolitika.com, Sabtu, 13 Juli 2024.
Ia menilai, SK perpanjangan yang diterbitkan MDA Bali menjadi sumber masalah di masyarakat terlebih tidak ada perarem tercantum di SK tersebut, awig-awig Desa Adat Serangan juga tidak tertulis bahkan Perda (Peraturan Daerah) pun tidak dicantumkan, sehingga pihaknya mempertanyakan urgensi MDA Bali terkait penerbitannya.
“Kok aneh, tidak ada sinkronisasi (penyesuaian, red) antara kota (MDA Denpasar, red) dengan provinsi (MDA Bali, red)? Sedangkan di kota menetapkan 31 Juli 2024. Jelas masyarakat mempertanyakan apa kepentingan penerbitan SK tersebut, urgensinya apa? Apa ada bencana alam? Atau ada kepentingan lain sehingga harus diperpanjang? semua kan harus lewat paruman (rapat besar, red) desa. Gawat ini seperti dipaksakan,” sentilnya.
Kekisruhan yang terjadi di Desa Adat Serangan menjadi catatan bagi MDA Bali agar mampu mencarikan solusi terbaik bagi masyarakat adat, melakukan penyesuaian dengan melibatkan pihak-pihak terkait termasuk MDA di tingkat kecamatan sebelum mengeluarkan keputusan, agar kebijakan yang dipilih tidak menjadi stigma negatif di masyarakat yang berpotensi menimbulkan gesekan terlebih jelang Pilkada Serentak 2024.
KLARIFIKASI: Pihak Bendesa dan Prajuru Desa Adat Serangan melakukan klarifikasi terhadap aksi kelompok yang mengatasnamakan warga Desa Adat Serangan, atas keputusan pemilihan Bendesa Desa Adat Serangan, Selasa, 9 Juli 2024. (Sumber: Gung Kris)
Diberitakan sebelumnya, polemik proses pemilihan Bendesa Adat Serangan yang sempat diwarnai aksi demo sekelompok massa mengatasnamakan warga Serangan di Majelis Desa Adat (MDA) Provinsi Bali ditanggapi serius oleh Bandesa Adat Serangan 2014-2024, I Made Sedana dan sejumlah prajuru lainnya, pada Selasa, 9 Juli 2024 malam.
Ia mengaku sangat prihatin atas aksi yang digelar kelompok mengatasnamakan krama Desa Adat Serangan, juga mengatakan pihaknya megetahui persis terkait proses pemilihan bandesa tersebut dirasa tidak perlu sampai digelar aksi massa ke MDA Bali yang dikoordinir langsung oleh I Wayan Patut.
“Bagi kami kelompok massa tersebut mewakili warga Desa Adat Serangan dan tidak mewakili enam Kelihan Banjar Adat yang ada di Desa Adat Serangan. Bahkan, mengenai kekosongan Pengurus Desa Adat Serangan tidak benar adanya,” tegas Sedana.
Menurutnya, seluruh prajuru konsisten mematuhi aturan dalam menjalankan Pemerintahan Desa Adat Serangan, yakni;
- Berdasarkan parum Desa Adat Serangan yang dihadiri oleh prajuru Desa, Kerta Desa, Penua Sabha, dan Kelihan Banjar Adat pada tanggal 25 Mei 2024.
- Berdasarkan perarem diketentuan umum Bab XI Pasal 26 Poin a yang menerangkan prajuru yang ada pada saat ini tetap melaksanakan tugas-tugas sampai dikukuhkannya prajuru yang baru sesuai perarem ini.
- Berdasarkan awig-awig Desa Adat Serangan.
- Perda No.4 Provinsi Bali memperpanjang jabatan Bendesa sampai ada Bendesa Definitif.
“Sudah jelas di sini tidak ada hal yang dilanggar, tetapi mereka bersikukuh ingin mejaya-jaya atau men-sahkan salah satu calon, atas nama I Nyoman Gede Pariartha yang dimenangkan atas hasil voting,” katanya.
Upaya kelompok yang mengatasnamakan ‘Warga Serangan Metangi’ untuk men-sahkan I Nyoman Gede Pariartha di tingkat MDA Provinsi Bali, belum mulus berjalan.
Sebab, MDA Provinsi Bali melihat ada hal-hal yang harus diluruskan dan dimusyawarahkan lebih lanjut.
“Kami juga mendapatkan panggilan untuk bersuara lagi di MDA Provinsi Bali pada Rabu (10 Juli 2024, red) ini. Kami akan ceritakan kronologis sebenar-benarnya dan membawa bukti-bukti dokumen yang lengkap,” tegas Sedana.
Prajuru Desa Adat Serangan, Nyoman Kemuk Antara senada mengungkapkan bahwa diawal ada lima calon bendesa.
Satu orang, I Nyoman Gede Pariartha menang lewat voting oleh panitia. Padahal mestinya sudah ada mekanisme lewat musyawarah mufakat.
“Sempat Bapak WP, menyampaikan pada 24 Mei ada keputusan Desa Adat Serangan bahwa Bapak I Nyoman Gede Pariartha ditetapkan sebagai Bendesa Serangan, kami klarifikasi bahwa pernyataan itu tidak benar dan kami menemukan dugaan pemalsuan dokumen (keputusan, red) yang ditandatangani diduga Panitia dan Sekretaris,” beber Nyoman Kemu Antara.
Menurutnya, panitia melaksanakan pemilihan Bendesa secara musyarawah mufakat menetapkan I Nyoman Gede Pariartha sebagai bendesa.
Hal itu sesungguhnya kebohongan yang panitia lakukan dengan cara voting menghasilkan angka 8:5.
“Maka sangat jelas cara itu sudah bertentangan dengan isi Perarem Pasal 20, dan ketidaksesuaian isi pararem tersebut menimbulkan keberatan dari 3 calon bendesa lainnya,” bebernya.
Tiga calon bendesa yang mengajukan keberatan di antaranya:
- I Wayan Kuat dari Br. Peken.
- I Wayan Astawa, SH., dari Br. Kaja.
- I Made Sukanadi, SH., dari Br. Tengah.
Menurut salah satu calon Bendesa, I Wayan Astawa berharap masalah ini cepat dituntaskan karena dapat meluas ke masyarakat lainnya.
Ia sejak awal menemukan ada ketidakberesan dari panitia pemilihan Bendesa, tidak bisa dibiarkan karena ada hal-hal prinsip yang sengaja diselipkan untuk meloloskan salah satu calon lainnya.
“Kami mohon supaya MDA Agung Provinsi Bali untuk memediasi masalah kegaduhan yang terjadi di Desa Adat Serangan,” tegasnya.
Prajuru berharap supaya panitia menghargai keputusan paruman, bukan sebaliknya membuat keputusan sebelum parum tuntas dilaksanakan. Jangan sampai panitia pemilihan bendesa bertindak menyimpang.
GELAR AKSI: Ratusan masyarakat Desa Adat Serangan menyambangi Majelis Desa Adat Provinsi Bali, Senin, 8 Juli 2024. (Sumber: Gung Kris)
Selain itu, masyarakat Desa Adat Serangan ramai-ramai sempat mendatangi Kantor Majelis Desa Adat (MDA) Bali di Denpasar, sebelumnya sudah juga sudah mendatangi MDA Denpasar.
Koordiantor Lapangan Desa Adat Serangan I Wayan Patut mendesak agar segera Majelis Desa Adat Bali untuk segera mengelaurkan dan atau menerbitkan Surat Pengukuhan atau Penetapan Bendesa Adat Serengan masa bhakti 2024-2029 sesuai Keputusan Panitia Ngadegan Bendesa Adat Serangan.
Mengingat Panitia Ngadegang Bendesa Adat Serangan telah melahirkan atau menghasilkan keputusan dan penetapan Bendesa Adat Serangan I Nyoman Gede Pariartha secara musyawarah dan mufakat pada tanggal 2 Mei 2024 dan 24 Mei 2024 di Wantilan Pura Desa, Desa Adat Serangan.
Oleh karena Bendesa Adat Serangan Periode 2014-2024 sudah berakhir pada tanggal 26 Mei 2024.
Bilamana kekosongan dan situasi penetapan Bendesa Adat Serangan untuk periode 2024 -2029 tidak menjadi perhatian serta tanggapan MDA Bali, pihaknya akan melakukan aksi dan protes serta tuntutan secara besar-besaran.
Pada aksi protes tersebut pihaknya juga menemui Krama Desa Adat dari Kabupaten Karangasem, Klungkung hingga Gianyar yang menemui masalah serupa.
Patut yang juga pernah mendapat kalpataru kategori penyelamat lingkungan pada tahun 2011 merasa khawatir desa adat lama-kelamaan bisa mesorot dan semakin rusak.
Dikhawatirkan lagi, Bali bisa lebih mudah akan dijajah oleh orang lain, termasuk warga asing, apabila kebijakan desa adat diberlakukan seperti itu.
Lambatnya penurunan surat keputusan dan penetapan Bendesa Adat Serangan menimbulkan kekhawatiran yang besar karena setiap saat ada keperluan adat, urusan-urusan ritual yang harus melibatkan bendesa adat yang sah.
Apalagi pihaknya punya pengalaman pahit, ada peristiwa “kudeta” pada tahun 2014.
“Kita sudah ikuti aturan, arahan, tapi kalau sekarang dipermainkan kami tidak diterima,” pungkasnya.
Bahkan pihaknya menyoroti keberdaan MDA justru ada semacam peta konflik yang menyebabkan desa adat di Bali terkikis.
“Jangan salahkan dijajah orang lain dan bahkan dijajah oleh orang asing,” tutupnya. (bp/gk)